Penanaman karakter yang baik dan moral yang kuat adalah
salah satu aspek penting dalam pendidikan. Banyak metode yang bisa digunakan
untuk menanamkan karakter yang baik, diantaranya adalah pengajaran kitab Ta’lim
Muta’allim. Kitab Ta’lim Muta’allim adalah sebuah buku yang
komprehensif terkait adab menuntut ilmu yang ditulis oleh Syekh Burhanuddin Az
Zarnuji. Buku ini berisi tentang keutamaan menuntut ilmu, menghormati guru,
urutan menuntut ilmu, perlunya berserah diri dalam menuntut ilmu, dan
lain-lain. Artikel ini akan membahas tentang peran pengajaran kitab Ta’lim
Muta’allim dalam membentuk karakter siswa siswi di MAN Insan Cendekia
Serpong.
Pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar
fundamental yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya rasa (emosi)
individu. Dipandang sebagai integral dari proses menata dan mengarahkan
individu menjadi lebih baik, maka pendidikan menjadi salah satu jaminan
kehidupan manusia berakhlak. Akan tetapi, dalam perjalanannya pendidikan terus
mengalami perubahan dan perkembangan dengan karya dan potensi yang dimiliki
setiap level generasi.[1]
Pendidikan adalah sebuah proses yang membuat seseorang
dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak faham menjadi faham, yang output
idealnya adalah tercermin dari wawasan dan perilaku yang lebih baik dari
sebelumnya. Maka pendidikan bukan hanya menyentuh aspek kognitif, tapi juga
afektif dan psikomotoriknya. Aspek kognitif dari sisi pengetahuannya, sisi
afektif bisa juga dimaknai dengan penanaman karakter, sementara psikomotorik
tercermin dari gerak dan keterampilan nya. Artikel ini akan fokus pada
pembahasan sisi afektif, terutama terkait penanaman karakter.
Ada beberapa pendapat para ahli terkait penanaman
karakter
1.
Thomas Lickona, seorang ahli pendidikan karakter,
penanaman karakter adalah proses sistematis yang bertujuan untuk membentuk dan
memperkuat nilai-nilai, sikap dan perilaku yang baik dalam diri individu. Ia
menganggap penanaman krakter sebagai suatu usaha yang berkelanjutan dalam
membentuk akhlak dan moralitas seseorang.[2]
2.
Martin Seligman, seorang psikolog positif, mendefinisikan
penanaman karakter sebagai proses pengembangan kekuatan karakter yang dapat
membantu individu mencapai kehidupan yang bermakna dan bahagia. Menurutnya,
penanaman karakter melibatkan identifikasi dan penggunaan kekuatan karakter
yang meliputi kebaikan seperti kejujuran, keberanian, kebijaksanaan dan kasih
sayang.[3]
3.
James Davison Hunter, seorang sosiolog, mengemukakan
bahwa penanaman karakter adalah upaya untuk mengembangkan dan menerapkan
nilai-nilai moral yang menjadi landasan dalam kehidupan individu dan
masyarakat. Ia berpendapat bahwa penanaman karakter melibatkan pembentukan
pandangan dunia yang berfokus pada nilai-nilai yang baik dan kehidupan yang
bertanggung jawab.[4]
4.
Lawrence Kohlberg, seorang ahli dalam bidang psikologi
perkembangan moral, menggambarkan penanaman karakter sebagai proses
perkembangan moral yang melibatkan pemahaman dan internalisasi nilai-nilai
etika. Ia berpendapat bahwa penanaman karakter melibatkan pengembangan
kesadaran moral dan kemampuan untuk mengambil keputusan moral yang tepat.[5]
5.
Marvin Berkowitz, seorang ahli pendidikan karakter,
mengartikan penanaman karakter sebagai suatu upaya yang melibatkan pendidikan
formal dan informal untuk membentuk kepribadian yang baik dan moral. Ia
menekankan pentingnya pembelajaran yang melibatkan penguatan nilai-nilai
positif, penanaman empati dan pengembandan keterampilan sosial.[6]
6.
Imam Al Ghazali, ulama yang sangat luas keilmuannya
menekankan pentingnya penanaman karakter moral yang kuat dalam pendidikan.
