Susunan ayat-ayat al-Qur’an selalu menarik untuk
dikaji dan digali maknanya. Bahasa Arab yang digunakan dalam al-Qur’an
sebenarnya sederhana, tapi saat turun di jazirah Arab sana, yang saat itu
sedang marak dengan para ahli bahasa Arab serta penyair, ternyata kemunculan
al-Qur’an mengundang decak kagum, karena walaupun sederhana kata-katanya, tapi
ternyata makna dan nilai sastranya sangat tinggi. Terbukti para ahli bahasa
Arab, termasuk para penyair saat itu, tak sanggup memenuhi tantangan al-Qur’an,
bahkan hanya untuk membuat satu ayat saja, mereka tak sanggup.
Hal inilah yang menarik untuk dikaji, ada apa dengan
bahasa Arab yang digunakan dalam al-Qur’an? Sebenarnya ada beberapa struktur
dalam ayat al-Qur’an, yang keluar dari tata bahasa Arab yang berlaku saat itu,
alih-alih itu bersifat menyimpang, ternyata saat dikaji, mengandung mujizat
sastrawi yang tinggi.
Struktur bahasa Arab al-Qur’an yang keluar dari tata
bahasa Arab yang berlaku saat itu, disebut deviasi. Istilah Arabnya adalah ‘uduul (penyimpangan).
Disebut menyimpang karena kalimat yang digunakan berbeda dengan tata bahasa
Arab yang berlaku dan dikenal saat itu. Beberapa contoh ‘uduul diantaranya
adalah iltifat (yang sudah dibahas di notes saya sebelum2nya)
dan penyimpangan penggunaan kata kerja. Kali ini kita akan membahas tentang
penyimpangan dalam penggunaan kata kerja (fi’il).
Jika kita mengenal istilah fi’il madhi (past
tense), maka pemahaman kita adalah bahwa kata kerja yang terdapat pada kalimat
itu, pastilah mengacu pada pekerjaan yang sudah dilakukan di masa lalu, begitu
pula dengan fi’il mudhari’ (present tense), pastilah yang ada
di benak kita bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah di masa sekarang atau masa
depan. Ternyata, al-Qur’an mendobrak pemahaman itu. Ada beberapa ayat al-Qur’an
yang menggunakan fi’il mudhari (present tense), padahal yang
dimaksud adalah peristiwa yang belum terjadi.
Hal ini terdapat dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 1
:
أَتَىأَمْرُ اللَّهِ فَلا تَسْتَعْجِلُوهُ
سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang)nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan.
Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah أَتَى (telah datang) yang berbentuk fi’il madhi (past
tense), padahal ayat tersebut berbicara tentang hari kiamat yang belum terjadi.
Seharusnya fi’il yang digunakan untuk peristiwa dimasa depan adalah menggunakan fiil
mudhari (يأتي). Ternyata
menurut para ahli ilmu balaghah, hal ini termasuk kategori ‘uduul (penyimpangan),
tapi bernilai sastra tinggi. Kata kerja bentuk lampau yang digunakan untuk
peristiwa di masa yang akan datang adalah bertujuan meyakinkan mukhathab (lawan
bicara) akan terjadinya sesuatu yang dianggap besar, yang membuat mukhathab ragu-ragu
terhadap kebenaran terjadinya. Atau bisa juga, karena peristiwa kiamat itu
pasti terjadi, maka seolah-olah peristiwa itu sudah terjadi.
Contoh lain adalah di surat AZ-ZUMAR : 65
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَىالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ
عَمَلُكَوَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu (telah) mempersekutukan (Tuhan),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi.
Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah أَشْرَكْتَ (kamu telah mempersekutukan) yang berbentuk fi’il madhi (past
tense), padahal ayat tersebut berbicara tentang pengandaian jika kita akan
mempersekutukan Allah, maka amal kita akan terhapus. Seharusnya fi’il yang
digunakan untuk peristiwa dimasa depan adalah menggunakan fiil mudhari (تُشْرِكُ).Ternyata menurut para ahli ilmu balaghah, hal ini termasuk
kategori ‘uduul (penyimpangan), tapi bernilai sastra tinggi.
