Al-Qur’an adalah mujizat yang tak pernah
habis untuk dikaji. Banyak aspek kemujizatan al-Qur’an yang menjadi sumber
decak kekaguman, diantaranya aspek bahasa al-Qur’an (al-ijaz al balaghi).
Mujizat tersebut dapat dikorelasikan dengan kemukjizatan ilmiah (al i’jaz al
‘ilmiy) al-Qur’an. Istilah al I’jaz al ‘Ilmiy (kemukjizatan
ilmiah) al Qur’an mengandung makna bahwa sumber ajaran agama tersebut telah
mengabarkan kepada kita tentang fakta-fakta ilmiah yang kelak ditemukan dan
dibuktikan oleh eksperimen sains umat manusia, yang mungkin belum dapat dicapai
atau diketahui dengan sarana kehidupan yang ada pada jaman Rasulullah saw.
Banyak sisi menarik yang muncul dari
ayat-ayat al-Qur’an, yang layak dibahas dan mendapat perhatian khusus dari sisi
bahasa dan sisi ilmiahnya, diantaranya dalam hal penyebutan kata pendengaran (السَّمْعَ) dan penglihatan (الْأَبْصَارَ / بصَرَ ).
Ada dua hal yang menarik saat membahas kata pendengaran dan penglihatan yaitu
didahulukannya kata pendengaran dari penglihatan serta penggunaan
bentuk tunggal untuk kata pendengaran, sementara untuk penglihatan kadang
menggunakan bentuk tunggal, tapi lebih sering menggunakan bentuk jama’. Tentu
ini bukan hal kebetulan da nada argumentasinya. Mari kita perhatikan
korelasi antara kemujizatan bahasa dan kemujizatan ilmiah al-Qur’an saat
membahas hal tersebut.
Kata pendengaran
(السَّمْعَ) secara khusus dalam al-Qur’an disebutkan
sebanyak 22 kali dan selalu disebutkan dalam bentuk tunggal yaitu dalam surat
al-Baqarah: 7, 20, al-An’aam: 46, Yunus: 31, Hud: 20, al-Hijr: 18, an-Nahl: 78,
108, al-Isra: 36, al-Muminun: 78, asy-Syu’ara: 212, 223, as-Sajdah: 9, Qaaf:
37, al-Mulk: 23, al-Jinn: 9, al-Kahfi: 101, Fushshilat: 20, 22, al-Jatsiyah:
23, al-Ahqaf: 26.
Diantara contoh ayat-ayat yang menyebutkan kata
pendengaran (السَّمْعَ) dan
penglihatan (الْأَبْصَارَ / بصَرَ ) secara bersamaan adalah :
خَتَمَ
اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ وَعَلَى سَمْعِهِمْ وَعَلَى أَبْصَارِهِمْ
غِشَاوَةٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka,
dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang
amat berat. (QS. al-Baqarah: 7)
وَلَوْ
شَاءَ اللَّهُ لَذَهَبَ بِسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ إِنَّ
اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
Jika Allah menghendaki, niscaya Dia
melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka.
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Baqarah: 20)
قُلْ أَرَأَيْتُمْ إِنْ أَخَذَ
اللَّهُ سَمْعَكُمْ وَأَبْصَارَكُمْ وَخَتَمَ عَلَى
قُلُوبِكُمْ
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku
jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta
menutup hatimu, (QS. al-an’aam: 46)
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ
Katakanlah: "Siapakah yang memberi
rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, (QS. Yunus: 31)
أُولَئِكَ الَّذِينَ طَبَعَ اللَّهُ عَلَى
قُلُوبِهِمْ وَسَمْعِهِمْ وَأَبْصَارِهِمْ وَأُولَئِكَ هُمُ
الْغَافِلُونَ
Mereka itulah orang-orang yang hati, pendengaran dan
penglihatannya telah dikunci mati oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang
lalai. (QS. an-Nahl: 108)
Pada ayat-ayat di atas, kata pendengaran
selalu disebutkan dalam bentuk tunggal, sedangkan kata penglihatan disebutkan
dalam bentuk jama’. Ada juga beberapa ayat yang menyebutkan penglihatan dalam
bentuk tunggal, diantaranya :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ
إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ
عَنْهُ مَسْئُولًا
Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al-Isra’:39)
Argumentasi ilmiah didahulukannya kata pendengaran
dari penglihatan adalah:
Pertama, Sesungguhnya pendengaran adalah organ tubuh manusia
yang pertama kali bekerja ketika seorang manusia lahir di dunia. Maka, seorang
bayi ketika saat pertama kali lahir, ia bisa mendengar terlebih dahulu daripada
melihat. Karena itu tuntunan Islam mengajarkan saat bayi lahir, hal pertama
yang harus dilakukan adalah memperdengarkan adzan pada sang bayi. Kedua, Pendengaran
adalah organ yang tidak pernah tidur atau pun istirahat. Dan organ tubuh yang
tidak pernah tidur maka lebih tinggi (didahulukan) daripada makhluk atau organ
yang bisa tidur atau istirahat. Telinga tidak tidur selama-lamanya sejak awal
kelahirannya, ia bisa berfungsi sejak detik pertama lahirnya kehidupan yang
pada saat organ-organ lainnya baru bisa berfungsi setelah beberapa saat atau
beberapa hari, bahkan sebagian baru berfungsi setelah beberapa tahun kemudian.
