Pra kontra urusan vaksin ini tak membuat saya dan
suami pusing, kami percaya sepenuhnya pada kebijakan pemerintah dan tentu saja
para dokter yang sudah malang melintang di dunia per vaksinan. Bukan tak
mempedulikan isu tak halal nya vaksin, tapi kami percaya bahwa pemerintah sudah
mempertimbangkan banyak hal dan tentu saja kami sayang pada para ibu hamil yang
ingin menjaga bayinya, jadi kami memutuskan tetap akan memberikan vaksin
rubella pada Eza.
Awalnya kami ingin memvaksin Eza di bulan September
nanti di puskesmas terdekat. Tapi saat Rabu malam kemarin, teman saya yang
menjadi perawat di kantor kami, memberitahu bahwa ada sisa vaksin yang masih
bisa dipakai, karena ada siswa yang sakit sehingga tak tak bisa divaksin sore
tadi. Tapi waktunya harus malam itu juga karena vaksin yang sudah “dioplos”
hanya bisa bertahan selama 6 jam. Saya yang saat itu sedang mengajar di asrama,
langsung pulang untuk berdiskusi dengan suami. Kami pun sepakat untuk memvaksin
saat itu.
Eza hanya diberitahu bahwa ia akan diobati oleh
perawat di kantor kami, ia terus saja bertanya kenapa. Mungkin karena ia merasa
tak sakit, ko harus diobati. Kami takut jika Eza diberitahu akan disuntik, ia
akan menolak. Maka dengan dibekali tablet supaya anteng, kami pun membawa Eza
ke poliklinik kantor, sambil deg-degan membayangkan Eza akan nangis dan meronta
ronta saat disuntik nanti.
Tiba di poliklinik, perawat pun mempersiapkan jarum
suntik dan tetek bengeknya. Saya dan suami membagi tugas secara otomatis. Saya
mendampingi Eza, suami mendokumentasikan proses disuntiknya Eza. Perawat pun
membujuk Eza dengan berbagai cara. Saya memegang tangan Eza, lalu membuka
lengannya, sambil memberitahu Eza bahwa tangannya akan diobati. Eza anteng
dengan tabletnya yang entah memutar video apa, video sumpah palapa kalo ga
salah (haha)...
Daaan saat disuntik, ternyataaa Eza tak menangis
saudara-saudara. Ia hanya kaget dan melihat tangannya, sempat mulutnya agak
melebar ingin menangis, tapi ternyata hanya sampai hampir menangis, wajahnya
sudah menunjukkan kesedihan tapi saya terus memeluknya, menguatkannya dan Eza
pun tak jadi menangis. Saya dan suami kaget, ternyata Eza tak menangis,
melebihi ekspetasi kami yang mengira bahwa Eza akan menolak untuk disuntik. Perawatnya
juga heran, biasanya anak seumur Eza, menangis kencang dan meronta ronta saat
disuntik, bahkan saya sudah menyiapkan tangan jika Eza meronta ronta, ternyata
itu tak terjadi sama sekali. Berikut adalah video saat-saat Eza divaksin.
Duh senang dan bangganya menyaksikan Eza belajar
menjadi pribadi tangguh, menahan rasa sakit, belajar tak cengeng di saat ia
bisa menangis, sungguh kami sebagai orang tuanya yang menyaksikan tumbuh
kembangnya sejak kecil, rasanya bangga sekali punya anak seperti Eza, tak susah
minum obat, disuntik tak teriak, kalau jatuh pun kadang ia tak bilang, tak mau
menunjukkan rasa sakit di depan kami, orang tuanya. Semoga ini adalah awal
tumbuhnya ketangguhan dalam hatimu, nak... di masa depan nanti, akan banyak
rasa sakit dan kecewa yang akan menerpamu, tapi semoga ketangguhanmu yang sudah
dilatih sejak kecil, akan menjadi perisaimu saat dewasa nanti. Aamiin
Keterangan:
Foto diambil esok harinya, saat Eza tak mau melepas bekas plesternya.
Semoga Bermanfaat
Ahad, 270817.00.40
#Tantangan10HariLevel7
#day9
#KuliahBunSayIIP
#BintangKeluarga
#odopfor99days#semester2#day68
No comments:
Post a Comment