Friday, March 1, 2019

Radikalisasi, Positif atau Negatif?



Pada hari Sabtu tanggal  23 Februari 2019, saya dan 6 guru lainnya diundang untuk berdiskusi dengan tim PPIM /Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat  UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang radikalisasi, ektrismisme berkekerasan dan terorisme, tema yang biasanya saya hindari. Tapi kali ini sepertinya saya harus memberanikan diri untuk mendiskusikan ini bareng rekan kerja saya, yaitu guru PPKn, guru Bahasa Indonesia, guru BK, guru Al-Quran Hadits, guru Ekonomi dan guru sejarah.

Pemandu diskusinya adalah salah satu dosen di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta, yang juga kakak ipar dari salah satu siswa kami. Jadi alhamdulillah diskusi menjadi lebih akrab dan cair. Diskusi ini dalam rangka mengumpulkan informasi terkait rencana lembaga ini untuk membuat sebuah modul panduan guru untuk mencegah ekstrimisme di lingkungan sekolah.

Ternyata diskusi terkait tema ini menjadi menarik dan seru karena berbagai stigma tentang radikalisme yang seolah-olah sudah nempel sekali dengan Islam. Adanya perbedaan respon pemerintah dalam menyikapi satu isyu yang sama, juga menjadi topik perbincangan yang hangat untuk diperdebatkan.         


Setelah diskusi hangat yang seru berlangsung selama 5 jam, diselingi coffee break untuk menghidupkan suasana, ada titik temu yang menarik untuk dikemukakan, bahwa radikalisasi itu tak selamanya negatif. Bagi orang yang ingin menjalankan agamanya, jika itu untuk mempertahankan prinsip positif, sah sah saja disebut radikal. Perlu adanya redefinisi kembali untuk mengubah “image” kata radikalisasi sehingga tidak dipandang selalu negatif dan disesuaikan dengan konteksnya.

Diskusi tentang radikalisasi ternyata tak cukup satu hari, kami pun melanjutkan di hari kedua. Setelah kami diberikan draft panduan pencegahan radikalisme dan ekstrimisme berkekerasan di hari pertama, kami dikumpulkan lagi di hari kedua untuk memberikan masukan terhadap draft panduan pencegahan radikalisme dan ekstrimisme berkekerasan di lingkungan sekolah. Di akhir sesi, kami diberikan suvenir cantik dan keren berlabelkan CONVEY INDONESIA seperti gambar dibawah ini.



Saya sempat bersuuzhan bahwa ini adalah proyek pesanan dan ada yang menggelontorkan dana dengan jumlah fantastis untuk memberikan stigma negatif bahwa radikalisme dan  ekstrimisme ini identik dengan Islam. Di lain pihak, jika ada tindakan kekerasan di ujung dunia sana yang mengintimidasi umat Islam, itu tidak dicap teroris dan ekstrimis. Bahkan dengan suvenir keren yang pastinya mahal itu, lama lama kita seperti mengikuti pesanan mereka dan tergiur dengan proyek besar bernilai nominal yang fantastis yang entah dibiayai siapa. 

Semoga prasangka buruk saya tidak terbukti, bagaimana pandangan anda?    

Semoga Bermanfaat

Jumat, 010319.08.00

#ProgramHamil40Hari#Episode4#Hari7

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit