Bagian pertama, bisa cek disini
Melanjutkan perjuangan, dengan usaha sampingan
dan Arisan
Setelah itu, saya kembali pada rutinitas bekerja. Dari pagi
hingga sore, saya kerja mengajar di sebuah sekolah islam di kawasan Karawaci.
Sedangkan setelah magrib, saya mengajar anak-anak di mushola sekitar tempat
saya tinggal di kawasan Cibodas Tangerang.
Setelah membuka tabungan haji, saya terus berfikir bagaimana
caranya agar tabungan haji saya terus bertambah. Jika hanya mengandalkan gaji
mengajar saya, tentu tak akan pernah cukup. Satu-satunya jalan untuk
mendapatkan uang tambahan adalah dengan berbisnis. Akhirnya saya pun
berkonsultasi pada orangtua. Dan orangtua, terutama ibu saya, mamah mendukung
dan mengusulkan untuk berjualan baju.
Akhirnya saya pun diskusi panjang lebar dengan mamah tentang
bisnis baju apa yang akan saya lakukan. Mamah, yang tinggal di Tasik
mengusulkan agar saya berjualan baju khas Tasik yaitu gamis atau stelan dengan
bordir Tasik yang khas. Maka mulailah saya menawarkan dagangan saya kepada
teman-teman sekantor saya, ada yang bayar tunai, ada juga yang kredit. Mamah
yang bertugas sebagai pemasok barang dari Tasik, adalah kunci sukses
keberhasilan bisnis saya saat itu. Mamah yang memilih produk, saya yang
menawarkan. Hari Senin hingga Jumat saya bekerja sambil menawarkan produk
jualan saya, dan saat weekend di hari Sabtu dan Minggu, saya keliling berjualan
kepada saudara-saudara saya.
Saat pertama berjualan keliling kepada saudara, saya masih
meminta bantuan kakak saya untuk mengantarkan saya berjualan dengan menggunakan
motor.. lama-lama saya kasihan pada kakak saya, akhirnya saya pun belajar naik
motor. Sempat jatuh dan menabrak beberapa kali, karena kepepet, akhirnya saya
bisa juga naik motor. Sepertinya the power of kepepet masih menjadi mantra
andalan yang sangat jitu untuk mewujudkan apa yang diinginkan.
Setelah saya bisa naik motor, semangat saya semakin
menggelora. Setiap akhir minggu, saya berkeliling berjualan baju kepada
saudara-saudara saya, sambil menagih cicilan pelanggan yang membeli baju secara
kredit. Memang orang Tasik itu terkenal sebagai tukang kredit. Akhirnya saya
mengalami juga profesi sebagai tukang kredit. Tujuan saya memang satu, saya
bisa terus menambah tabungan haji.
Alhamdulillah bisnis saya berjalan lancar, memang melelahkan
menjalani hari yang padat tiada henti untuk menambah pundi pundi tabungan haji
saya. Selama halal, walau melelahkan, tetap saya jalani dengan sepenuh hati.
Setiap bulan, saya terus menambah setoran tabungan saya, tentu tidak dengan
100.000 saja. Setiap mendapatkan kelebihan rejeki, saya tambah setoran tabungan
haji saya.
Saat saya meniatkan diri saya untuk berhaji, entah kenapa
rejeki saya terus bertambah. Ide–ide saya terus bermunculan. Bisnis pakaian
yang saya jalani, kemudian berkembang menjadi sebuah toko pakaian di Pasar
Malabar Tangerang dengan nama “Ungu Farobi”. Saya mengundang teman saya di ITB
untuk menjadi investor saya, dan dia mau. Herannya, percaya saja dengan
temannya yang pemula ini. Saya ingat, saat itu dia investasi sebesar 5 juta.
Saya tak sia-siakan kesempatan itu, uang itu kemudian digunakan untuk sewa toko
untuk memperluas jangkauan bisnis saya.
Ide gila lain pun muncul. Saat itu, acara mabit di
masjid-masjid Tangerang, sedang mulai berkembang. Saya langsung hubungi
panitianya, untuk mendaftar sebagai peserta bazaarnya. Saya ingat, saya
berjualan seperti pedagang kaki lama, saat ada acara mabit di Masjid Raya
Al-Adhom Tangerang. Saya merasakan, betapa tak mudah perjuangan saya untuk
berangkat haji. Saya juga turut merasakan perjuangan para pedagang kaki lima
dalam menjajakan dagangannya. Sungguh rasanya saat itu ingin menangis dan
berhenti berjuang. Rasa malu, lelah hingga nyaris putus asa, sempat saya alami.
Berjuta pengalaman yang menguras emosi dan air mata, turut membentuk karakter
saya hingga menjadi kuat dan tegar dalam menghadapi tantangan apapun.
Pengalaman berjualan ini saya lakukan selama dua tahun dari
tahun 2002 hingga tahun 2004. Lucunya, saat berperan sebagai pedagang di acara
mabit itu, datanglah tawaran taaruf dari tetangga yang mengontrak kamar di
dekat tempat saya tinggal. Ia menawarkan saya berkenalan dengan sang ketua
panitia acara mabit. Kebetulan, tetangga saya ini kenal dekat dengan sang ketua
panitia. Ia memang sempat saya beri kartu nama, ternyata kartu nama itulah yang
diberikan pada sang ketua panitia.
Perkenalan berlanjut, kami sempat ketemu
tapi sepertinya dia bukan jodoh saya, jadi perkenalan itu pun berakhir. Rasanya
ini seperti hiburan di tengah kelelahan saya akibat bekerja dan bisnis
berjualan baju.
Selain menabung di bank dengan membuka tabungan haji, saya
juga ikut arisan keluarga dengan nominal 250.000 per bulan. Sisa gaji saya saat
itu, habis untuk makan dan akomodasi pergi dan pulang bekerja. Tapi arisan itu,
memang seperti menabung wajib bagi saya. Jika tidak begitu, mungkin uang saya
akan habis tak karuan. Dan ternyata arisan inilah yang akhirnya melancarkan
jalan saya untuk berangkat haji.
Rabu, 090817.08.30
#odopfor99days#semester2#day55
No comments:
Post a Comment