Friday, March 11, 2016

Resensi Buku : Purnama Hati




 

Judul                : Purnama Hati (Ketika Seorang Ibu Menggugat Dunia)

Penulis             : Miranda Risang Ayu

Penerbit           : IIMaN dan Penerbit Hikmah

Terbit              : 2003

Tebal               : 193 halaman

 

Ini adalah buku lama yang sengaja saya cari kembali untuk merefresh kondisi spiritual saya. Buku ini ditulis oleh Miranda Risang Ayu, seorang ibu yang bekerja sebagai dosen di Fakultas Hukum UNPAD Bandung.. Beberapa kolom dalam buku ini ditulis saat sedang menyelesaikan studi S2 di Sydney Australia atas beasiswa dari AUS IID. Saat bom meledak di Bali tahun 2002, efeknya sangat dirasakan penulis saat tinggal di Sydney. Sebagian tulisan dalam buku ini merupakan “curhat” kegundahan sang penulis atas semua “kegelapan” yang terjadi atas nama agama, dan berbuah harapan untuk menemukan purnama.

 

Buku ini merupakan kumpulan tulisan tentang berbagai hal yang dikemas secara apik oleh penulis. Ia membagi buku ini menjadi 3 bagian besar yaitu bagian I : Dari Relung Terdalam, bagian II : Demi Kata Hati dan bagian III : Mencari Purnama. Pada bagian pertama, mengupas tentang Berani Hidup, Gelembung Sabun, Sukses, Jika Tuhan Bersenda Gurau, Sebuah Penemuan Hati dan lain lain. Pada bagian pertama ini, penulis mengemas beberapa tulisannya dengan bercerita, misalnya pada judul sebuah penemuan hati, ia berkisah tentang seorang wanita yang ingin membuka jilbabnya karena merasa bahwa jilbab selalu menariknya ke belakang. Wanita itu adalah seorang reporter sebuah media massa internasional. Untuk mengejar berita, kerapkali ia bisa pulang larut malam, bahkan mungkin tidak pulang berhari-hari. Pilihan dilematis ini selalu menghantuinya, hingga beberapa waktu kemudian, sang reporter menemukan pencerahan dengan mengatakan, “Ketika tak cukup dialog dengan siapa pun, semula saya sungguh panik. Tetapi ternyata, itulah cara-Nya menghalangi siapapun berdialog dengan saya. Proses ini memperkenalkan saya kepada jilbab yang esensial, ketika penghalang diturunkan, kesendirian terasa hampir sempurna, dan hanya kepada-Nya saya berseru. Kini, saya sungguh mencintai jilbab saya.”

 

Thursday, March 10, 2016

Saat Eza Hujan Hujanan


 

Saat saya kecil, hujan adalah merupakan salah satu moment yang saya rindukan. Entah kenapa, kebanyakan anak kecil biasanya suka main air. Walaupun seringkali dilarang orangtua untuk hujan-hujanan, tapi tetap saja suka dengan hujan ini. Untungnya, rumah saya dulu, ada pekarangan depan yang diberi keramik, jadi sering dimanfaatkan sebagai arena perosotan. Seru dan mengasyikkan ...

 

Nah, Eza ternyata suka sekali main hujan hujanan. Eza yang sempat takut air saat saya ajak renang pertama kali di usia setahun lebih, alhamdulillah setelah beberapa kali diajak renang lagi, Eza malah susah berenti main air. Kadang kalau mbaknya sedang mencuci sendal, atau saat saya mencuci motor, Eza pasti ingin nimbrung dengan main basah basahan. Saya dan suami pun tak melarang. Biarlah saat Eza main air, berenang, atau hujan hujanan, itu adalah saat ia mengekspresikan diri dan saat membangun kekuatan tubuhnya terhadap air. Walau sempat khawatir kena flu setelah main air, tapi tetap saja tak tega melarang, apalgi binar-binar kebahagiaan itu terpancar jelas di wajah Eza saat main air dan hujan hujanan.

 

Saat suami menjadi Khatib Shalat Gerhana Matahari


Hari ini Rabu 9 Maret 2016, rakyat Indonesia patut berbangga karena adanya peristiwa gerhana matahari total yang hanya dapat dinikmati di beberapa tempat saja di Indonesia. Gerhana ini akan terjadi di Samudra Hindia dan berakhir di Lautan Pasifik dekat dengan Hawaii Amerika Serikat. Indonesia merupakan satu-satunya negara yang dapat menikmati peristiwa langka ini secara total di daratan. Beberapa tempat yang dapat menikmati peristiwa gerhana matahari total ini adalah Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi  Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara. Banyak wisatawan yang sengaja berkunjung ke Indonesia, demi menyaksikan fenomena alam langka yang menakjubkan ini.

 

Berbeda dengan beberapa wisatawan yang melihat fenomena gerhana sebagai peristiwa ilmiah semata, bagi kalangan muslim adanya gerhana matahari ini merupakan bukti tanda kebesaran Allah yang harus menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Dan dalam menyambutnya, tak seperti orang lain yang hanya mengabadikan momen ini dengan memasang kamera dan teleskop, sebagai seorang muslim, kita diharuskan memperbanyak ibadah dengan shalat gerhana, dzikir, istigfar, berdoa dan bersedekah.

 

Pagi ini, saya dan keluarga alhamdulillah dapat melaksanakan shalat gerhana matahari di masjid sekolah MAN Insan Cendekia Serpong. Kebetulan, suami menjadi khatib pada moment ini. Sempet deg-degan juga saat diumumkan bahwa suami bertugas sebagai khatib. Sebenarnya sebagai khatib jumat, sudah biasa dilakukannya. Tapi kali ini karena suami sebagai khatib shalat gerhana, saya ikut grogi. Maklum, kalau shalat jumat kan saya tidak melihat langsung, tapi kalau shalat gerhana ini, saya dan beberapa teman akan menyaksikannya, jadi saya khawatir jika kurang maksimal saat pelaksanaannya. Lebay dot com deh.

 

Postingan Favorit