Yang belum baca bagian pertama, bisa cek disini
Bagian kedua, disini
Mimpi itu perlahan-lahan Terwujud, Berkah
silaturahmi
Pada awal tahun 2004, saya ikut mengantarkan orangtua saya
bersilaturahmi dengan “mantan” pembimbing haji nya dulu, saat berangkat haji
tahun 1993. Keharuan pertemuan mereka, yang sepertinya menumbuhkan kenangan
indah saat berhaji ke tanah suci, sangat terekam jelas dalam memori saya.
Cerita-cerita mereka saat di Mekah dan Madinah, sukses menumbuhkan kerinduan
saya untuk merasakan sensasi Kota Mekah dan Madinah.
Di sela-sela perbincangan, mamah iseng menanyakan pendaftaran
haji. Menurut pembimbingnya, masih ada kuota untuk keberangkatan tahun depan dengan
syarat, melunasi uang muka keberangkatan sebagai tiket untuk mendapatkan nomor
porsi haji. Saya tidak berharap banyak karena sadar diri bahwa tabungan haji
saya belum mencukupi, tapi ternyata skenario Allah seringkali tak berbanding
lurus dengan logika manusia.
Mamah ternyata menanyakan itu untuk merencanakan mimpi saya
berhaji. Ia langsung bergerak cepat, dengan menggunakan senjata utama arisan
saya yang akan menang beberapa bulan ke depan, ia hubungi adiknya, yaitu bibi
saya untuk meminjamkan uang dulu untuk membayar uang muka biaya haji, yang
nanti akan dibayar saat saya menang arisan. Alhamdulillah, bibi saya bersedia
meminjamkan. Saat itu, saya harus menyiapkan 20 juta agar saya dapat porsi
untuk berangkat haji tahun depan. Saya ambil seluruh tabungan haji saya,
ditambah pinjaman dari bibi saya, ternyata cukup untuk “membeli” tiket
keberangkatan haji.
Membayangkan bisa berangkat haji secepat itu saja, tak pernah
terfikirkan oleh saya. Logika saya, saat saya menabung haji, ditambah arisan
dan hasil berjualan bisnis baju, takkan bisa membuat saya berangkat secepat
itu. Tetapi begitulah logika Allah yang tak mengenal kata sulit, semuanya serba
mungkin dan mudah sekali bagi Allah untuk membuat segala sesuatu itu terjadi.
Ternyata setelah sekian lama berjuang, dibantu gerak cepat ibu saya, akhirnya
tiket haji pun saya dapatkan. Saat itu, antrian haji tak sebanyak sekarang.
Saat itu, jika kita mendaftar haji tahun ini, maka tahun depannya bisa langsung
berangkat. Maka saat saya mendaftar tahun 2004, saya langsung mendapat tiket
berangkat haji untuk tahun keberangkatan 2005.
Bagaimana rasanya? Sangat bahagia dan penuh syukur.
Berkali-kali saya sujud syukur dan berterima kasih pada Allah atas skenario Nya
yang sangat indah. Rasanya terbayar sudah perjuangan dan kelelahan saya selama
bekerja, mengajar ngaji dan berjualan baju. Bahkan itu juga menjadi obat saat
saya galau akibat gagal taaruf. Semuanya sungguh tak berarti dibanding
kebahagiaan saya saat mimpi saya berhaji di usia muda, akan terwujud. Ternyata
Allah tak pernah tidur, selalu mendengarkan dan mengabulkan permohonan
hamba-Nya saat kita memohon kepada-Nya.
Di tahun 2004 pula lah, takdir hidup saya berubah. Saat ada
teman saya yang memberitahu saya tentang lowongan kerja menjadi pembina asrama
di sebuah sekolah berasrama di Serpong, awalnya tak saya gubris. Saya memang
pernah bercita-cita ingin mengabdi di sebuah pesantren, saya pernah nyaris
bekerja di sebuah pesantren di Kalimantan, saya sudah bertemu perwakilan
kantornya di Jakarta, sudah hampir deal dengan tawaran gajinya yang saat itu
menggiurkan yaitu satu juta perbulan, yang saya fikir lebih besar dari
pendapatan saya di tempat kerja saya mengajar saat itu. Tapi ternyata rencana
itu mentok pada restu orang tua saya, terutma mamah mamah tak rela saya pergi
jauh, apalagi dalam hitungan dia, gaji segitu tak ada apa-apanya karena biaya
hidup di Kalimantan, sangat lah tinggi.
Ternyata saat kita taat pada orangtua, takdir lebih baik
sudah menanti. Sedih wajar, saya sampai menangis tersedu sedu saat pulang dari
Tasik dan tidak direstui untuk pergi bekerja ke Kalimantan. Tapi setelah itu
saya berusaha move on, dan saat teman saya mengabarkan informasi lowongan di
sebuah sekolah berasrama di Serpong Tangerang, saya cuma bergumam, “Ya sudah,
saya coba saja, belum tentu lulus juga”.
Tapi ternyata begitulah yang namanya takdir. Saat berharap
sangat, tak direstui. Saat pasrah tak berharap, malah datang mendekat dan
menghampiri. Saya dinyatakan diterima bekerja di sekolah tersebut dan mulai
resmi menjadi pegawai disana sejak bulan Juni tahun 2004. Dan yang harus
membuat saya bersyukur, ternyata gaji/pendapatan saya disana jauh lebih besar
dibanding bekerja di Kalimantan. Ini tentu akan membuat jalan saya menuju Mekah
semakin lancar.
