Definisi
ithnab adalah
تأدية المعنى بعبارة زائدة عن متعارف الأوساط لفائدة
Yaitu
mengungkapkan suatu makna dengan ungkapan panjang lebar untuk tujuan tertentu.
Ada
beberapa jenis ithnab dan tujuannya yaitu
ü Menyebutkan
lafadz yang khusus setelah umum
Contohnya
adalah dalam surat al Qadr ayat 4
تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ
كُلِّ أَمْرٍ
Pada malam itu turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan.
Pada
ayat tersebut, Malaikat Jibril disebutkan setelah kata Malaikat yang sifatnya
umum untuk menyebutkan keistimewaan Malaikat Jibril.
ü Menyebutkan
lafadz yang umum setelah khusus
Contohnya
adalah dalam surat Nuh ayat 28
رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ
مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلا
تَبَارًا
Ya Tuhanku! Ampunilah aku,
ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang
beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi
orang-orang yang lalim itu selain kebinasaan".
Pada
ayat tersebut, kata muminin dan muminat disebutkan setelah lafadz
mumin yang merupakan bagian dari kata setelahnya. Tujuannya adalah
menegaskan keumuman dan menyeluruh, serta memberikan perhatian pada yang
khusus.
ü Menjelaskan
setelah hal yang samar
Contohnya adalah dalam surat al Ghasyiyah
ayat 1 dan 2
هَلْ
أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?
Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
Pada ayat tersebut, ayat kedua menjelaskan
ayat pertama. Tujuannya adalah memperkuat maknanya.
ü Pengulangan
lafadz karena adanya alasan, seperti panjangnya pemisah
Contohnya
adalah dalam surat at-Takatsur ayat 3 dan 4
كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ ثُمَّ
كَلا سَوْفَ تَعْلَمُونَ
Janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
dan janganlah begitu, kelak
kamu akan mengetahui.
Pada
ayat ketiga, lafadz سَوْفَ تَعْلَمُونَ
diulang pada ayat keempat. Tujuannya adalah untuk menegaskan makna dan mengetuk
jiwa pembaca/pendengarnya terhadap makna yang dimaksud, untuk menghindari
kesalahpahaman.
ü I’tiradh
yaitu menyisipkan lafadz antara bagian-bagian satu kalimat atau antara dua
kalimat yang masih berkaitan maknanya karena adanya sebuah tujuan.
Contohnya
adalah dalam surat an Nahl ayat 57
وَيَجْعَلُونَ لِلَّهِ الْبَنَاتِ سُبْحَانَهُ وَلَهُمْ مَا
يَشْتَهُونَ
Dan mereka menetapkan bagi
Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka
tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki).
Pada
ayat tersebut, kata سُبْحَانَهُ
/“Mahasuci Allah” digunakan
sebagai bantahan bagi klaim orang kafir yang menyatakan bahwa Allah memiliki
anak perempuan.
ü Tadzyil
adalah mengiringi suatu kalimat dengan kalimat yang lain yang mengandung makna
tertentu dengan tujuan menguatkannya
Contohnya
adalah dalam surat al Isra ayat 81
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ
زَهُوقًا
Dan katakanlah: "Yang
benar telah datang dan yang batil telah lenyap". Sesungguhnya yang batil
itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.
Pada
ayat tersebut, kalimat إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا mengikuti kalimat lain untuk menguatkan.
Andai kalimat ini tidak adapun, sudah cukup karena maknanya sudah tercakup dari
kalimat sebelumnya.
ü Ighal
adalah mengakhiri pembicaraan dengan lafadz yang memiliki faidah yang
seandainya tanpa lafadz itu pembicaraan sudah sempurna, seperti makna mubalaghah.
Contohnya
dalam surat al-Baqarah ayat 212
زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَيَسْخَرُونَ
مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ اتَّقَوْا فَوْقَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Kehidupan dunia dijadikan
indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang
yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka
di hari kiamat. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang
dikehendaki-Nya tanpa batas.
