Pada hari Sabtu tanggal
23 Februari 2019, saya dan 6 guru lainnya diundang untuk berdiskusi
dengan tim PPIM /Pusat
Pengkajian Islam dan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang
radikalisasi, ektrismisme berkekerasan dan terorisme, tema yang biasanya saya
hindari. Tapi kali ini sepertinya saya harus memberanikan diri untuk
mendiskusikan ini bareng rekan kerja saya, yaitu guru PPKn,
guru Bahasa Indonesia, guru BK, guru Al-Quran Hadits, guru Ekonomi dan guru
sejarah.
Pemandu diskusinya adalah salah satu dosen di sebuah
perguruan tinggi swasta di Jakarta, yang juga kakak ipar dari salah satu siswa
kami. Jadi alhamdulillah diskusi menjadi lebih akrab dan cair. Diskusi ini
dalam rangka mengumpulkan informasi terkait rencana lembaga ini untuk membuat
sebuah modul panduan guru untuk mencegah ekstrimisme di lingkungan sekolah.
Ternyata diskusi terkait tema ini menjadi menarik dan
seru karena berbagai stigma tentang radikalisme yang seolah-olah sudah nempel
sekali dengan Islam. Adanya perbedaan respon pemerintah dalam menyikapi satu
isyu yang sama, juga menjadi topik perbincangan yang hangat untuk
diperdebatkan.
Setelah diskusi hangat yang seru berlangsung selama 5 jam, diselingi coffee
break untuk menghidupkan suasana, ada
titik temu yang menarik untuk dikemukakan, bahwa radikalisasi itu tak selamanya
negatif. Bagi orang yang ingin menjalankan agamanya, jika itu untuk mempertahankan prinsip positif, sah sah saja disebut radikal. Perlu adanya
redefinisi kembali untuk mengubah “image” kata radikalisasi sehingga tidak
dipandang selalu negatif dan disesuaikan dengan konteksnya.
Diskusi tentang radikalisasi ternyata tak cukup
satu hari, kami pun melanjutkan di hari kedua. Setelah kami diberikan draft panduan
pencegahan radikalisme dan ekstrimisme berkekerasan di hari pertama, kami dikumpulkan
lagi di hari kedua untuk memberikan masukan terhadap draft panduan pencegahan
radikalisme dan ekstrimisme berkekerasan di lingkungan sekolah. Di akhir
sesi, kami diberikan suvenir cantik dan keren berlabelkan CONVEY INDONESIA seperti gambar dibawah ini.
Saya sempat bersuuzhan bahwa ini adalah proyek pesanan
dan ada yang menggelontorkan dana dengan jumlah fantastis untuk memberikan stigma
negatif bahwa radikalisme dan ekstrimisme
ini identik dengan Islam. Di lain pihak, jika ada tindakan kekerasan di ujung
dunia sana yang mengintimidasi umat Islam, itu tidak dicap teroris dan
ekstrimis. Bahkan dengan suvenir keren yang pastinya mahal itu, lama lama kita
seperti mengikuti pesanan mereka dan tergiur dengan proyek besar bernilai
nominal yang fantastis yang entah dibiayai siapa.
Semoga prasangka buruk saya tidak terbukti, bagaimana pandangan
anda?
Semoga Bermanfaat
Jumat, 010319.08.00
#ProgramHamil40Hari#Episode4#Hari7
No comments:
Post a Comment