Wednesday, August 9, 2017

Berangkat Haji hanya dengan 100.000?? Bisa... (Bagian Ketiga)



Yang belum baca bagian pertama, bisa cek disini
Bagian kedua, disini

Mimpi itu perlahan-lahan Terwujud, Berkah silaturahmi

Pada awal tahun 2004, saya ikut mengantarkan orangtua saya bersilaturahmi dengan “mantan” pembimbing haji nya dulu, saat berangkat haji tahun 1993. Keharuan pertemuan mereka, yang sepertinya menumbuhkan kenangan indah saat berhaji ke tanah suci, sangat terekam jelas dalam memori saya. Cerita-cerita mereka saat di Mekah dan Madinah, sukses menumbuhkan kerinduan saya untuk merasakan sensasi Kota Mekah dan Madinah.

Di sela-sela perbincangan, mamah iseng menanyakan pendaftaran haji. Menurut pembimbingnya, masih ada kuota untuk keberangkatan tahun depan dengan syarat, melunasi uang muka keberangkatan sebagai tiket untuk mendapatkan nomor porsi haji. Saya tidak berharap banyak karena sadar diri bahwa tabungan haji saya belum mencukupi, tapi ternyata skenario Allah seringkali tak berbanding lurus dengan logika manusia.

Mamah ternyata menanyakan itu untuk merencanakan mimpi saya berhaji. Ia langsung bergerak cepat, dengan menggunakan senjata utama arisan saya yang akan menang beberapa bulan ke depan, ia hubungi adiknya, yaitu bibi saya untuk meminjamkan uang dulu untuk membayar uang muka biaya haji, yang nanti akan dibayar saat saya menang arisan. Alhamdulillah, bibi saya bersedia meminjamkan. Saat itu, saya harus menyiapkan 20 juta agar saya dapat porsi untuk berangkat haji tahun depan. Saya ambil seluruh tabungan haji saya, ditambah pinjaman dari bibi saya, ternyata cukup untuk “membeli” tiket keberangkatan haji.

Membayangkan bisa berangkat haji secepat itu saja, tak pernah terfikirkan oleh saya. Logika saya, saat saya menabung haji, ditambah arisan dan hasil berjualan bisnis baju, takkan bisa membuat saya berangkat secepat itu. Tetapi begitulah logika Allah yang tak mengenal kata sulit, semuanya serba mungkin dan mudah sekali bagi Allah untuk membuat segala sesuatu itu terjadi. Ternyata setelah sekian lama berjuang, dibantu gerak cepat ibu saya, akhirnya tiket haji pun saya dapatkan. Saat itu, antrian haji tak sebanyak sekarang. Saat itu, jika kita mendaftar haji tahun ini, maka tahun depannya bisa langsung berangkat. Maka saat saya mendaftar tahun 2004, saya langsung mendapat tiket berangkat haji untuk tahun keberangkatan 2005.

Bagaimana rasanya? Sangat bahagia dan penuh syukur. Berkali-kali saya sujud syukur dan berterima kasih pada Allah atas skenario Nya yang sangat indah. Rasanya terbayar sudah perjuangan dan kelelahan saya selama bekerja, mengajar ngaji dan berjualan baju. Bahkan itu juga menjadi obat saat saya galau akibat gagal taaruf. Semuanya sungguh tak berarti dibanding kebahagiaan saya saat mimpi saya berhaji di usia muda, akan terwujud. Ternyata Allah tak pernah tidur, selalu mendengarkan dan mengabulkan permohonan hamba-Nya saat kita memohon kepada-Nya.