Logika Allah yang memutarbalikkan Logika Manusia
Saya merasakan, saat menguatkan niat hati untuk berhaji,
rasanya rejeki semakin lancar dan bertambah. Memang ini juga sebanding dengan
ikhtiar yang saya lakukan. Selain mengajar, saya juga bisnis baju. Selain itu,
mengajar sukarela di masjid atau mushola terdekat ternyata juga mengundang
keberkahan tersendiri. Mungkin, doa dari anak-anak yang kita ajar juga lah yang
mengundang datangnya rejeki.
Setelah mengetahui bahwa saya akan berangkat haji tahun 2005,
saya jadi memutar ulang memori saat saya datang pertama kali ke bank muamalat
untuk membuka tabungan haji di tahun 2002. Hanya dengan menabung 100.000 rupiah
saja perbulan, lalu dikabari bahwa saya baru bisa berangkat 20 tahun kemudian,
ternyata semua logika manusia itu tak berlaku. Hanya dalam waktu 3 tahun lah
akhirnya impian saya naik haji di usia muda, akan terwujud.
Saat mulai bekerja di tahun 2004, saya sudah mendapat porsi
keberangkatan tahun haji di tahun 2005. Hanya saja waktu itu, saya harus
memilih, apakah saya akan berangkat melalui jalur pemerintah atau saya
mengikuti KBIH, Kelompok bimbingan ibadah haji. Jika melalui jalur pemerintah,
saya hanya akan mengikuti manasik beberapa kali saja dan selebihnya mandiri,
sementara jika ikut jalur bimbingan haji yang dikelola biro travel tertentu,
saya akan banyak mendapat pembekalan dan tentu bimbingannya intensif. Walaupun
pasti biayanya lebih mahal.
Setelah berfikir banyak hal dan mengenal berbagai KBIH yang
menyelenggarakan bimbingan ibadah haji, akhirnya saya putuskan bahwa saya tidak
akan mengikuti jalur resmi pemerintah tapi akan bergabung dengna KBIH tertentu.
Karena ibadah haji ini mungkin hanya satu kali saya lakukan, entah kapan lagi
bisa berangkat ke Mekah, maka sudah seharusnya saya maksimalkan dengan banyak
menimba ilmunya. Dan pilihan saya jatuh pada KBIH Daarut Tauhid yang saat itu
sangat booming. Jamaah haji Darut Tauhid terkenal sebagai jamaah haji yang
tertib, dan manasiknya intensif. Ada sekitar 10 kali pertemuan manasik haji dan
satu kali seminar esensi haji serta satu kali praktek manasik bersama di
Bandung, pusatnya Darut Tauhid.
Setelah mendapat jadwal manasik haji, saya langsung
mengajukan ijin pada atasan saya. Tidak langsung ke kepala madrasah, tapi ke
wakil kepala madrasah yang menjadi atasan saya langsung. Saya tidak ingin
berita ini cepat tersebar, saya berusaha menyimpannya rapat-rapat dulu,
khawatir tidak jadi berangkat sementara berita sudah tersebar. Saya hanya
berbagi cerita ini kepada sahabat saya di kantor dan atasan saya sebagai bentuk
permohonan ijin mengikuti manasik haji.
Manasik haji berlangsung di Kantor Kementerian Pertanian
Jakarta. Kami sudah dbagi kelompok, mendapat ilmu tentang haji dari para kyai
dan ulama. Serta berkenalan langsung dengan teman satu kelompok dan satu
rombongan, sebagai partner perjalanan haji yang akan bersama-sama selama 40
hari disana.
Alhamdulillah pelayanan KBIH Daarut Tauhid ini sangat
memuaskan, kami dimanjakan dengan pembekalan ilmu manasik, bukan hanya ilmu
dasar tentang haji saja tapi hingga filosofi dan esensi haji, juga kami
dapatkan. Sehingga diharapkan kami bisa menghayati dan menikmati ibadah kami
disana, bukan hanya memenuhi kewajiban. Kami menjadi sangat rindu baitullah,
kami dilanda ekstase ingin bertemu Rasulullah di Raudhah dan segera ingin pergi
kesana secepat mungkin.
Berita tentang keberangkatan haji saya malah tersebar luas di
keluarga besar. Orangtua saya saking senangnya segera memberitahu
saudara-saudara karena memang baru saya lah anak muda pertama yang berangkat
haji. Biasanya yang berangkat adalah para uwa dan bibi saya yang sudah sepuh.
Saya adalah anak bungsu dari 5 bersaudara, alhamdulillah bisa menjadi perintis
untuk pejuang haji yang akhirnya mengundang niat kakak-kakak saya untuk
berhaji. Kakak pertama dan ketiga saya akhirnya mendaftar haji tahun depannya
lagi (2016), alhamdulillah.
Setelah mempersiapkan keberangkatan haji baik secara
administrasi maupun keilmuan, akhirnya hari keberangkatan pun tiba. Banyak
saudara-saudara saya yang ikut mengantar. Setelah syukuran walimatussafar di
rumah bibi di Tangerang pada hari Jumat 30 Desember 2005, tak terasa hari
bahagia itu pun tiba. Pada hari Sabtu tanggal 31 Desember 2005, jamaah haji
rombongan Darut Tauhid pun bersiap-siap meninggalkan tanah air tercinta
Indonesia. Saat itu, tempat pertemuannya adalah di masjid at-Tin Jakarta.
Rasanya tumpah ruah semua rasa, sedih saat akan berpisah dengan keluarga tapi
senang dan terharu saat akan menemui Allah dan Rasulnya melalui kabah di
Masjidil Haram Mekah dan Raudhah di masjid Nabawi Madinah.
Rabu, 080817.08.45
#odopfor99days#semester2#day56
No comments:
Post a Comment