Sejak kecil, tentu kita sering mendengar kisah Nabi
Musa yang dikejar Firaun dan pasukannya. Banyak sekali kisah dalam Al-Qur’an
yang berlalu begitu saja, tanpa ada hikmah yang kita bisa terapkan dalam
kehidupan zaman now, seolah-olah kisah itu adalah dongeng yang hanya pantas
diceritakan untuk cerita pengantar sebelum tidur pada anak-anak kita, seputar
mujizat kenabian, yang tidak mungkin akan dialami oleh orang seperti kita, yang
bukan orang shalih banget, apalagi nabi.
Setelah membaca buku karya Dewa Eka Prayoga yang
berjudul “Melawan Kemustahilan, Menguji Keimanan, Menjemput Keajaiban”, saya
mendapat pencerahan saat sang penulis menceritakan tentang kisah Nabi Musa
dikejar Firaun dan pasukannya di laut merah. Menurut penulisnya, kisah tersebut
seringkali terjadi pada kita dengan analogi sebagai berikut:
Nabi Musa = Kita
Laut Merah = Hambatan
Firaun = Ancaman
Tanah yang dijanjikan = Impian
Tongkat Nabi Musa = Solusi
Masalah adalah sesuatu yang sering hilir mudik dalam
kehidupan kita, karena hidup adalah kumpulan dari satu masalah menuju
masalahnya. Jika ada manusia yang tidak punya masalah, maka itulah masalahnya. Yaitu
dia tidak bisa mengidentifikasi masalahnya.
Saat kita menghadapi masalah, seperti ingin menikah,
ingin punya anak, ingin berkeliling dunia, ingin haji dan umrah, ingin lunas
hutang dan lain-lain, seringkali kita menghadapi hambatan atau ancaman seperti pasangan
belum datang, tak kunjung hamil, tak ada uang, dan lain-lain. Nah kita bisa
belajar dari Nabi Musa, jika kita berada di posisi Nabi Musa seperti:
- · Di depan mata, ada laut
- · Di belakang, diserbu pasukan
- · Bawa jamaah banyak
- · Gak ada pesawat terbang
- · Gak ada kendaraan
- · Gak ada senjata tangguh
- · Cuma megang tongkat
(Buku Dewa, hal. 52)
Kira-kira, jika kita ada di posisi itu, apa yang akan
kita lakukan?
Tapi Nabi Musa, yang punya keyakinan utuh pada
pertolongan Allah, berhasil lolos dari gempuran Fir’aun dan pasukannya,
bagaimana caranya?
Allah Cuma memerintahkan, “Pukulkan tongkatnya!”, lalu
dipukul. Kebayang gak, kalau kita berada di posisi Nabi Musa, lalu diperintah Allah
untuk memukul tongkat, mungkin jawaban kita akan seperti ini
·
- “Atuhlah, jangan bercanda ya Allah, ini cuma tongkat”
- · “Ah mana bisa ya Allah, itu kan hanya tongkat”
- · “Waduh, gak mungkin ya Allah, ini hanyalah sebuah tongkat” dan keluhan-keluhan lainnya...
Tapi Nabi Musa tidak demikian. Dengan penuh keyakinan,
seyakin-yakinnya, begitu Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukulkan
tongkatnya ke laut. Terbelah deh tuh laut
(h. 53)
Coba perhatikan, saat menolong Nabi Musa, apakah
Allah...
- · Menurunkan bantuannya tiba-tiba dari langit?
- · Menghadirkan utusan dan pasukan khusus?
- · Membutuhkan proses dan waktu yang lama?
(h. 54)
Jelas tidak, mengapa?
Karena solusi yang dihadirkan Allah, ada pada tongkat
yang selalu dipegang dan dibawa oleh Nabi Musa. Allah mendatangkan pertolongan
dan keajaiban lewat tongkat tersebut.
Masalahnya, kita kadang tidak peka dengan “tongkat
Musa” yang ada dalam diri kita. Kita biasanya akan langsung mencari-cari solusi
diluar sana, bahkan cenderung memikirkan sesuatu yang tidak seharusnya
dipikirkan. Bukan berarti harus berbentuk tongkat, bukan...
Tongkat Musa yang dimaksud adalah kunci atau solusi
yang bisa kita lakukan untuk menyelesaikan setiap permasalahan dan ujian yang
menempa.
Maka kenalilah diri kita sendiri, potensi kita apa,
kita senang melakukan apa, mungkin disitulah sebenarnya solusi dari semua
permasalahan kita...
Semakin mengenal diri, semakin mengenal Allah, semakin
mudah mendapatkan solusinya... (h. 60).
Yuks lebih peka dengan diri kita sendiri, karena saat
kita dipercaya mengemban sebuah masalah, itu sudah dikirimkan satu paket dengan
solusinya.
Syemangaaat ...
Semoga Bermanfaat
Rabu, 200219.14.30
#ProgramHamil40Hari#Episode4#Hari2
Pencerahan yang ruar biasa...jazakillahu khairan,tetap semangat berbagi
ReplyDelete