Di tahun 2004 pula lah, takdir hidup saya berubah. Saat ada teman saya yang memberitahu saya tentang lowongan kerja menjadi pembina asrama di sebuah sekolah berasrama di Serpong, awalnya tak saya gubris. Saya memang pernah bercita-cita ingin mengabdi di sebuah pesantren, saya pernah nyaris bekerja di sebuah pesantren di Kalimantan, saya sudah bertemu perwakilan kantornya di Jakarta, sudah hampir deal dengan tawaran gajinya yang saat itu menggiurkan yaitu satu juta perbulan, yang saya fikir lebih besar dari pendapatan saya di tempat kerja saya mengajar saat itu. Tapi ternyata rencana itu mentok pada restu orang tua saya, terutma mamah mamah tak rela saya pergi jauh, apalagi dalam hitungan dia, gaji segitu tak ada apa-apanya karena biaya hidup di Kalimantan, sangat lah tinggi.  

Ternyata saat kita taat pada orangtua, takdir lebih baik sudah menanti. Sedih wajar, saya sampai menangis tersedu sedu saat pulang dari Tasik dan tidak direstui untuk pergi bekerja ke Kalimantan. Tapi setelah itu saya berusaha move on, dan saat teman saya mengabarkan informasi lowongan di sebuah sekolah berasrama di Serpong Tangerang, saya cuma bergumam, “Ya sudah, saya coba saja, belum tentu lulus juga”.

Tapi ternyata begitulah yang namanya takdir. Saat berharap sangat, tak direstui. Saat pasrah tak berharap, malah datang mendekat dan menghampiri. Saya dinyatakan diterima bekerja di sekolah tersebut dan mulai resmi menjadi pegawai disana sejak bulan Juni tahun 2004. Dan yang harus membuat saya bersyukur, ternyata gaji/pendapatan saya disana jauh lebih besar dibanding bekerja di Kalimantan. Ini tentu akan membuat jalan saya menuju Mekah semakin lancar.

Logika Allah yang memutarbalikkan Logika Manusia

Saya merasakan, saat menguatkan niat hati untuk berhaji, rasanya rejeki semakin lancar dan bertambah. Memang ini juga sebanding dengan ikhtiar yang saya lakukan. Selain mengajar, saya juga bisnis baju. Selain itu, mengajar sukarela di masjid atau mushola terdekat ternyata juga mengundang keberkahan tersendiri. Mungkin, doa dari anak-anak yang kita ajar juga lah yang mengundang datangnya rejeki.
Setelah mengetahui bahwa saya akan berangkat haji tahun 2005, saya jadi memutar ulang memori saat saya datang pertama kali ke bank muamalat untuk membuka tabungan haji di tahun 2002. Hanya dengan menabung 100.000 rupiah saja perbulan, lalu dikabari bahwa saya baru bisa berangkat 20 tahun kemudian, ternyata semua logika manusia itu tak berlaku. Hanya dalam waktu 3 tahun lah akhirnya impian saya naik haji di usia muda, akan terwujud.

Saat mulai bekerja di tahun 2004, saya sudah mendapat porsi keberangkatan tahun haji di tahun 2005. Hanya saja waktu itu, saya harus memilih, apakah saya akan berangkat melalui jalur pemerintah atau saya mengikuti KBIH, Kelompok bimbingan ibadah haji. Jika melalui jalur pemerintah, saya hanya akan mengikuti manasik beberapa kali saja dan selebihnya mandiri, sementara jika ikut jalur bimbingan haji yang dikelola biro travel tertentu, saya akan banyak mendapat pembekalan dan tentu bimbingannya intensif. Walaupun pasti biayanya lebih mahal.

Setelah berfikir banyak hal dan mengenal berbagai KBIH yang menyelenggarakan bimbingan ibadah haji, akhirnya saya putuskan bahwa saya tidak akan mengikuti jalur resmi pemerintah tapi akan bergabung dengna KBIH tertentu. Karena ibadah haji ini mungkin hanya satu kali saya lakukan, entah kapan lagi bisa berangkat ke Mekah, maka sudah seharusnya saya maksimalkan dengan banyak menimba ilmunya. Dan pilihan saya jatuh pada KBIH Daarut Tauhid yang saat itu sangat booming. Jamaah haji Darut Tauhid terkenal sebagai jamaah haji yang tertib, dan manasiknya intensif. Ada sekitar 10 kali pertemuan manasik haji dan satu kali seminar esensi haji serta satu kali praktek manasik bersama di Bandung, pusatnya Darut Tauhid.

Setelah mendapat jadwal manasik haji, saya langsung mengajukan ijin pada atasan saya. Tidak langsung ke kepala madrasah, tapi ke wakil kepala madrasah yang menjadi atasan saya langsung. Saya tidak ingin berita ini cepat tersebar, saya berusaha menyimpannya rapat-rapat dulu, khawatir tidak jadi berangkat sementara berita sudah tersebar. Saya hanya berbagi cerita ini kepada sahabat saya di kantor dan atasan saya sebagai bentuk permohonan ijin mengikuti manasik haji.

Manasik haji berlangsung di Kantor Kementerian Pertanian Jakarta. Kami sudah dbagi kelompok, mendapat ilmu tentang haji dari para kyai dan ulama. Serta berkenalan langsung dengan teman satu kelompok dan satu rombongan, sebagai partner perjalanan haji yang akan bersama-sama selama 40 hari disana.

Alhamdulillah pelayanan KBIH Daarut Tauhid ini sangat memuaskan, kami dimanjakan dengan pembekalan ilmu manasik, bukan hanya ilmu dasar tentang haji saja tapi hingga filosofi dan esensi haji, juga kami dapatkan. Sehingga diharapkan kami bisa menghayati dan menikmati ibadah kami disana, bukan hanya memenuhi kewajiban. Kami menjadi sangat rindu baitullah, kami dilanda ekstase ingin bertemu Rasulullah di Raudhah dan segera ingin pergi kesana secepat mungkin.

Berita tentang keberangkatan haji saya malah tersebar luas di keluarga besar. Orangtua saya saking senangnya segera memberitahu saudara-saudara karena memang baru saya lah anak muda pertama yang berangkat haji. Biasanya yang berangkat adalah para uwa dan bibi saya yang sudah sepuh. Saya adalah anak bungsu dari 5 bersaudara, alhamdulillah bisa menjadi perintis untuk pejuang haji yang akhirnya mengundang niat kakak-kakak saya untuk berhaji. Kakak pertama dan ketiga saya akhirnya mendaftar haji tahun depannya lagi (2016), alhamdulillah.

Setelah mempersiapkan keberangkatan haji baik secara administrasi maupun keilmuan, akhirnya hari keberangkatan pun tiba. Banyak saudara-saudara saya yang ikut mengantar. Setelah syukuran walimatussafar di rumah bibi di Tangerang pada hari Jumat 30 Desember 2005, tak terasa hari bahagia itu pun tiba. Pada hari Sabtu tanggal 31 Desember 2005, jamaah haji rombongan Darut Tauhid pun bersiap-siap meninggalkan tanah air tercinta Indonesia. Saat itu, tempat pertemuannya adalah di masjid at-Tin Jakarta. Rasanya tumpah ruah semua rasa, sedih saat akan berpisah dengan keluarga tapi senang dan terharu saat akan menemui Allah dan Rasulnya melalui kabah di Masjidil Haram Mekah dan Raudhah di masjid Nabawi Madinah.

Rabu, 080817.08.45

#odopfor99days#semester2#day56

Berangkat Haji hanya dengan 100.000?? Bisa... (Bagian Kedua)



Bagian pertama, bisa cek disini

Melanjutkan perjuangan, dengan usaha sampingan dan Arisan
Setelah itu, saya kembali pada rutinitas bekerja. Dari pagi hingga sore, saya kerja mengajar di sebuah sekolah islam di kawasan Karawaci. Sedangkan setelah magrib, saya mengajar anak-anak di mushola sekitar tempat saya tinggal di kawasan Cibodas Tangerang.

