Thursday, April 6, 2023

Mengkritisi Lafadz Niat Puasa : Ramadhani, atau Ramadhana?


 

Tulisan ini tidak akan membahas hukum membaca niat itu apakah boleh diucapkan atau cukup dalam hati. Biarlah itu menjadi kajian di bidang fiqh saja, yang menjadi khazanah kekayaan keilmuan Islam. Perbedaan fiqh itu tak usah diperdebatkan, silakan laksanakan sesuai yang diyakini. Para ulama zaman dahulu, sudah berjuang untuk berijtihad melalui kajian fiqh empat madzhab, ada juga yang berkembang menjadi 5 madzhab, kita yang masih dangkal ilmunya ini masih harus banyak belajar dibanding berdebat satu sama lain.


Tulisan ini hanya akan membahas lafadz niat puasa dari sisi tekstual atau kajian bahasa nya. Selama ini lafadz niat yang sering kita dengar adalah :

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هَذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى

“Sengaja aku berpuasa esok hari untuk menunaikan fardhu puasa pada bulan Ramadhan tahun ini karena Allah Taala”

Yang akan menjadi fokus pembahasan adalah kata Ramadhan, yang sering dibaca dengan harakat fathah di akhir yaitu Ramadhana. Sejak kecil, masyhur sekali kata Ramadhan ini dibaca Ramadhana, padahal ternyata secara kaidah bahasa, itu keliru. Memang tidak akan mempengaruhi hukum puasa kita, puasa kita tetap sah, walaupun kita baca dengan kekeliruan tata bahasa. Tapi tentu jika kita sudah mengetahui cara membaca yang benar, itu akan lebih baik.



Pembahasan tentang lafadz niat ini, ternyata bukan hal baru, sudah banyak kitab karya ulama atau ahli bahasa yang pakar di bidangnya, yang membahas hal ini, diantaranya :
1.        Kitab Alfiyah karangan Ibnu Malik
Dalam salah satu baitnya, beliau berkata :

وجر بالفتحة ما لا ينصرف # ما لم يضف أو يك بعد ال ردف

Artinya: Tiap isim ghairu munsharif  dijarkan (dikasrahkan) dengan harakat fathah, selama tidak mudhaf (diidhafahkan) atau tidak jatuh setelah al

2.        Kitab i’anatut Thalibin, juz 2 halaman 253

(قوله: بالجر لإضافته لما بعده) أي يقرأ رمضان بالجر بالكسرة، لكونه مضافا إلى ما بعده، وهو اسم الإشارة

Artinya: (ucapan penulis: dengan jar/kasrah, karena idlofahnya lafadz Ramadhan terhadap lafadz setelahnya) maksudnya lafadz Ramadhan dibaca jar dengan kasrah, karena kedudukannya sebagai mushaf terhadap lafadz setelahnya yaitu isim isyarah.

3.        Kitab nihayatuzzain halaman 186

نويت صوم غد عن اداء فرض رمضان هذه السنة لله تعالى ايمانا و احتسابا باضافة رمضان الى ما بعده لتتميزعن اضدادها و يغنى عن ذكر الاداء ان يقول عن هذا الرمضان و احتيج لذكره مع هذه السنة و ان اتحد محترزهما اذ فرض غير هذه السنة لا يكون الا قضاء لان لفظ الاداء يطلق و يراد به الفعل كذا قاله الرملى نهاية الزين ١٨٦

4.        Kitab al Naijuri Juz 1 halaman 430

  قوله : رمضان هذه السنة ) باضافة رمضان الى اسم الاشارة لتكون الاضافة معينة لكونه رمضان هذه السنة
البيجورى ١/٤٣٠
Secara umum, keempat kitab tersebut menyatakan bahwa kata Ramadhan yang terdapat dalam lafadz niat yang masyhur, seharusnya dibaca Ramadhaani bukan Ramadhana sebagaimana yang sering kita dengar. Mengapa? Karena kata Ramadhan itu adalah isim ghairu munsharif. Secara singkat isim ghairu munsharif adalah isim yang tidak bisa menerima tanwin dan tanda baca untuk isim ini ketika berkedudukan jar adalah dibaca fathah, misalnya :
شهرُ رمضانَ الذي أنزل ...
Kata Ramadhana dalam ayat diatas dibaca “Syahru Ramadhana

Nah, kata Ramadhan adalah termasuk isim ghairu munsharif yang harus dijarkan dengan kasrah, apabila dibelakangnya terdapat mudhaf ilaih (frase). Dalam lafadz niat tersebut, kata Ramadhan menjadi mudhaf ilaih dari kata syahr, tapi ia juga menjadi mudhaf pada kata hadzihis sanati. Secara kaidah nahwu, seharusnya lafadz Ramadhan dibaca dengan harakat kasrah menjadi RAMADHANIbukan RAMADHANA, karena ia menjadi mudhaf  terhadap lafadz hadzihis sanati.

