كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ
يَعْلَمُونَ
Kitab yang
dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang
mengetahui (QS. AL-FUSHSHILAT, 41: 3)
Mengapa
al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab?? Mengapa tidak menggunakan bahasa lain?
Ada apa sich dengan bahasa Arab? Sebegitu istimewanya kah bahasa ini hingga
dipilih Allah utk menyampaikan ajaranIslam?
Quraish
Shihab dalam bukunya Lentera Hati, mengungkapkan “Kalau anda ingin menyampaikan
pesan ke seluruh penjuru, sebaiknya anda berdiri di tengah dan di jalur yang
memudahkan pesan itu tersebar. Hindari tempat dimana ada suatu kekuatan yang
dapat menghalangi dan atau merasa dirugikan dengan penyebarannya, kemudian
pilih penyampai pesan yang simpatik,berwibawa dan berkemampuan sehingga menjadi
daya tarik tersendiri. Timur tengah adalah penghubung Timur dan Barat. Wajarlah
jika kawasan ini menjadi tempat menyampaikan pesan Ilahi yang terakhir dan yang
ditujukan kepada seluruh manusia di seluruh penjuru dunia.”
Dan bahasa yang digunakan di Timur Tengah adalah
bahasa Arab. Ada banyak bahasa di dunia ini yang sudah punah bersamaan dengan
menghilangnya para penutur aslinya atau bahasa-bahasa tersebut akan melemah
bersamaan dengan lemahnya para pengguna bahasa tersebut, seperti bahasa Yunani,
Mesir, bahasa Phoenisia dan lain-lain. Tapi bahasa Arab, hingga saat ini masih
ada dan terus terpelihara pada setiap struktur bahasanya, baik aspek fonetik,
morfologi, sintaksis dan semantiknya. Apa yang membuat bahasa Arab ini memiliki
keistimewaan konsistensi seperti itu? Ternyata jawabannya karena al-Qur’an. Dengan diturunkannya al-Qur’an,
banyak manusia berbondong-bondong ingin mempelajari bahasa Arab, baik dari
kalangan orang Arab maupun non-Arab. Hal inilah yang menjadikan bahasa Arab
akan tetap menjadi bahasa yang tidak akan punah dan tetap terpelihara seiring
dengan terpeliharanya al-Qur’an.
Lalu mengapa al-Qur’an yang berbahasa Arab ini lah
yang dipilih Allah sebagai mujizat Nabi Muhammad
sebagai nabi terakhir hingga akhir zaman? Mengapa bukan hal lain seperti
mujizat Nabi Musa dan Nabi Isa yang bersifat inderawi? Sebelum kesana, mari
kita perhatikan definisi mujzat menurut para ahli.
Mujizat adalah sesuatu yang luar
biasa yang dihadirkan oleh seorang nabi untuk menantang siapa yang tidak
mempercayainya sebagai nabi dan tantangannya itu tidak dapat dihadapi oleh
banyak yang ditantang. Mujizat juga bisa bermakna hal yang tidak wajar, keluar
dari hukum kausalitas yang telah dipahami. Begitulah definisi mujizat menurut
para pakar.
Setiap nabi yang diberi mu’jizat oleh
Allah untuk suatu kaum, maka mujizatnya akan disesuaikan dengan kondisi keahlian
kaumnya. Sesuatu yang luar biasa pada saat nabi diutus pada suatu kaum, maka
mujizatnya pun menyesuaikan. Seperti pada zaman kaum Fir’aun, pada saat itu
yang menjadi trend nya adalah sihir, maka Nabi Musa pun diutus dengan mujizat
berupa tongkat yang bisa menjadi ular.
Lalu pada saat Nabi Isa diutus pada
kaumnya, saat itu ilmu kedokteran sedang mencapai puncak kejayaannya, maka
datanglah Nabi Isa dengan membawa mujizat yaitu bisa menyembuhkan orang sakit
dan bisa menghidupkan orang mati, sesuatu yang tidak bisa dilakukan ilmu
kedokteran saat itu. Jika mujizat kedua nabi itu ditukar, tentu tidak akan
cocok dengan kondisi kaumnya.