Pada
ayat tersebut, kata بِغَيْرِ
حِسَابٍ termasuk ighal untuk menguatkan makna.
ü Ihtiras
yaitu mendatangkan ungkapan yang memberi persepsi berbeda dari tujuan, dengan
ungkapan lain yang menolak kasalahpahaman itu
Contohnya
adalah dalam surat al Insan ayat 8
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
Dan mereka memberikan
makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.
Pada
ayat tersebut, lafadz عَلَى
حُبِّهِ digunakan untuk memperjelas makna. Biasanya mayoritas kita
menganggap bahwa memberi itu jika harta kita berlebih atau jika sudah kaya,
tapi lafadz ini menunjukkan bahwa dalam keadaan bagaimanapun tetap harus
berbagi misal dengan memberikan makan bagi yang membutuhkan.
Ada beberapa
ayat yang mengandung iijaz dan ithnab sekaligus, contohnya dalam surat
an-naml ayat 18 berikut ini:
حَتَّى
إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ
ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لا
يَشْعُرُونَ
Hingga apabila mereka sampai
di lembah semut berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam
sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya,
sedangkan mereka tidak menyadari";
Dalam buku
Ensiklopedia Al-Quran hadits, dijelaskan bahwa ithnab dalam ayat
tersebut terdapat pada lafadz يَا
أَيُّهَا dan
وَهُمْ لا
يَشْعُرُونَ. terkait dengan ya ayyuha, Sibawaih
berkomentar bahwa huruf alif dan ha masuk pada kata ayyun. Fungsi
kedua huruf tersebut adalah sebagai ta’kid (penguat). Jadi seakan-akan
kata ya disebut dua kali. Dengan demikian, nomina vokatif (ya ayyuha)
tersebut menjadi tanbih (peringatan).
Hal senada
juga diungkapkan oleh Zamakhsayri. Menurutnya nida (nomina vokatif)
dalam Al-Qur’an hanya disebut secara berulang-ulang dengan perangkat nida
ya ayyuga, bukan lainnya. Sebab, dalam perangkat nida ini
terdapat sisi penegas, selain juga sebagai hiperbola. Diantaranya, makna yang
terkandung dalam partikel ya adalah penegas dan pengingat, sedangkan
makna yang terkandung dalam partikel ha hanya pengingat. Dengan demikian,
segala sesuatu yang asalnya belum jelas (ayyun) menjadi jelas. Sehingga kedudukannya
menjadi sangat tegas dan kuat.
Sementara
itu kalimat wa hum la yasy’urun sebagai penyempurna pernyataan
sebelumnya dengan tujuan untuk menghilangkan pemahaman yang jelas. Dalam istilah
balaghah, gaya bahasa seperti ini disebut ihtiras. Sebab, ayat
tersebut menisbahkan kezaliman kepada Nabi Sulaiman as. Dalam ayat ini,
seakan-akan semut tersebut mengetahui bahwa para nabi itu terpelihara dari
perbuatan dosa. Mereka tidak pernah salah, kecuali sekadar lupa. Dalam hal ini,
Al-Razi juga berpendapat, “Ini merupakan peringatan besar untuk menetapkan
bahwa para nabi itu terhindar dari perbuatan dosa.”
Demikianlah
penjelasan tentang penggunaan ithnab dan tujuannya.
Semoga
Bermanfaat
Referensi
:
·
Balaghah untuk semua,
Prof. Hidayat
·
Ensiklopedia Mujizat Al
Qur’an dan Hadits, Kemujizatan Sastra dan Bahasa Al Qur’an, Hisham Thalbah dkk.
·
Al Balaghah
al’Arabiyyah, Haniah,Lc,MA
·
Ilmu Ma’aniy, Basyuni
Abdul fattah fayud, Kairo: Maktabah Wahbah.
Wassalam
Serpong,
Kamis 30 April 2020/7 Ramadhan 1441 H,
06.55
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan1441H
#AlZayyanHari7
#Karya7TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
No comments:
Post a Comment