Wednesday, February 17, 2016

Jodoh yang Indah


Ini adalah kisah dari murid saya yang baru lulus tahun 2013 lalu. Saya menjadi wali asramanya selama 3 tahun, tahu persis bagaimana dinamika kehidupannya saat bertransformasi menjadi orang baik. Usai lulus dari MAN ini, ia melanjutkan kuliah di Jepang. Lama tak mendengar kabarnya, tiba tiba berita mengejutkan itu datang. Ia akan menikah di bulan Februari ini, dengan seorang imam masjid di Tokyo. Berita yang sangat membahagiakan, bahkan mungkin menggemparkan teman seangkatannya karena ia adalah orang pertama yang menikah dari seluruh teman se angkatannya yang berjumlah 120 orang. Saat teman temannya masih berjuang di semester 5, ia memutuskan menikah.

Perjalanannya dalam mendapatkan seorang imam masjid yang hafizh (penghafal Al-Qur’an) di Tokyo tentu membutuhkan perjuangan panjang. Baru menggeluti dunia hafalan Al-Qur’an sejak kuliah di Jepang, ia mantap memilih untuk menghafal Al-qur’an sambil kuliah, bahkan ia sempat cuti semester hanya untuk fokus menghafal Al-Quran. Perjuangannya ikut daurah, menghafal hingga ikut lomba Al-Qur’an, berbuah indah dengan tawaran taaruf dari ustadzahnya. Calon suaminya adalah laki laki asli Jepang, tapi sejak usia 12 tahun pindah ke Afrika Selatan. Dan dua tahun lalu, pindah ke Jepang dan menjadi imam masjid di Tokyo.

Saat Si Cerdas itu Jenuh Belajar


Mengobrol dengan siswa yang berusia remaja, ternyata sangat menyenangkan. Sejak saya mengajar di MAN yang berasrama, sesi ngobrol dengan siswa ini selalu membuat saya bergairah dan banyak memberikan pencerahan. Saya banyak belajar dari problem yang mereka hadapi, kadang malah mereka yang sebenarnya adalah guru kehidupan saya, bukan saya yang mengajari mereka.

Seperti saat si cerdas ini curhat tentang masalahnya, sebut saja namanya Ara. Ara ini adalah sosok siswa yang cerdas dan aktif, beberapa kali ikut kompetisi matematika dan lomba paduan suara. Sejak kelas satu dan dua, akademis tak pernah menjadi masalah berarti baginya. Beberapa temannya remedial di pelajaran Mafikibi, dia jarang sekali ikut remedial. Walaupun sibuk di organisasi, tak membuat akademisnya menjadi tertatih tatih. Tapi saat menginjak kelas 3, terutama di semester dua, kondisinya berubah total. Ia menjadi malas belajar, bahkan mempertanyakan filosofi belajar, untuk apa belajar ini dan itu. Sudah berbagai cara dilakukannya untuk mengatasi masalahnya ini, dari mulai membaca novel, ngobrol sama teman, tidur, dan lain lain, tapi semuanya tak sanggup menghilangkan kejenuhannya dalam belajar.

Ujian itu Bernama Kehilangan


Saya mengenal sosoknya sudah hampir 20 tahun. Dia adalah teman satu organisasi saat kuliah dulu di era tahun 1990 an. Kami tidak kuliah di jurusan yang sama, tapi kedekatan kami dalam organisasi melebihi kedekatan teman satu jurusan kuliah saya. Usai wisuda, kami berjauhan. Sibuk dengan kegiatan masing-masing. Saya sibuk dengan aktivitas mengajar saya, sementara dia sibuk dengan kehidupan rumah tangganya.

Hingga kabar duka itu datang. Suaminya meninggal dalam sebuah peristiwa kecelakaan motor. Meninggal dua orang anak, satu putra dan satu putri yang masih kecil, sahabat saya ini menata satu persatu hidupnya pasca kematian suaminya.

Postingan Favorit