Begitupula saat Nabi Muhammad
diutus, pada masa itu sastra dan penyair sangat dielu-elukan dan mencapai
puncak kejayaannya, bahkan beberapa karya sastra sampai dipajang di Ka’bah
sebagai bentuk penghormatan bagi sesuatu yang dianggap luar biasa saat itu.
Ketika al-Qur’an turun dengan bahasa yang sederhana tapi mendalam maknanya,
gemparlah masyarakat Arab saat itu. Bagi kita yang kurang mendalami bahasa
Arab, mungkin tidak akan terlalu terasa kemujizatan bahasa Arab dalam
al-Qur’an. Tapi bagi para penyair saat itu, bahasa al-Qur’an itu membuat mereka
kagum. Banyak aspek yang membuat bahasa Arab yang ada dalam al-Qur’an ini
sangat mengagumkan, diantaranya permulaan kata-kata dalam setiap surahnya
sangat rapi, keserasian antar ayat serta keterikatan hubungan antara yang satu
dengan yang lain sehingga dalam satu kalimat terdapat kesatuan makna yang
serasi dann struktur yang tersusun rapi, gaya bahasa yang digunakan, dan yang
terpenting adalah isi kandungannya yang mencakup berbagai aspek dalam
kehidupan. Faktor bahasa dan isi kandungan nya lah yang membuat Al-Quran menjadi
mujizat hingga saat ini. Dari satu surat al-Fatihah saja, sudah lahir ribuan
bahkan jutaan buku yang menjelaskan kedua aspek tersebut, yaitu aspek bahasa
dan makna nya.
Sebagai contoh terkait dengan bahasa
dan makna nya, kita akan membahas wasiat Luqman pada anaknya. Wasiat Luqman ini
terdapat pada surat Luqman dari ayat 13 sampai ayat 20.
Pada ayat 14:
وَوَصَّيْنَا الإنْسَانَ
بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ
أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.”
Pada ayat ini, redaksi
awal yang dipakai adalah “Kami Perintahkan”. Subjek pada ayat ini bukanlah Luqman yang berbicara, tapi Allah
langsung yang memerintahkan. Berbeda dengan ayat sebelumnya pada ayat 13:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ
لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ
لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah) ketika Lukman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberii pelajaran kepadanya: "Hai
anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar".
Pada ayat 13, jelas sekali bahwa Luqman lah yang berperan
sebagai subjek yaitu yang memberi nasehat secara langsung pada anaknya, hal ini
diperjelas dengan adanya kata “Hai anakku”. Tapi pada ayat 14 tentang perintah untuk
berbakti pada orang tua, ternyata redaksi yang digunakan adalah “Kami
perintahkan” dalam hal ini Allah langsung yang memerintahkan. Adakah rahasia di
balik penggunaan subjek yang berbeda pada kedua ayat tersebut? Ternyata,
alasannya ada 2 yaitu:
Pertama, perintah orang tua adalah perintah yang
besar, begitu pula nasehatnya, maka Allah tidak membiarkan Luqman untuk
menasehati anaknya. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kedudukan orang tua disisi
Allah itu adalah sangat tinggi, bahkan perintah berbakti kepada orang tua
diletakkan di tempat tertinggi kedua setelah perintah untuk tidak menyekutukan
Allah. Karena itulah, redaksi yang digunakan bukan redaksi manusia lagi seperti
di ayat 13, tapi Allah langsung yang memerintahkan.
Kedua, seandainya Allah membiarkan Luqman berkata,
“Anakku, taatilah kedua orang tuamu” maka berarti hal ini termasuk hal yang
dibuat-buat. Karena, ketika memberi nasehat, biasanya kita melihat orang yang
menasehatinya, apakah orang yang memberi nasehat itu telah sesuai dengan
nasehat yang diberikannya? Apakah nasehat ini akan memberi keuntungan pada sang
pemberi nasehat? Maka seandainya Allah membiarkan Luqman memberi nasehat pada
anaknya, maka kemungkinan sang anak akan mengira bahwa ayahnya (Luqman) akan memperoleh
keuntungan dari dirinya. Akan tetapi, saat redaksi yang digunakan adalah Allah
sendiri yang memberi nasehat, maka tidak ada manfaat yang kembali kepada Luqman
dan Allah pun tidak akan mendapatkan keuntungan apapun.