Menurutnya, pendidikan yang berasal adalah yang mampu membentuk karakter
seseorang dan membimbingnya menuju kehidupan yang benar. Ia menekankan
pentingnya pengembangan sifat-sifat seperti kesabaran, kejujuran, rendah hati
dan kepedulian terhadap sesama.[7]
7.
Ibn Miskawayh, seorang filsuf dan penulis Persia abad ke
10 mengungkapkan pentingnya pendidikan karakter dalam membentuk kepribadian
yang baik. Menurutnya, penanaman karakter dapat dilakukan dengan melakukan
kebiasaan-kebiasaan baik, menghindari kebiasaan buruk dan memperkuat
sifat-sifat moral yang diinginkan.[8]
8.
Ibnu Khaldun, seorang sosiolog dan filsuf abad ke-14,
menekankan pentingnya lingkungan sosial dalam penanaman karakter. Ia
berpendapat bahwa karakter seseorang dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai dan
norma-norma yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itu, pemeliharaan masyarakat
yang baik dan lingkungan yang positif adalah penting dalam membentuk karakter
individu.[9]
Dari pendapat beberapa ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa penanaman karakter itu perlu dibuatkan sistem yang terstruktur, bukan
yang muncul secara kebetulan. Ada faktor internal dan eksternal yang dapat
membentuk karakter yang baik. Perlu proses
pembiasaan yang tidak sebentar agar setiap individu dapat
menginternalisasi karakter yang baik dalam dirinya secara permanen.
Proses pembentukan karakter siswa tidak terbentuk dengan
proses singkat yang instan melainkan dengan proses panjang yang terbuka untuk
pengembangan, perbaikan, penyempurnaan. Hal inilah yang kemudian menjelaskan
mengapa perlunya proses penanaman nilai-nilai pendidikan karakter terhadap
seseorang. Karena karakter tidak bersifat permanen dan membutuhkan rutinitas
untuk melatihnya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter adalah
pendidikan akhlak yang dalam proses pelaksanaannya tidak hanya menyentuh
pengetahuan saja melainkan menyentuh ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pendidikan karakter menjamah unsur mendalam dari pengetahuan, perasaan dan
tindakan.[10]
Pendidikan karakter untuk
para siswa membutuhkan adanya media dan metode yang tepat agar tujuannya
tercapai. Salah satu metode yang digunakan di Madrasah Aliyah Negeri Insan
Cendekia Serpong adalah pengajaran kitab Ta’lim Muta’allim. Penanaman
karakter melalui pengajaran Kitab Ta’lim Muta’allim bertujuan untuk
mewujudkan generasi yang memiliki akhlak yang mulia seperti kejujuran,
kesabaran, keikhlasan, dan keadilan. Kitab ini memberikan pedoman praktis yang
dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kitab Ta’lim Muta’allim adalah sebuah buku yang
ditulis oleh Syekh Burhanuddin Az Zarnuji, seorang ulama dan penulis pada abad
ke-13. Buku ini membahas berbagai aspek pendidikan dan metodologi pengajaran
dalam Islam. Berikut ini adalah beberapa tema yang umumnya terdapat dalam kitab
Ta’lim Muta’allim.
1.
Pengenalan terhadap pendidikan Islam. Buku ini
menjelaskan pentingnya pendidikan dalam agama Islam dan memberikan pemahaman
tentang tujuan utama pendidikan Islam.
2.
Metodologi pengajaran. Buku ini membahas berbagai metode
pengajaran yang dapat digunakan dalam konteks pendidikan Islam, seperti
ceramah, diskusi, tanya jawab dan pendekatan praktis lainnya.
3.
Etika guru dan siswa. Buku ini memberikan panduan tentang
etika yang seharusnya dimiliki oleh guru dan siswa dalam konteks pendidikan
Islam, termasuk kesopanan, saling menghormati dan tanggung jawab moral.
4.
Kurikulum pendidikan Islam. Buku ini dapat memberikan
wawasan tentang konten pelajaran, yang seharusnya diajarkan dalam pendidikan
Islam, seperti ajaran agama, bahasa Arab, sejarah Islam dan topik-topik lain
yang relevan.
