Alhamdulillah pada hari
raya Idul Fitri 1444 H kemarin, saya dan keluarga kecil bisa mudik ke kampung
suami di Kudus dan ke desa tempat orangtua saya tinggal di Tasikmalaya. Setelah
mamah tiada, memang banyak tradisi yang hilang dan berubah. Keluarga besar
saya, tidak lagi wajib mudik di hari H lebaran, tapi menjadi lebih leluasa
terkait waktunya. Lebaran menjadi lebih santai dan tidak terlalu sibuk dengan
tradisi “wajib” lebaran seperti tahun-tahun sebelumnya seperti membuat kue,
membeli baju baru dan lain-lain.
Maka setiap tahun, mudik
wajib saya hanya ke Kudus. Untungnya saya dan suami bekerja di tempat yang
sama, jadi liburnya juga bareng. Sehingga sangat mudah merencanakan mudik. Di
Kudus, ada tradisi malam takbiran yang ditunggu-tunggu Eza yaitu takbir
keliling. Tradisi ini sangat berkesan buat Eza karena menyambut idul fitri
dengan berbagai atribut yang seru. Semoga itulah yang terekam indah dalam masa
kecil Eza bahwa tradisi lebaran itu sangat menggembirakan.
Saat hari H lebaran, kami
shalat ied dekat rumah, dilanjutkan dengan sungkeman dan keliling untuk
bermaaf-maafan ke tetangga dekat rumah. Dan menyambut tamu di rumah, yang
banyak berkunjung untuk berlebaran dengan mertua. Setelah itu, ada undangan ke
rumah Bude untuk makan bakso. Wah ini mah undangan yang tak boleh dilewatkan
begitu saja. Karena di Kudus tradisi masak kupat nya bukan hari H lebaran, tapi
seminggu setelah lebaran, maka undangan makan bakso ini menjadi yang dinantikan
karena bakso adalah makanan sejuta umat hehe.
Setelah itu, kami
sekeluarga keluarga besar hingga menjelang maghrib. Lumayan melelahkan, tapi
seru dan membahagiakan. Sambil berbagi rejeki melalui angpaw lebaran, saya
sambil mengamati kondisi sekitar tetangga mertua. Banyak yang sudah memiliki
rumah bagus, mobil yang mulai menghiasi beberapa rumah, mencerminkan bahwa
penduduk Kudus banyak yang sudah berhasil meningkat kehidupan ekonominya. Ada
yang anak-anaknya merantau ke ibukota, ada juga yang tetap tinggal di rumah
sambil menjaga kedua orangtuanya.
Suasana kekeluargaan yang kental
dalam keluarga besar masih bisa dirasakan. Saling berkunjung antar sepupu,
antar keluarga kakek dan nenek, masih terjadi dan guyub. Suasana yang sudah
jarang bisa dirasakan di kota-kota besar, atau tergantung pada keluarganya
juga. Dan yang unik dan mungkin tidak terjadi di kota lain, para laki-laki saat
berkunjung dan bersilaturahmi, pakaian seragam wajibnya adalah SARUNG. Praktis dan
menjadi enak dipandang karena khas dengan tradisi Islam nusantara. Selain di
Kudus, tradisi ini masih bisa ditemukan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Di Jawa Barat saja, sudah tidak banyak ditemukan, paling hanya beberapa daerah
sekitar pesantren saja. Ini tradisi menarik dan patut dipertahankan, karena
mencerminkan tradisi asli muslim Indonesia.
Demikianlah kisah mudik
keluarga saya tahun ini. Tahun ini Eza alhamdulillah masih bisa ketemu mbah nya
lengkap di Kudus, sementara dari keluarga saya, Eza hanya bisa ketemu abah,
kakeknya dan tak bisa lagi bersua dengan mamah, neneknya yang telah wafat 3
tahun lalu. Eza hanya bisa berziarah ke makam Mamah tahun ini. Alfatihah untuk
Mamah.
Serpong, 11 Mei 2023,
10.45
Eva Novita Ungu
No comments:
Post a Comment