Bahagia ... mungkin itulah kata yang mewakili perasaan saya,
saat hari Minggu kemarin saya bisa bertemu langsung dengan penulis favorit
saya, Hanum Salsabila Rais, anak dari seorang tokoh favorit saya juga, Bapak
Amien Rais...
Saya sungguh tidak menyangka, saya bisa duduk berdampingan,
foto berdua Hanum, dan menyaksikan langsung, paparan dari Hanum Salsabila Rais,
saat menceritakan banyak hal terkait buku barunya, “I am Sarahza”. Buku ini
menceritakan kisah perjuangan Hanum dalam mendapatkan buah hati, setelah
penantian panjang selama 11 tahun.
Apa kabar program hamil anak kedua saya? Saya jadi teringat
dengan perjuangan saya untuk hamil kembali anak kedua. Setelah Eza berusia 4,5
tahun, belum juga ada tanda-tanda kehamilan. Saya sudah ke dokter spesialis, tapi
memang usaha saya tidak tuntas, hanya ingin memastikan bahwa rahim saya, baik
baik saja. Dokter pun bilang, tak ada masalah dengan rahim saya, semuanya
normal dan masih berpeluang untuk hamil lagi.
Saya lalu mencoba cara lain. Program hamil dengan beribadah
40 hari yang terinspirasi dari ceramah Ust. Yusuf Mansur. Beliau menyampaikan
bahwa seringkali manusia lupa, saat pertama kali menginginkan sesuatu, bukan
mendatangi Allah, tapi malah mendatangi makhluk-Nya. Seharusnya, Allah lagi,
Allah lagi, Allah terus, yang harus kita lakukan saat kita mendambakan sesuatu.
Maka saya pun mencoba metode ini berkali kali.
Apakah saya berhasil? Belum juga, karena ternyata tidak mudah
menjaga konsistensi ibadah selama 40 hari. Biasanya sebelum 40 hari berakhir,
si tamu “merah” tak diundang pun datang, dan saya pun kecewa. Mencoba kembali
program ini, haid lagi dan terus berulang seperti itu. Hingga akhinya “penyakit
lama” muncul kembali yaitu saya “tak pede” untuk berdoa kepada Allah.
Sepertinya saya malu sekali meminta itu, padahal ni’mat Allah yang diberikan pada
saya, jauh lebih banyak. Saya pun memutuskan berhenti dari program ini...
Apa yang terjadi setelah itu? Satu persatu kebiasaan ibadah
rutin saya, terutama yang sunnah, lepas satu persatu. Setelah tertatih tatih
saya membangun kebiasaan ini, perlahan lahan hati saya mulai terbiasa dengan
menurunnya kuantitas dan kualitas tadarus, saya pun menikmati kembali menonton
drama korea, rela begadang berjam jam hingga bangun subuh kesiangan, demi
sebuah tontonan semu.
Mungkin hati saya berontak, saya protes pada Allah dengan
mulai menjauhinya, gimana rasanya? Tersiksa sekali. Tapi saya jalani setiap
prosesnya, bahwa saya hanyalah manusia biasa yang bisa kecewa, bisa turun
imannya dan tak selalu bisa konsisten dalam beribadah.
Saya jadi teringat kembali proses saya menemukan jodoh, penuh
liku, sangat panjang perjalannnya, puluhan kali terhempas oleh laki-laki, naik
turun kedekatan dengan Allah terjalin, entah sudah berapa ember air mata sudah
keluar dari mata saya. Ini kembali saya rasakan saat menginginkan anak kedua
saat ini.
Saya melihat betapa orang lain mudah sekali menikah, mudah
sekali memiliki anak pertama, anak kedua sampai anak kesekian. Sementara saya? Menikah
harus mengalami 28 kali proses taaruf yang gagal, lelah sekali menata hati
hingga konflik dengan orangtua. Sekarang, setelah mendapatkan anak pertama,
kembali saya diuji dengan penantian anak kedua. Tapi hei sepertinya saya
terlupakan akan sesuatu yang sangat penting...
Tiba-tiba saya tersadar sesuatu. Allah selalu menyayangi saya
dengan cara terindah. Saat saya terhempas, ibadah saya kacau balau, Allah
selalu menunjukkan banyak cara agar saya kembali pada-Nya. Biasanya tak lama
saya dibiarkan “tersesat jauh dari-Nya”. Dan kali ini, caranya adalah melalui
buku Hanum Salsabila Rais.