Kata kerja bentuk lampau yang digunakan untuk peristiwa di masa yang akan
datang bisa juga bertujuan untuk menyindir. Seolah-olah ayat itu menyindir
orang-orang musyrik bahwa mereka sesungguhnya sudah terhapus amalnya.
Bentuk ‘udul lainnya
adalahmenggunakan fi’il mudhari’ (present tense) untuk
peristiwa di masa lampau. Contohnya adalah di surat FAATHIR: 9
وَاللَّهُ
الَّذِي أَرْسَلَ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًافَسُقْنَاهُ إِلَى بَلَدٍ
مَيِّتٍ فَأَحْيَيْنَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاكَذَلِكَ النُّشُورُ
Dan Allah, Dialah Yang (telah) mengirimkan angin; lalu
angin itu menggerakkan awan, maka Kami halau awan itu kesuatu
negeri yang mati lalu Kami hidupkan bumi setelah matinya dengan hujan itu.
Demikianlah kebangkitan itu.
Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah تُثِيرُ (menggerakkan) yang berbentuk fi’il mudhari’ (present
tense), padahal ayat tersebut berbicara tentang peristiwa di masa lampau. Hal
ini dapat diketahui dari penggunaan kata kerja sebelumnyayang menggunakan
bentuk lampau yaitu أَرْسَلَ (telah
mengirimkan). Seharusnya fi’il yang digunakan untuk peristiwa masa lampau
adalah menggunakan fiil madhi (أثارت).
Ternyata menurut para ahli ilmu balaghah, hal ini termasuk kategori ‘uduul (penyimpangan),
tapi bernilai sastra tinggi. Yaitu bermakna mendeskripsikan suatu kondisi di
masa lampau dengan menghadirkan gambaran yang asing dalam khayalan atau untuk
menyamarkan suatu peristiwa dengan menghadirkan deskripsinya dalam benak
pendengar dengan menggunakan kata kerja bentuk masa kini, seolah-olah peristiwa
itu masihberlangsung.
Contoh lain adalah disurat AL-HUJURAT : 7
وَاعْلَمُوا
أَنَّ فِيكُمْ رَسُولَ اللَّهِ لَوْ يُطِيعُكُمْفِي كَثِيرٍ مِنَ
الأمْرِ لَعَنِتُّمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُالإيمَانَ وَزَيَّنَهُ
فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَوَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ
أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ
Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada
Rasulullah. Kalau ia menuruti (kemauan) kamu dalam beberapa urusan
benar-benarlah kamu akan mendapat kesusahan tetapi Allah menjadikan kamu cinta
kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan
kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang
yang mengikuti jalan yang lurus,
Pada ayat tersebut, kata kerja yang digunakan adalah
يُطِيعُ (Kalau
ia menuruti (kemauan) yang berbentuk fi’il mudhari’ (present
tense), padahal ayat tersebut berbicara tentang peristiwa di masa lampau. Hal
ini dapat diketahui dari konteks ayat tersebut yang berbicara tentang
Rasulullah. Seharusnya fi’il yang digunakan untuk peristiwa masa lampau adalah
menggunakan fiil madhi (أطاع).
Ternyata menurut para ahli ilmu balaghah, hal ini termasuk kategori ‘uduul (penyimpangan),
tapi bernilai sastra tinggi. Dalam struktur kalimat bahasa Arab, setelah
لَوْ seharusnya kata kerja yang digunakan adalah kata kerja bentuk
lampau. Tapi ayat ini menggunakan kata kerja bentuk masa kini dengan tujuan
untuk memberi kesan bahwa peristiwa tentang Rasulullah di masa lalu itu
seolah-olah masih berlangsung hingga sekarang.
Demikianlah keindahan bahasa Arab dalam al-Qur’an.
Wallahu’alam. Semoga Bermanfaat
Wassalam
Serpong, Senin, 28 Mei 2018 / 12 Ramadhan 1439 H, 09.00 repost
dari tulisan Jumat, 26 Juli 2013
Mari mengagumi bahasa Arab, yang semakin tergeser
dengan bahasa asing lainnya ...
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan
#AlZayyanHari12
#Karya5TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
alhamdulillah ... jazakumullahu khoiron katsiran ...
ReplyDelete