Friday, September 27, 2024

KONFLIK BATIN KEDUKAAN : ANTARA IKHLAS DAN TAKDIR

 


Setiap manusia pasti akan meninggal. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Tapi saat seseorang diuji dengan wafatnya orang-orang tersayang, seperti orangtua, kakak, adik, anak, ternyata kesiapan untuk ikhlas menerima takdir Allah, tidak sama untuk setiap orang. Ada yang sudah siap dan tetap baik-baik saja setelah kehilangan orang tercinta, tapi ada juga yang membutuhkan waktu lama untuk berduka dan melanjutkan hidup. Ini bukanlah tentang ikhlas atau tidak ikhlas, tapi tentang kondisi jiwa yang butuh waktu berbeda-beda untuk mulai terbiasa tanpa orang yang ditinggalkan.

Saat mamah wafat di akhir tahun 2020, dunia serasa runtuh dan menjadi tidak sama lagi buat saya. Sebagai anak bungsu yang menikah terakhir diantara kakak-kakak, sehingga punya banyak kenangan bersama dengan mamah, terus terang tidak mudah bagi saya untuk ikhlas menerima bahwa mamah sudah tidak ada lagi. 


Di tahun pertama, saya mencoba terapi kedukaan dengan menulis. Mengumpulkan memori kenangan, mengabadikan momen kebersamaan, berharap bahwa saya menjadi baik-baik saja setelah ditinggal mamah, ternyata tak cukup untuk menjadikan saya kuat dalam menerima takdir Allah ini.

Lalu, saya melanjutkan dengan mengikuti sesi konseling dengan beberapa orang. Mulai dari sahabat saya di Depok, dengan pihak konselor khusus di Jakarta untuk sekedar mengeluarkan duka mendalam, dan semuanya saya jalani dengan menangis di kedua sesi itu, dengan dada yang sangat sesak. Ada banyak penyesalan yang saya rasakan, terutama dalam hal saya belum cukup waktu untuk membahagiakan mamah. Saya tak menyangka mamah akan pergi secepat itu, saya fikir saya masih cukup punya banyak waktu untuk menghabiskan waktu bersama mamah, sampai Eza dewasa dan menikah.Ternyata waktu saya sudah habis...

Tiba-tiba di bulan September tahun 2024 ini, teteh kandung saya wafat juga karena sakit. Hanya bertaut usia satu tahun diatas saya, semakin tak menyangka juga teteh akan pergi secepat itu juga menyusul mamah. Belum selesai hati saya ikhlas menerima mamah ga ada, ditambah lagi kehilangan teteh tercinta. Walaupun sadar bahwa semuanya adalah takdir Allah yang terbaik, dan Allah lebih sayang mereka, sehingga mereka tidak merasakan sakit lagi di dunia ini, tapi tetap saja, saya tidak bisa berpura-pura bahwa saya baik-baik saja dengan kehilangan 2 orang yang saya sayangi ini...



Ada konflik batin yang dirasakansaat ditinggal orang yang kita sayangi. Satu sisi kita yakin bahwa takdir Allah adalah yang terbaik. Saat kita beriman dengan qadha dan qadar, kita yakin bahwa Allah selalu memberikan takdir terindah dalam hidup kita, walau kadang dalam bentuk yang tidak kita suka. Tapi sisi lain sebagai manusia, ada ruang kosong yang hampa saat orang tersayang itu pergi. Ada berjuta kenangan yang selalu memenuhi pikiran, dan masih berharap semua itu hanyalah mimpi buruk sehingga saat bangun tidur, berharap mereka masih tetap ada disamping kita. Tapi ternyata semuanya bukanlah mimpi. Dan kesiapan hati untuk ikhlas menerima dengan takdir kematian orang tersayang, tidak sama untuk setiap orang. Ada yang butuh waktu sebentar dan langsung ikhlas menerimanya serta langsung melanjutkan hidup. Tapi ada juga orang yang membutuhkan waktu lama untuk bisa ikhlas menerima takdir kematian orang tersayang.

Maka yang perlu kita lakukan saat menghadapi orang yang berduka ditinggal orang tersayang adalah TIDAK MENGHAKIMI bahwa dia tidak beriman, tidak sabar dan tidak ikhlas dalam menerima takdir Allah. Bukan, ini bukan tentang ranah itu.... Tapi ini tentang memberikan ruang berduka bagi yang ditinggal untuk berproses menerima dan mencerna bahwa dia boleh bersedih, boleh menangis, boleh protes dan depresi, untuk sesaat mengeluarkan sesaknya dada dan untuk boleh menjadi RAPUUH...

Maka, terimalah kerapuhan itu, terimalah kalau sedang tidak baik-baik saja, tidak usah peduli omongan orang yang tidak bisa berempati... Cukuplah dengan disupport orang-orang terdekat, dan diberi ruang untuk memulihkan duka dan kesedihan... Akan lebih baik kalau disiapkan bahu untuk bersandar dan menerima pelukan tanpa dinasehati apapun... hanya menerima pelukan dan puk puk saja....itu sudah lebih dari cukup untuk orang yang berduka kehilangan orang yang tersayang...

Setelah kehilangan dua orang tersayang ini, saya bisa jadi lebih merasakan sedihnya orang yang berduka, menjadi tidak kuasa untuk menasehati sabar dan kuat, saat berhadapan dengan orang yang berduka dan lebih memberi ruang untuk memproses duka dalam waktu yang tidak terbatas... Semoga kita bisa menjadi orang yang berempati dan tidak mudah menghakimi orang lain yang ditinggal berduka dengan ucapan-ucapan yang menyakitkan... Cukup bantu dengan doa dan mendampingi tanpa menghakimi...

Mendampingi tanpa menghakimi... baru dapet deh quotes dadakan saat menulis ini, dalam rangka terapi kedukaan juga, agar jiwa saya semakin siap menerima dan melanjutkan hidup tanpa kehadiran mereka yang saya sayangiii

Mamah, teteh... maafkan anakmu... maafkan adikmu ... dan doakan terus dari sana yaa

love n miss u...



Semoga bermanfaat
Wassalam
Eva Novita Ungu
Serpong, 270924.14.10

No comments:

Post a Comment

Postingan Favorit