Dalam al-Qur'an, kita akan menemukan beberapa fenomena
tata bahasa seperti ada dua kata yang (sepertinya) memiliki makna yang sama,
ada lagi beberapa kata yang digunakan untuk menjelaskan satu makna, dll masih
banyak lagi. Kali ini kita akan membahas penggunaan kata nur dan dhiya yang
banyak diartikan sebagai cahaya, padahal maknanya berbeda, yang nanti akan kita
lihat sumbernya dari ayat-ayat al-Qur'an.
Kata nur (نور) dalam
al-Qur’an digunakan sebanyak 33 kali, sedangkan kata dhiya /ضياء digunakan sebanyak 3 kali saja yaitu dalam surat Yunus
ayat 5, al-Anbiya ayat 48 dan al-Qashash ayat 711.
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ
مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ ۚ مَا خَلَقَ اللَّهُ
ذَٰلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dialah yang menjadikan matahari bersinar (dliyaa'an)
dan bulan bercahaya (nuuron) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui. (QS Yunus: 5)
وَلَقَدْ
آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً وَذِكْرًا لِلْمُتَّقِينَ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa dan
Harun Kitab Taurat dan penerangan serta pengajaran bagi orang-orang yang
bertakwa. (QS al-Anbiya: 48)
قُلْ
أَرَأَيْتُمْ إِنْ جَعَلَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ اللَّيْلَ سَرْمَدًا إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ مَنْ إِلَهٌ غَيْرُ اللَّهِ يَأْتِيكُمْ بِضِيَاءٍ أَفَلا
تَسْمَعُونَ
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku, jika Allah
menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan
selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang kepadamu? Maka apakah kamu
tidak mendengar?" (QS al-Qashash: 71)
Pada surat Yunus ayat 5, kata nur dan dhiya disebutkan
secara bersamaan, maka dari ayat inilah kita bisa lihat perbedaannya. Dalam
ayat tersebut, kata nur disebutkan setelah qamar (bulan),
sedangkan kata dhiya disebutkan setelah syams (matahari).
Pada abad-abad peradaban awal, bulan dipercayai
memiliki sinar dari dirinya sendiri. Tapi seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan, menyatakan sinar bulan bukan dari dirinya sendiri tapi pantulan
sinar matahari. Sedangkan sinar Matahari bersumber dari dirinya sendiri.
Ahli tafsir mengartikan dhiya'-nya matahari dengan
kata sinar, bukan dengan kata cahaya. Sedangkan bulan memancarkan cahaya
lantaran mendapat "suplay" cahaya dari matahari, dan di ayat tersebut
bulan disebut dengan kata an-nuur yang dikenal dengan kata cahaya.
Dengan demikian berdasarkan ayat diatas dapat
disimpulkan bahwa nur dan dhiya itu berbeda.
Nur bermakna cahaya yang merupakan pantulan, sedangkan dhiya bermakna sinar
yang berasal dari dirinya sendiri. Sesuatu yang bersinar (matahari) sudah pasti
akan memancarkan pula cahayanya, tetapi sesuatu yang bercahaya (bulan) belum
tentu atau bahkan tidak mampu memancarkan/memberikan sinar dengan baik.
Meskipun bulan hanya pantulan sinar dari matahari, tetapi keindahan cahayanya
tak kalah penting bagi manusia daripada sinar matahari. Dan keduanya, sama-sama
penting, dibutuhkan dan bermanfaat manusia.
Semoga Bermanfaat
Sumber Foto :
Wassalam
Tasikmalaya, Sabtu,
9 Juni 2018 / 24
Ramadhan 1439 H, 05.30 repost dari Sabtu, 26 April 2014
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan
#AlZayyanHari24
#Karya5TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
No comments:
Post a Comment