Wednesday, June 6, 2018

Al Zayyan Hari 21 : Kalimat Tak Bersubjek Pada Ayat Kiamat dalam Al Qur'an



Bahasa al-Qur’an adalah bahasa yang indah, mendalam, mudah dimengerti dan tak pernah habis untuk dikaji. Kajian tentang bahasa terpusat pada dua hal, struktur dan makna. Makna sangat terkait dengan konteks. Satu makna yang diungkapkan dengan berbagai kata, salah satu katanya tidak akan mampu mewakili atau menggantikan yang lain. Struktur bahasa al-Qur’an menempatkan posisi huruf dan posisi kata dalam kalimat sangat tepat dan mengandung makna mendalam. Gaya bahasanya, juga berbeda dengan gaya bahasa orang-orang Arab pada umumnya.

Di antara gejala stilistik (gaya bahasa) yang menarik perhatian dalam susastra al-Qur’an adalah gejala tidak diperlukannya fa’il (subjek) atau kalimat tak bersubjek dalam al-Qur’an, khususnya pada ayat-ayat yang berkaitan dengan hari Kiamat. Hal tersebut sangat menarik untuk dikaji, karena struktur kalimat ini konsisten dan terdapat di seluruh ayat tentang hari kiamat.

Tuesday, June 5, 2018

Al Zayyan Hari 20 : Penggunaan Fi’il (Kata Kerja) dengan Kata Ganti yang Bervariasi untuk Kata Malaikat




Ada fenomena menarik dalam Al-Qur’an saat menceritakan tentang Malaikat, terutama dari segi penggunaan fi’il atau kata kerjanya. Dari sisi bentuk kata, Malaikat adalah termasuk kata benda muannats atau berjenis kelamin perempuan, karena ada tanda ta marbuthah  di akhir sebagai ciri kata benda muannats. Kata malaikat adalah bentuk jama’ dari kata malak (ملك).

Ternyata, Allah menggunakan fi’il yang bervariasi saat berbicara tentang malaikat, kadang di satu ayat tertentu menggunakan kata kerja dengan bentuk mudzakkar atau berjenis laki-laki, tapi di ayat lain ada juga yang menggunakan kata kerja dengan bentuk muannats atau berjenis perempuan. Mari kita lihat contohnya

Menggunakan fiil madhi mudzakkar

فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ
Lalu seluruh malaikat itu bersujud semuanya. (Surat Shad ayat 73)

Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah fiil madhi (past tense) yang berjenis laki laki yaitu kata sajada. Jika berjenis perempuan, seharusnya menggunakan kata sajadat ((سجدت.

Lalu, dalam ayat berikut, menggunakan fiil berjenis perempuan (muannats) yaitu :

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (Surat Fushilat ayat 30).

Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah fiil mudhari (present tense) berjenis muannats yaitu kata tatanazzalu (تَتَنَزَّلُ).

Tentu ini menjadi pertanyaan besar, mengapa Allah menggunakan kata kerja yang seolah-olah tidak konsisten saat berbicara tentang Malaikat? Kenapa kadang menggunakan bentuk mudzakkar atau maskulin, dan di tempat lain bentuk muannats atau feminin yang digunakan. Ini menjadi perhatian banyak ulama bahasa dan bahkan para mufassir tekait hikmah dan rahasia dibalik fenomena menarik ini. Begitulah bahasa Al-Qur’an, tak pernah berhenti menuntaskan rasa penasaran para ahli bahasa saat itu, bahkan hingga saat ini masih banyak fenomena bahasa Al-Qur’an yang belum terungkap.

Monday, June 4, 2018

Al Zayyan Hari 19 : Keindahan Makna Ayyaman Ma’dudat (Perbedaan kata Ma’dudat مَّعْـدُودَاتٍ dan Ma’dudah معدودة), Bagian Kedua



Untuk melanjutkan pembahasan tentang ayyaman ma’dudat ini, awalnya saya fikir ini adalah hal sederhana, yang saya bisa fahami secara cepat. Ternyata saat membaca tafsir al-Mishbah karya M. Quraisy Shihab dan membandingkannya dengan analisa seorang dosen bernama Fadhil as Samirai dalam website www.albayanalqurany.com yang berbahasa Arab, saya kebingungan lalu saya pun mendiskusikannya dengan suami. Butuh waktu lama bagi saya untuk memahami ini, kembali bertanya pada suami tentang maksud dari berbagai referensi berbahasa arab yang terkadang membuat saya banyak bertanya tanya. Maka diskusi panjang pun terjadi, sejak sahur dilanjutkan setelah shalat shubuh, diiringi rasa kantuk yang mendera, lanjut lagi siang hari, ternyata seru dan menarik sekali karena analisanya berkembang ke pembahasan ilmu nahwu (sintaksis) dan balaghah.

Sisi menarik dari pembahasan tentang ayyaman ma’dudat ini adalah saat membandingkan redaksi ayat 80 surat al Baqarah dengan ayat 24 surat Ali Imran. Redaksi yang digunakan ternyata hampir mirip yaitu   قَالُوا لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلا أَيَّامًا مَعْدُودَةً yang artinya mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.". Secara umum kedua ayat tersebut menggunakan redaksi yang hampir sama, tapi jika kita amati,  ternyata ada penulisan yang berbeda untuk kata مَعْدُودَةً . Pada ayat 80 surat al Baqarah, tulisan yang digunakan adalah مَعْدُودَةً, sedangkan pada ayat 24 surat Ali Imran, menggunakan tulisan مَّعْـدُودَاتٍ. Mari kita perhatikan penulisan ayat lengkapnya berikut ini :

Postingan Favorit