Hanya butuh 5 jam saya tuntaskan membaca buku ini. Dan saya
pun luluh, setelah berbulan bulan saya tak menangis, buku ini berhasil membuat
saya nangis sesenggukan, seolah-olah semua isi buku ini menjawab seluruh
keresahan dan “protes” saya sama takdir Allah. Dan ini menjadi titik balik
pemahaman dan keyakinan saya, tentang keMaha Kuasaan Allah. Dan betapa
senangnya karena saya masih disayang Allah dengan cara diingatkan untuk kembali
mendekat pada-Nya.
Dalam buku ini, bonus bagi saya adalah bisa tercengang saat
membaca nasehat Bapak Amien Rais pada putrinya ini, seperti di halaman 277
berikut:
“Kalau kamu mau restart lagi, awali dengan istighfar.
Sampaikan pada Allah apa yang kamu simpen di dada. Jangan malu. Allah memang
Mahatahu apa pun yang kamu simpan di hati. Tapi Allah lebih senang ketika
hamba-Nya berterus terang memohon dengan mulutnya sendiri, segenap perasaan dan
pikiran. Sampaikan di sepertiga malam terakhir, di malam-malam terang.
Bayangkanlah Allah berdiri di hadapanmu, selalu ada untuk dijadikan sandaran.
Lalu menangislah seluap luapnya. Semarah-marahnya kamu, sekecewa-kecewanya kamu
dengan ketentuan-Nya, Ia akan meraih kamu kembali ke pelukan-Nya. Ingat num,
Allah itu bergantung dengan apa prasangka hamba-Nya. Reaksi Allah juga tergantung aksi yang
dikerjakan hamba-Nya. Kalau kamu menjauh, Ia juga bakal mengambil jarak.
Kalau kamu mendekat, Ia tak hanya mendekat tapi merapat”
Deg... saya langsung merasa tertampar saat membaca petuah
tokoh favorit saya ini pada anaknya Hanum. Saya seolah-olah merasa sedang
dinasehati juga oleh Bapak Amien Rais yang super duper keren ini. Terima kasih
Hanum, terima kasih Bapak Amien Rais...
Dan setelah berfikir jernih, betapa tidak bersyukurnya saya
terhadap segala karunia Allah yang terlimpah ruah untuk saya dan keluarga. Sebelum
menikah, saya telah berhaji mengunjungi rumah-Nya, bermesraan di rumah
Rasul-Nya. Sebelum menikah, saya juga sudah menikmati indahnya beberapa kota di
dunia seperti Mesir, Australia, Belanda, Jerman, Paris dan Belgia. Alhamdulillah,
maka nikmat Tuhan Manalagi kah yang kau dustakan?
Setelah menikah, hanya dengan kosong satu bulan, saya sudah
hamil Eza. Sekarang Eza sudah berusia 4,5 tahun dalam konsisi sehat, ceria,
sopan dan sangat menggemaskan. Maka jika saya “hanya” diuji dengan penantian
anak kedua, saya harus mengingat teman saya yang hingga pernikahan bertahun
tahun belum dikarunia anak, dan hei saya juga seharusnya tidak melupakan
beberapa teman yang masih menantikan jodohnya, sementara saya sudah bahagia
mendapatkan suami yang baik hati. Ya allah, malu sekali hambaMu ini jika masih
saja banyak mengeluh.
Ternyata, ujian itu memang sesuai kadar imannya. Saya yang
masih dangkal imannya ini, baru diuji dengan hal sederhana ini saja, sudah
banyak protes dan mengeluh. Maka berbahagialah yang masih diuji dengan
penantian jodohnya, bersyukurlah bagi yang diuji dengan penantian buah hatinya,
diuji dengan hartanya, dan berbagai hal lainnya karena saat itulah, Allah
sedang memeluk anda, berharap anda datang dan memohon pada-Nya. Bermesraan dengan-Nya
melalui doa dan kata yang dipanjatkan...
Fokus pada hal positif yang kita punya, sibuklah selama
menunggu, hafalkan Al-Quran dan fahami maknanya, jangan melihat terlalu dalam
pada hal negatif yang kita rasakan tapi buatlah daftar hal positif yang kita
miliki dan rasakan sensasinya. Maka hanya syukur dan syukur saja yang berhak
kita ucapkan.
Selamat tinggal keluhan... Selamat tinggal iri dengki ... Selamat tinggal
protes... dan
Selamat datang hei Syukur... selamat datang hai bahagia...
Selamat datang Ramadhan yang indah, terima kasih masih mau
menyapa dan mendatangiku ...
Wassalam
Jumat, 110518, 08.40
7 hari jelang Ramadhan yang dinanti...
No comments:
Post a Comment