Thursday, January 21, 2016

Saat Mamah Berulang Tahun: Tak Sehebat Uwais dan Haji Badri


Hari ini adalah hari ulang tahunnya mamah saya tercinta. Tepat di usianya 63 tahun, Alhamdulillah mamah masih diberi kesempatan menemani anak dan cucunya untuk mengarungi hidup ini. Setelah menjalani kehidupan sebagai ibu, saya jadi lebih merasakan perjuangan berat mamah membesarkan anak-anaknya. Tak mudah ternyata menjadi seorang ibu, banyak yang harus dikorbankan, harus banyak stok sabar nya, pantas saja ungkapan yang menyatakan bahwa surga ada di telapak kaki ibu.

Saat liburan semester kemarin, saya lebih melihat lagi pengorbanan mamah dalam mengurus liburan cucu cucunya. Kadang kami masih bersantai ria, mamah sudah bangun pagi untuk memasak dan mengurus kebutuhan anak dan cucunya. Beliau lah orang yang paling cape dan paling kurang tidur saat liburan datang. Dan jarang sekali mengeluh. Paling saat kami pulang kembali ke Tangerang, beliau baru bilang bahwa beliau baru bisa beristirahat tanpa diganggu anak dan cucunya.

Saya jadi ingat kisah Uwais. Uwais Al Qarni adalah seorang pemuda miskin, dia sudah lama ditinggal wafat ayahnya sehingga tumbuh menjadi seorang yatim. Uwais bekerja sehari-hari sebagai penggembala yang upahnya tak seberapa. Kesehariannya dihabiskan untuk berbakti kepada ibunya yang sudah renta, dia selalu menyuapi makanan untuk ibunya dengan tangannya sendiri dan menyiapkan segala keperluan ibunya. Suatu ketika, ibunya yang sudah udzur tersebut menyampaikan keinginan untuk menunaikan ibadah haji. Pemuda miskin yang hanya berprofesi sebagai penggembala kambing itupun berfikir keras agar dapat memenuhi keinginan ibu tercintanya. Tidak ada jalan lain bagi Uwais Al Qarni kecuali menggendong ibunya dari Yaman menuju Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Begitu mulianya akhlak Uwais, hingga Rasulullah Saw mengatakan kepada para sahabat lain waktu di Madinah. “Uwais Al Qarni adalah manusia yang tidak terkenal di bumi namun masyhur di langit.”

Anak Bermain Pasir? Why Not?


Dulu kalau kita bermain pasir, mungkin orangtua kita melarang karena khawatir kotor dan membahayakan tubuh. Tapi seiring perkembangan ilmu parenting, banyak teori dan para ahli justru menganjurkan anak untuk banyak bermain pasir, baik di pantai maupun di depan rumah kita dengan meramu sendiri bahan-bahannya.

Ternyata bermain pasir ini termasuk permainan sensori yang sangat penting bagi perkembangan anak. Bermain pasir ini membantu anak mengeksplorasi tiga bidang perkembangan yaitu bidang fisik, kognitif dan sosial emosi.

Wednesday, January 20, 2016

ANYERR, WE ARE COMING


Entah kenapa saya suka sekali pantai. Kapan ya saya pergi pertama kali ke pantai. Saat TK sepertinya saya belum pernah pergi ke pantai. Ketika SD, sepertinya saya ingat mungkin ketika SD lah pertama kalinya pergi ke pantai waktu jalan-jalan sama keluarga ke Yogyakarta. Dengan demikian, pantai Parangtritis Jogjakarta lah pertama kalinya saya berkenalan dengan pantai. Satelah itu, saya ingat saat SMP, bersama teman teman saya pernah pergi ke pantai Karang Bolong Banten. Lalu saat SMA, sepertinya pantai Pangandaran pernah juga saya jambangi. Ketika kuliah dan kerja, lebih banyak lagi pantai yang saya jelajahi seperti pantai di Lampung, pulau Seribu, Untung Jawa dan masih banyak lagi pantai yang sudah saya kunjungi.

Banyak tempat yang dapat kita jadikan media untuk melepas penat sekaligus menjalin kekompkan dengan partner kerja dan partner hidup kita. Bagi saya, pantai tak hanya indah dan menarik tapi juga menantang dan bisa membuat saya menangis. Saat berkunjung ke Adelaide Australia, saya sampai mengunjungi pantai yang sama dua kali dalam seminggu, saking menariknya dan dapat saya jadikan media untuk bercengkerama dengan Nya.

Postingan Favorit