5.
Pembelajaran interaktif. Buku ini membahas tentang
pentingnya pembelajaran yang interaktif dan melibatkan siswa secara aktif dalam
proses belajar, seperti melalui diskusi kelompok, protek dan kegiatan praktis.
6.
Disiplin dan pengelolaan kelas. Buku ini dapat memberikan
saran tentang bagaimana membangun lingkungan kelas yang disiplin dan efektif
serta cara mengelola perilaku siswa.
7.
Peningkatan kesadaran moral. Buku ta’lim muta’allim
dapat membantu meningkatkan kesadaran moral siswa. Dengan membahas nilai-nilai
moral dan menghadapkan siswa pada situasi-situasi yang memerlukan pengambilan
keputusan berdasarkan prinsip-prinsip Islam, siswa dapat memperkuat dan
menanamkan karakter moral yang positif.
8.
Evaluasi dan penilaian. Buku ini juga membahas tentang
metode, evaluasi dan penilaian dalam pendidikan Islam, termasuk tes, tugas, dan
metode lain untuk mengukur pemahaman siswa.
9.
Nasihat praktis. Buku ini juga berisi nasihat praktis
bagi para guru tentang bagaimana menginspirasi dan memotivasi siswa, serta cara
menangani tantangan yang mungkin timbul dalam proses pengajaran.
Kitab Ta’lim Muta’allim terdiri dari beberapa nazham atau bait syair agar memudahkan pemahaman bagi
yang membaca dan mempelajarinya. Diantaranya adalah beberapa bait nazahm
sebagai berikut:
أَلاَ لاَتَنَالُ الْعِلْمَ إلاَّ بِســــِتَّةٍ #
سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ
Ingat,
kalian tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam perkara, aku akan
memberi tahumu tentang kumpulannya denga penjelasan
ذَكَاءٍ
وَحِرْصٍ وَاصْطِبَارٍ وَبُلْغَةٍ # وَإرْشَادِ اُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ
Yaitu cerdas, semangat, sabar, biaya,
petunjuk, arahan guru dan waktu yang lama.
تَعَـلَّمْ
فَاِنَّ اْلعِلْمَ زَيْنٌ لِأَهْلِهِ # وَفَضْلٌ وَعِنْوَانٌ لِكُلِّ الْمَحَامِدِ
Belajarlah, karena sesungguhnya ilmu
adalah perhisan bagi pemiliknya, dan keutamaan serta tanda bagi setiap hal yang
terpuji
وَكُنْ
مُسْتَفِيْدًا كُلَّ يَوْمٍ زِيـَـادَةً # مِنَ الْعِلْمِ وَاسْبحْ فِىْ
بُحُوْرِ الْفَوَائِدِ
Jadilah
orang yang setiap hari mengambil tambahan faedah dari ilmu, dan berenanglah di lautan faedah.
فَسَــادٌ
كَبِيْرٌ عَــــالِمٌ مُـتَهَتِّــــكٌ # وَ اَكْبَرُ مِنْهُ جَاهِلٌ مُتَنَسِّكُ
Suatu kerusakan yang besar adalah
orang alim yang merusak, tapi lebih besar dari itu adalah orang bodoh yang
beribadah.
هُمَا
فِتْنَةٌ فِي الْعَالَمِيْنَ عَظِيْمَةٌ # لِمَنْ بِهِمَا فِيْ دِيْنِــــــهِ
يَتَمَسَّكُ
Keduanya itu fitnah yang besar
didalam alam semesta, bagi seorang yang dalam agamanya mengikuti keduanya.
إِنَّ
الۡمُعَلِّمَ وَالطَّبِيبَ كِلَاهُمَا
لَا يَنۡصَحَانِ إِذَا هُمَا لَمۡ
يُكۡرَمَا
فَاصۡبِرۡ
لِدَائِكَ إِنۡ جَفَوۡتَ طَبِيبَهَا
وَاقۡنَعۡ بِجَهۡلِكَ إِنۡ جَفَوۡتَ
مُعَلِّمًا
Sesungguhnya guru dan dokter keduanya tidak mengharapkan kebaikanmu
bila mereka tidak dimuliakan.
