Bagi yang belum membaca bagian sebelumnya, bisa membaca
bagian pertama, disini
bagian kedua, disini
bagian ketiga, disini
bagian keempat, disini
Kejadian Penuh Hikmah
Ada kejadian penuh hikmah saat di Madinah ini. Teman saya
yang melihat berbagai jenis wanita dari beberapa negara, suatu saat melihat
seorang wanita Afrika yang memiliki luka cacat tubuhnya dan bergumam dalam
hatinya, “Kenapa wanita Afrika ini memiliki bintik-bintik di wajahnya?” hanya
lintasan hati sekilas tapi efeknya panjang. Esoknya, ternyata wajahnya yang
terkena bintik-bintik, persis seperti wanita Afrika yang dikomentarinya. Maka
hati-hati dengan ucapan, perbuatan bahkan lintasan hati, jangan sembarangan
mencaci, menghina atau meremehkan orang lain. Fokuslah pada ibadah diri kita
sendiri yang masih banyak kekurangan, ketimbang mengomentari orang lain yang
tak penting.
Ada juga teman saya yang berangkat bareng orang tuanya, ingin
sekali memaksimalnya ibadahnya di Madinah, tapi ibunya yang sudah tua renta,
tak kuat jika harus mengejar Arbain dan memilih beristirahat di hotel. Hal ini
membuat teman saya kesal dan merasa serba salah, satu sisi ia ingin beribadah
di masjid Nabawi, sisi lain ia ingin hormat dan patuh pada orang tuanya, hal
ini menimbulkan konflik antara teman saya dan ibunya. Beberapa kejadian buruk
pun menimpa teman saya yang akhirnya membuatnya sadar bahwa ia harus
memprioritaskan ibunya dibanding ibadahnya.
Ada berkah lain yang saya rasakan saat saya mengunjungi Mekah
dan Madinah ini. Saya banyak dikunjungi tamu yang tak pernah habis. Saat di
Mekah, saya dikunjungi adiknya teman saya yang menjadi petugas haji. Ia menjamu
saya dengan berbagai kuliner Mekah, pun saat di Madinah ia sempatkan menemui
saya. Lalu temannya orangtua murid saya di sekolah yang suaminya bertugas di
Jeddah, juga mengunjungi saya dan menghadiahi saya berbagai oleh-oleh. Belum
lagi, paman saya yang juga sedang beribadah haji dengan kloter yang berbeda,
yang tak sengaja bertemu di mekah juga akhhirnya mengunjung saya di Maktab.
Lama saya merenung mengapa saya banyak dikunjungi tamu, sampai akhirnya
menemukan jawabannya bahwa saat sebelum berangkat haji, saya senang
bersilaturahmi ke rumah teman, saudara dan siapapun yang kiranya saya bisa
kunjungi, saya sempatkan berkunjung dan menjalin silaturahmi. Rupanya semuanya
dibalas secara tunai saat saya di Mekah dan Madinah. Sampai-sampai teman saya satu
rombongan, berkomentar “Kamu tiap hari pulang malam terus, tamu darimana sih ko
ga berenti berenti?”. Saya hanya tersenyum simpul saja tak memberikan jawaban
sebenarnya karena khawatir riya.
Epilog, Tak Ada yang Tak Mungkin Bagi Allah
Sampai saat tulisan ini dibuat, saya masih tak percaya bahwa
saya sudah berhaji ke Mekah dan mengunjungi Madinah, dengan diawali menabung
100.000 rupiah. Jangan pernah sepelekan niat berhaji, dan jangan berhenti di
tingkat niat. Buktikan niat berhaji kita dengan membuka tabungan haji di bank.
Setelah itu lanjutkan ikhtiar kita dengan berbagai cara. Saat kita bekerja
keras untuk bisa berangkat haji, jangan kaget jika kita bisa berangkat haji
lebih cepat dari yang kita duga.
Karena saat kita meniatkan diri untuk berhaji, Allah akan
tambah terus rejeki kita. Tapi saat kita membuktikan niat kita berhaji dengan
membuka tabungan haji, kita pun harus menahan godaan saat rejeki kita bertambah. Kita harus
prioritaskan keberlimpahan rejeki kita untuk menambah tabungan haji kita. Biasanya
disinilah setan bermain, kita menganggap keberlimapahan rejeki kita adalah
hasil kerja keras kita, padahal Allah sedang mengabulkan permohonan berhaji
kita dengan menambah jalur rejeki kita. Dan itu artinya, kita harus konsisten
untuk mengalokasikan sebagian besar pendapatan kita untuk menambah tabungan
haji kita.
Dan jangan lupa untuk selalu minta doa dari orangtua, karena
itu jugalah yang memudahkan dan melancarkan jalan kita menuju Baitullah.
Selesaikan urusan kita dengan orangtua, maka Allah akan menyelesaikan urusan
dan hajat kita sepenuhnya. Selamat berburu ridha orangtua, selamat bermimpi ke
Baitullah. Tugas kita hanyalah menyempurnakan ikhtiar, membuka tabungan haji,
selebihnya biarkan Allah yang mengurusnya.
Segala Puji Bagi Allah yang telah membuat saya bisa berangkat
di akhir tahun 2005 dan awal tahun 2006. Sungguh pengalaman yang tak
terlupakan, dan masih tak percaya bahwa saya bisa berhaji di usia 27 tahun,
sendirian tanpa suami dan tanpa keluarga, tapi bersama teman baru dan keluarga
baru dari rombongan haji Daarut Tauhid.
Semoga suatu saat bisa kembali lagi kesana bareng suami dan
anak-anak. Aamiin
Sabtu, 120817.06.45
#odopfor99days#semester2#day58
No comments:
Post a Comment