Di ayat berikutnya, redaksi nya kembali menggunakan
Luqman sebagai subjek, dengan kembali menggunakan “hai anakku” yaitu nasehat
tentang balasan dari setiap perbuatan di ayat 16, tentang shalat dan amar
ma’ruf nahi munkar di ayat 17, tentang larangan untuk bersikap angkuh di ayat
18 dan tentang menyerdehanakan berjalan dan melembutkan suara di ayat 19.
Hal ini juga mengandung hikmah bahwa saat orang
tua menasehati anaknya, dalam hal apapun boleh menasehati secara langsung, tapi
terkait dengan menasehati untuk berbakti pada orang tua, maka redaksi yang
dicontohkan al-Qur’an adalah secara tidak langsung, sehingga seolah-olah tidak
seperti “hai anakku, hormatilah dan berbaktilah pada kami”. Demikian hikmah
dari pesan Luqman pada anaknya.
Lalu, hal menarik lainnya adalah penggunaan kata بِوَالِدَيْهِ di ayat
14. Kata “Walidain” dalam bahasa Arab adalah bermakna orang tua. Kata lain yang
bermakna orang tua adalah “abawain”. Penggunaan kata “walidain” di ayat ini (dan
bukan menggunakan kata “abawain”) tentu bukan hal yang kebetulan, tapi ada
maksudnya dan adanya saling keterhubungan antara redaksi dan makna (munasabah).
Pada ayat 14 ini yang disinggung lebih banyak adalah peran ibu seperti
mengandung dan menyapih, yang diantara keduanya ada proses melahirkan
(wiladah). Kata “Walidain” yang berarti orang tua sangat berhubungan dengan
wiladah yang dalam hal ini dialami para ibu. Maka dari sini, kita bisa
menyimpulkan bahwa berbuat baik kepada ibu, harus lebih banyak dibanding kepada
ayah. Karena peran ibu lebih berat dibanding peran ayah (dengan tidak
mengurangi rasa hormat pada peran ayah). Ada banyak ibu yang bisa berperan
sebagai ayah yaitu sebagai pencari nafkah, tapi ada beberapa peran ibu yang
tidak bisa dilakukan para ayah seperti mengandung dan melahirkan. Ini diperkuat
dengan sebuah hadits yang menyuruh berbakti pada ibu 3 kali, baru setelah itu
berbakti pada ayah.
Sementara kata “abawain” menunjukkan makna
maskulin lebih dominan (dari kata “abun” atau ayah), dan kata ini hanya
digunakan satu kali yaitu pada ayat tentang waris. Hal ini disebabkan bahwa
bagian bapak lebih besar daripada bagian ibu. Akan tetapi ayat yang menyebutkan
tentang kebaikan, pesan atau doa, pasti menggunakan kata “walidain” seperti doa
yang sering kita abaca (Rabbigfirli waliwalidayya) … ini jugalah yang turut
memperkuat bahwa berbakti dan mendoakan ibu harus lebih banyak. Tentu saja
mendoakan keduanya harus tetap kita lakukan.
Demikianlah hikmah dari penggunaan bahasa Arab
dalam al-Qur’an, yang ternyata mengandung makna yang sangat dalam. Dan Allah
lah Pemilik segala ilmu. Segala puji hanya bagi Allah.
Wallahu’alam bish-shawwab
Referensi:
1.
Ensiklopedia Mujizat al-Qur’an dan Hadits, Hisyam
Thalbah dkk
2.
Quraish Shihab, Lentera Hati
3.
Al-Quran yang Menakjubkan, Prof. Issa J. Boullata
#KolaborasiZaiNovi
#ProyekRamadhanAlZayyan
#Hari5
#Karya5TahunPernikahan
#SerunyaBelajarBahasaArab
Wassalam
Senin, 21 Mei 2018, repost dari Rabu, 28 November 2012
Ayo belajar bahasa Arab … karena bahasa Arab itu
menyenangkan …
No comments:
Post a Comment