Maka sabarlah atas penyakitmu bila kamu tidak menuruti
doktermu, dan terimalah kebodohanmu bila tidak menuruti guru.
إِنَّ التَّوَاضُعَ مِنۡ خِصَالِ الۡمُتَّقِي
وَبِهِ التَّقِيُّ إِلَى الۡمَعَالِي يَرۡتَقِي
وَمِنَ الۡعَجَائِبِ عُجۡبُ مَنۡ
هُوَ جَاهِلٌ
فِي حَالِهِ أَهۡوَ السَّعِيدُ أَمِ الشَّقِي
Sesungguhnya rendah hati adalah peringai orang taqwa,
dengan tawaddhu’ dia sampai kepada keluhuran.
Adalah aneh
bangganya orang yang tidak mengetahui (tidak berilmu) apakah ia bahagia atau
celaka.
أَمۡ كَيۡفَ يُخۡتَمُ عُمۡرُهُ
أَوۡ رُوحُهُ
يَوۡمَ النَّوَى مُتَسَفِّلٌ أَوۡ مُرۡتَقِي
وَالۡكِبۡرِياءُ لِرَبِّنَا
صِفَةٌ بِهِ
مَخۡصُوصَةٌ فَتَجَنَّبَنۡهَا وَاتَّقِي
Bagaimana umurnya berakhir saat kematian apakah
buruk ataukah baik.
Kesombongan bagi Tuhan adalah
sifat khusus maka jauhilah dan berlindunglah.
Ada beberapa nilai karakter yang didapat dari kitab Ta’lim
Muta’allim adalah sebagai berikut:
a.
Nilai Karakter Religius (Dayyin)
b.
Nilai karakter hormat (ta’dzim)
c.
Nilai karakter jujur (shiddiq)
d.
Nilai karakter rendah hati (tawadhu)
e.
Nilai karakter cinta ilmu (tadzimul ilmi)
f.
Nilai karakter disiplin
Adanya
kesamaan nilai yang ada pada pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim dengan
pendidikan karakter menjadi modal awal bagi pendidik dalam menyampaikan materi
yang di dalamnya ada proses penanaman dan pendidikan karakter.
Pembelajaran
kitab Ta’lim Muta’allim di MAN Insan Cendekia Serpong, dilakukan setelah
shalat shubuh di masjid, secara klasikal untuk seluruh siswa dari kelas X
sampai kelas XII. Efektifitasnya tentu tidak optimal karena ada keterbatasan
dalam berbagai sisi, baik dari sisi kondisi siswa yang masih mengantuk, jumlah
siswa yang terlalu banyak, maupun tempat yang kurang kondusif untuk
pembelajaran seluruh siswa.
Faktor pendukung dan faktor penghambat
Faktor pendukung adalah faktor-faktor yang memudahkan
tercapainya tujuan penanaman karakter melalui pembelajaran Ta’lim Muta’allim.
Ada beberapa hal yang menjadi faktor pendukung yaitu sebagai berikut:
1.
Adanya input siswa yang berasal dari keluarga keluarga
yang sudah mengaplikasikan nilai nilai baik dalam keluarganya, walaupun tidak
seluruhnya.
2.
Sejak awal masuk, siswa dikondisikan untuk
mengaplikasikan beberapa ajaran Islam seperti mengucapkan salam, menghormati
guru, tidak sombong, rendah hati dan memandang orang lain tidak berdasarkan
tingkat kekayaan, latar belakang keluarga atau hal lain yang sifatnya tidak
esensi. Jadi tersedianya lingkungan yang kondusif sangat mendukung terciptanya
iklim pembiasaan karakter yang baik.
Faktor penghambat adalah faktor-faktor yang menghambat
tercapainya tujuan penanaman karakter. Ada beberapa hal yang menjadi faktor
penghambat yaitu sebagai berikut:
1.
Kondisi input siswa yang mayoritas berasal dari sekolah
negeri atau non pesantren yang sebelumnya tidak pernah belajar kitab kuning
sehingga kesulitan dalam memahami dan mempelajari kitab.
2.