Setelah membuka tabungan haji, saya terus berfikir bagaimana caranya agar tabungan haji saya terus bertambah. Jika hanya mengandalkan gaji mengajar saya, tentu tak akan pernah cukup. Satu-satunya jalan untuk mendapatkan uang tambahan adalah dengan berbisnis. Akhirnya saya pun berkonsultasi pada orangtua. Dan orangtua, terutama ibu saya, mamah mendukung dan mengusulkan untuk berjualan baju.

Akhirnya saya pun diskusi panjang lebar dengan mamah tentang bisnis baju apa yang akan saya lakukan. Mamah, yang tinggal di Tasik mengusulkan agar saya berjualan baju khas Tasik yaitu gamis atau stelan dengan bordir Tasik yang khas. Maka mulailah saya menawarkan dagangan saya kepada teman-teman sekantor saya, ada yang bayar tunai, ada juga yang kredit. Mamah yang bertugas sebagai pemasok barang dari Tasik, adalah kunci sukses keberhasilan bisnis saya saat itu. Mamah yang memilih produk, saya yang menawarkan. Hari Senin hingga Jumat saya bekerja sambil menawarkan produk jualan saya, dan saat weekend di hari Sabtu dan Minggu, saya keliling berjualan kepada saudara-saudara saya.

Saat pertama berjualan keliling kepada saudara, saya masih meminta bantuan kakak saya untuk mengantarkan saya berjualan dengan menggunakan motor.. lama-lama saya kasihan pada kakak saya, akhirnya saya pun belajar naik motor. Sempat jatuh dan menabrak beberapa kali, karena kepepet, akhirnya saya bisa juga naik motor. Sepertinya the power of kepepet masih menjadi mantra andalan yang sangat jitu untuk mewujudkan apa yang diinginkan.

Monday, August 7, 2017

Berangkat Haji hanya dengan 100.000?? Bisa... (Bagian Pertama)



Berawal dari Mimpi, Langsung Beraksi

Saat saya kuliah, saya sempat “menyimpan” mimpi ingin berangkat haji di usia muda. Rasanya indah sekali jika saya bisa melihat kabah, mengunjungi makam Rasulullah Saw saat saya masih muda dan kuat untuk berpetualang. Saya ingin, travelling pertama saya adalah ke Mekah. Sebenarnya, awalnya saya ingin menunaikan umroh Ramadhan, yang pahalanya sama dengan haji. Tapi setelah berkonsultasi dengan mamah dan seorang ustadz di Tasik, sebaiknya saya menunaikan ibadah wajib dulu sebelum ibadah sunnah. Maka saya pun mulai bermimpi untuk berhaji. Saya lulus kuliah tahun 2000. Langsung hijrah ke Tangerang untuk membantu menjalankan usaha orangtua. Dan saya mulai menyebarkan lamaran kerja ke beberapa sekolah untuk mengajar. Alhamdulillah saya resmi bekerja di tahun 2001.

Saat saya bekerja di tahun 2001 dengan pendapatan sekitar 500.000 rupiah, hal pertama yang saya fikirkan adalah membuka tabungan haji. Saya mencari informasi dulu dari beberapa sumber, karena saat itu belum banyak bank yang membuka produk tabungan haji. Baru pada tahun 2002 lah saya mendatangi bank untuk mewujudkan mimpi saya. Saat itu, saya ingat bank syariah yang baru ada hanyalah Bank Muamalat. 

Saat saya datangi bank itu, saya ditanya security tentang keperluan saya kesana, saya jawab saya ingin membuka tabungan haji. Lalu saya dipersilakan mendatangi bagian Customer Service (CS). Maka terjadilah percakapan berikut,

CS        : Ada yang bisa dibantu, Bu?

Saya     : Saya mau membuka tabungan haji, mba...

CS        : Mba mau berangkat haji tahun berapa?

Saya     : Saya ga tau mba berangkatnya tahun berapa

CS        : Kalau mba memberitahu kapan ingin berangkat hajinya, nanti saya buatkan simulasinya sehingga diketahui nanti berapa yang harus ibu bayar perbulan nya.

Postingan Favorit