Dan telinga pulalah yang merupakan alat pendengar panggilan penyeru pada hari
qiamat kelak ketika terompet dibunyikan. Ketiga, mata
membutuhkan cahaya untuk bisa melihat, sedangkan telinga tidak memerlukan hal
lain. Maka, jika dunia dalam keadaan gelap, mata tidak bisa melihat, walaupun
kondisi mata tidak rusak. Akan tetapi telinga bisa mendengar apapun, baik siang
maupun malam; dalam gelap maupun terang benderang. Jika kita bangun tidur, lalu
kita letakkan tangan di dekat mata, maka mata tersebut tidak akan merasakannya.
Akan tetapi jika ada suara berisik di dekat telinga, maka kita akan terbangun
seketika. Keempat, telinga adalah penghubung antara
manusia dengan dunia luar. Allah ta'ala ketika ingin menjadikan ashhabul kahfi
tidur selama 309 tahun, Allah berfirman:
فضربنا على آذانهم في الكهف سنين عددا
Maka Kami tutup telinga-telinga mereka selama
bertahun-tahun (selama 309 tahun) (Q.S. Al-Kahfi: 11)
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa ketika telinga
ditutup sehingga tidak bisa mendengar, maka orang akan tertidur selama
beratus-ratus tahun tanpa ada gangguan. Hal ini karena gerakan-gerakan manusia
pada siang hari menghalangi manusia dari tidur pulas, dan sebaliknya tenangnya
manusia (tanpa ada aktivitas) pada malam hari menyebabkan manusia bisa tidur
pulas.
Sedangkan hal menarik lainnya yang layak untuk dikaji
adalah mengapa kata "pendengaran" dalam hampir semua ayat diatas
berbentuk tunggal (mufrad) sedangkan kalimat "penglihatan" dalam
bentuk jamak ? Padahal, bisa saja Allah mengatakannya
أسماعكم و
أبصاركم
Pendengaran-pendengaran kalian, dan
penglihatan-penglihatan kalian,.
Ternyata, mata adalah indera yang bisa diatur
sekehendak manusia, kita bisa melihat dan bisa tidak melihat, kita bisa
memejamkan mata bila kita tidak ingin melihat sesuatu atau memalingkan wajah ke
arah lain. Akan tetapi telinga tidak memiliki kemampuan itu, ingin mendengar
atau tidak ingin mendengar, maka kita tetap mendengarnya. Misalnya, kita berada
dalam sebuah ruangan yang didalamnya terdapat 10 orang yang saling berbicara,
maka kita akan mendengar semua suara mereka, baik ingin mendengarnya atau
tidak; kita bisa memalingkan pandangan, maka kita akan melihat siapa saja yang
ingin dilihat dan kita tidak bisa melihat orang yang tidak ingin kita lihat.
Akan tetapi, kita tidak mampu memilih apa yang hanya ingin kita dengar
perkataannya atau mengabaikan yang tidak ingin didengar. Paling-paling kita
hanya bisa seolah-olah tidak tahu atau seolah-olah tidak mendengar suara yang
tidak ingin anda dengar, akan tetapi pada hakikatnya semua suara tersebut
sampai ke telinga kita, mau atau pun tidak.
Jadi mata memiliki kemampuan untuk memilih sedangkan
pendengaran tak punya kemampuan memilih, sehingga pantas Allah ta'ala
menyebutkan kata "penglihatan" dalam bentuk jamak,
dan kata "pendengaran" dalam bentuk tunggal. Karena
setiap mata berbeda-beda pada yang dilihatnya, akan tetapi pendengaran
mendengar hal yang sama. Setiap kita memiliki mata, ia melihat apa saja yang ia
mau lihat; akan tetapi kita tidak mampu memilih hal yang mau kita dengarkan,
kita mendengarkan apa saja yang berbunyi, suka atau tidak suka.
Argumentasi lain, secara
aktivitas organ tubuh manusia,
diketahui bahwa indera
penglihatan manusia lebih dahulu
hilang daripada indera pendengaran, pada saat manusia tidur, pingsan,
menjelang kematian, ketika terbang di ketinggian, atau
ketika berkurangnya darah di otak dan lain-lain. Pada
semua kondisi tersebut indera pendengaran tidak
akan hilang sebelum hilangnya indera penglihatan. Manusia akan mampu mendengar
suara yang sampai ke ke telinganya dari berbagai arah dan
ketinggian. Berarti pendengaran bekerja
360 derajat. Sedangkan penglihatan tidak akan mampu beroperasi
pada kondisi tersebut, hanya 180 derajat pada posisi Horizontal dan 145 pada
posisi Vertikal. Gelombang cahaya bagi
penglihatan selalu berada pada garis lurus, jika terhalang maka tidak akan
mampu bekerja, Akan tetapi gelombang suara akan berjalan di
semua arah dan melewati seluruh sisi yang di lewatinya. Gelombang cahaya
juga mampu berjalan di dalam benda cair dan
menyampaikannya kepada manusia melalui dinding. (Ensiklopedia
ilmiah al-Qur’an)
Demikianlah pembahasan tentang pendengaran
dan penglihatan dalam ayat-ayat al-Qur’an, yang menunjukkan adanya korelasi
antara kemujizatan bahasa al-Qur’an dengan kemujizatan ilmiahnya.
Dari berbagai sumber.
Semoga bermanfaat.
Wassalam
Tasikmalaya, Jumat, 8 Juni 2018 / 23 Ramadhan 1439 H, 06.00 repost dari Senin, 2 Desember 2013
Tasikmalaya, Jumat, 8 Juni 2018 / 23 Ramadhan 1439 H, 06.00 repost dari Senin, 2 Desember 2013
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan
#AlZayyanHari23
#Karya5TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
No comments:
Post a Comment