Kondisi siswa yang lebih banyak berasal dari perkotaan yang
memiliki perbedaan kebiasaan dalam keluarga masing-masing terkait cara atau
bentuk saling menghormati antara satu individu dengan orang yang lebih tua atau
sebaya.
3.
Orientasi mayoritas siswa adalah akademis dengan menetapkan
tujuan pendidikannya adalah melanjutkan kuliah ke jurusan-jurusan umum dan
menganggap bahwa belajar kitab kuning tidak berhubungan dengan kelanjutan
kuliahnya sehingga ini berpengaruh pada antusiasme siswa dalam mengikuti kajian
kitab kuning ini.
4.
Tidak masuknya hasil evaluasi penguasaan kitab kuning
pada raport akademik, dan hanya masuk di raport asrama, sehingga siswa merasa
tidak terlalu penting untuk menguasai kitab Ta’lim Muta’allim.
5.
Alokasi waktu pembelajaran
Waktu pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim ini
dilakukan setelah shalat shubuh selama 20-30 menit, dalam suasana tidak
kondusif dalam mengikuti pembelajaran karena mengantuk dan diberikan secara
massal untuk seluruh siswa dari kelas X sampai kelas XII, sehingga kurang
efektif.
6.
Pengaruh media sosial
Adanya media sosial yang diakses siswa dari laptopnya
masing-masing, membuat siswa lebih asyik berkomunikasi di dunia maya dibanding
saling interaksi di dunia nyata, sehingga siswa kurang terampil dalam mengaplikasikan
nilai-nilai kebaikan dalam setiap aspek seperti cara menghormati guru, cara
mencintai ilmu dan lain-lain.
Adanya beberapa faktor penghambat tersebut, tentu saja
tidak boleh menjadikan kita para pendidik, menjadi berputus asa dalam berbuat
sesuatu. Ikhtiar harus terus dilakukan, sambil diiringi doa meminta Sang
Penguasa Hati agar berkenan menjadikan siswa yang kita didik, agar tumbuh
menjadi sosok yang bukan hanya cerdas secara intelektual, tapi juga beraklak
mulia dan bertutur kata baik.
Indikator keberhasilan pendidikan karakter adalah jika
seseorang telah mengetahui sesuatu yang baik (knowing the good) dalam
hal ini mempelajari akhlak dari kitab Ta’lim Muta’allim kemudian
mencintai yang baik (loving the good) berarti dalam hal ini adalah
senang dengan pembelajaran kitab Ta’lim Muta’allim dan selanjutnya
melakukan yang baik (acting the good) yaitu menunjukkan sikap dan akhlak
yang mulia sesuai dengan pembelajaran akhlak (Ta’lim Muta’allim).
[1] M. Zamhari dan Ulfa Masamah, Jurnal Penelitian Pendidikan
Islam. 2016. Relevansi Metode Pembentukan Pendidikan Karakter dalam Kitab
Ta’lim Muta’allim terhadap Pendidikan Modern, Vol 11, no 2
[2] Lickona, T, 1991, Educating for character: How our
schools can teach respect and responsibility. Bantam
[3] Seligman, M. E. P. 2002. Authentic happiness: Using
the new positive psychology to realize your potential for lasting fulfilment. Free
Press
[4] Hunter, J. D. 2000. The death of character: Moral
education in an age without good or evil. Basic Books.
[5] Kohlberg, L. 1971. From is to ought: How to commit the
naturalistic fallacy and get away with it in the study of moral development. New
Directions for Child Development, 1971: 57-68
[6] Berkowitz, M. W. 2002. The science of character
education. In M. W. Berkowitz (Ed). Moral education: Theory and application
(pp 1-26). Lawrence Erlbaum Associates
[7] Imam Al Ghazali, Mizan al amal
[8] Ibn Miskawayh, Tahdzih al Akhlaq
[9] Ibnu Khaldun, Muqaddimah
[10]Imana, Asbitlana. Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Karakter
Melalui Pembelajaran Kitab Ta’limMuta’allim di SMP NU Putri Nawa Kartika Kudu, 2018.
Skripsi IAIN Kudus. Hal. 84
No comments:
Post a Comment