Untuk memudahkan pemahaman, mari kita lihat perbandingannya dengan kata lain. Kata masjid, bentuk jama’nya adalah masajid, jenis kata yang sama dengan kata Ramadhan. Ada 2 contoh yang bisa menjelaskan hal ini:
1. saya shalat di masjid (أصلي في مساجدَ), kata masajid dibaca fathah menjadi masaajida karena tidak ada lagi kata sesudahnya

2. saya shalat di masjid desa ini (أصلي في مساجدِ هذه القرية ), kata kata masajid dibaca kasrah menjadi masaajidi karena ada kata sesudahnya yaitu  هذه القرية . rangkaian kata itulah yang disebut mudhaf mudhaf ilaih .

Berdasarkan kaidah diatas, kata Ramadhan bisa saja dibaca fathah menjadi :
نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ *رمضانَ هذه السنةَ* لله تعالى
Artinya : Pada tahun ini saya niat puasa esok hari untuk melaksanakan kewajiban bulan Ramadhan karena Allah.

Lafadz tersebut jarang dipakai karena kata pada tahun ini menjadi keterangan waktu untuk kata saya niat. Padahal kenyataanya kita niat hanya membutuhkan waktu yang singkat.

Maka yang benar adalah :
نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ *رمضانِ هذه السنةِ*لله تعالى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adaai fardhi syahri Ramadhani hadzihis sananti lillahi ta’ala.

Lafadz inilah yang dipilih para ulama dalam semua kitab fiqh karena secara kaidah bahasa Arab dan maknanya sudah benar yaitu puasa yang kita kerjakan ini menjadi tertentu puasa Ramadhan tahun sekarang ini.

Jadi, kesimpulannya lafadz niat puasa dalam kata Ramadhan, seharusnya dibaca dengan harakat kasrah menjadi “RAMADHANI” karena selain menjadi mudhaf ilaih juga menjadi mudhaf bagi lafadz hadzihis sanati. Boleh dibaca Ramadhana, tapi kata hadzihis sanata juga harus dibaca fathah.

Apa sih pengaruhnya harakat ni dan na terhadap sahnya puasa?

Bagi sebagian orang, niat itu letaknya dalam hati dan tidak wajib Melafalkannya, maka tidak akan berpengaruh pada sah tidaknya puasa. Secara logika adalah benar, tapi jika kita berniat menggunakan lafadz bahasa Arab, maka harus benar dari sisi kaidah bahasa Arab nya. Karena jika tidak, itu termasuk kategori lahn (لحنatau kekeliruan dalam penyampaian bahasa Arab. Banyak riwayat yang menceritakan bahwa para sahabat nabi, juga ulama setelahnya, sangat membenci lahn karena selain bisa merusak makna, jika dibiarkan akan menjadi kesalahan yang dianggap benar.

Membaca lafadz niat dengan “RAMADHANA” adalah termasuk kategori lahn atau salah karena kesalahan yang sudah menyebar luas di masyarakat, melalui televisi dan mengakar kuat karena sudah ditanamkan sejak kecil. Maka pelan-pelan harus diperbaiki dengan terus disebarkan bahwa lafadz niat yang sudah lama tersebar ini adalah salah dan yang benarnya adalah yang berharakat kasrah yaitu “RAMADHANI”. Atau lafadz lengkapnya adalah
نويتُ صومَ غدٍ عن أداءِ فرضِ شهرِ *رمضانِ هذه السنةِ*لله تعالى
Nawaitu shauma ghadin ‘an adaai fardhi syahri Ramadhani hadzihis sananti lillahi ta’ala.

Semoga bermanfaat.


Wassalam
Serpong, Kamis, 6 April 2023 / 15 Ramadhan 1444 H, 07.50

#KLIP2023
#ProyekRamadhanAlZayyan
#SerunyaBelajarBahasaArab

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit