Tak butuh waktu lama, bagi saya untuk melahap habis buku “Menapak
Jejak Amien Rais, Persembahan seorang putri untuk ayah tercinta” yang
berjumlah kurang lebih 300 halaman ini, hanya dalam waktu 3 hari. Banyak
hal menarik di dalamnya yang belum diungkap penulis biografi Amien Rais
lainnya. Hanum, penulis buku ini, yang merupakan putri kedua dari 5
orang putra-putrinya, menceritakan dengan sangat mengalir dan menyentuh
hati.
Ada beberapa cerita yang sangat berkesan di hati saya tentang sosok Amien Rais di mata putrinya.
Cerita
pertama, saat Hanum mengikuti lomba antar sekolah di Yogyakarta, lomba
MTQ, tapi Hanum sebagai pembaca saritilawahnya. Saat itu Amien Rais
masih menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah periode 1995-2000. Hanum
tampil pukul 10 malam, dan dia berharap bapaknya dating. Sebelum dan
ketika tampil, Hanum mencari sosok bapaknya tapi tak jua menemukannya,
Hanum sudah pesimis bapaknya tidak akan menyaksikannya berlomba. Karena
jika datang, panitia pasti sudah mempersilakan Amien Rais untuk duduk di
deretan bangku depan sebagai penghormatan kepadanya. Esok harinya,
barulah temannya berkomentar
“mbak Hanum pasti senang ya bapaknya datang tadi malam?“
Ternyata
Amien Rais datang malam itu, tanpa diketahui anaknya. Sang ayah ini
menyaksikan anaknya tampil, melihat dari kejauhan dan menolak saat
panitia memintanya untuk duduk di depan. Setelah anaknya tampil, sang
ayah pun pulang. Tanpa perlu mengabari anaknya, bahwa ia sudah datang.
Cerita
tersebut adalah salah satu cerita yang saya suka dari buku ini.
Ternyata pemimpin besar sangat memperhatikan kegiatan anaknya. Dan tanpa
perlu menggembar gemborkan bahwa ia adalah sosok ayah yang perhatian.
Bahkan anaknya saja mengetahuinya dari orang lain.
Cerita kedua,
saat di depan rumahnya muncul seorang penjual sapu, Amien Rais menyuruh
anaknya Hanum untuk membeli sapu itu dengan memberikan uang Rp 10.000.
Nah, dengan “kreativitas” nya Hanum ini ingin memperlihatkan
kemampuannya menawar dan berhasil mengembalikan uang Rp 6.500, dengan
harga awal sapu Rp 7.000, Hanum berhasil menawar setengah harganya
menjadi Rp 3.500 dan membanggakan kemampuannya di hadapan sang ayah.
Tapi ternyata tanggapan ayahnya malah di luar dugaan, ayahnya sangat
sangat marah, tidak pernah Hanum melihat ayahnya se marah itu. Ayahnya
memberinya uang lagi Rp 10.000 dan menyuruh Hanum memberikan uang itu
kepada penjual sapu tersebut. Tapi setelah dicari ke segala penjuru, tak
jua didapatnya si penjual sapu tersebut. Hal ini membuat Hanum merasa
bersalah dalam waktu yang lama. Perasaan ini “dibayar” dengan cara
memilih naik kereta daripada pesawat saat perjalanan Jakarta-Jogjakarta,
karena saat itulah Hanum bisa membeli makanan dari para pedagang
asongan, tanpa harus menawar lagi.
Begitulah cara Amien Rais mendidik anak-anaknya mengasah kepekaan social.
Selain,
itu sosok istri Amien Rais juga bukan sosok sembarangan. Saat Amien
Rais menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Amerika, istrinya menjadi
pendamping setia, sekaligus memanfaatkan waktunya dengan bekerja, dari
hasil bekerja tersebut ternyata dapat membangun istana kecilnya di
Yogyakarta, yang hingga sekarang mereka tempati.
Saat Hanum
kecewa dengan hasil pemilihan presiden tahun 2004, dia menyampaikan
keinginannya kepada orang tuanya untuk berhenti menuntaskan tanggung
jawabnya sebagai mahasiswa Co-Asst di FKG UGM. Tampak kekecewaan
terpancar di wajah Amien Rais dan istrinya. Tapi mereka sangat
menghormati keputusan anaknya dan tidak ingin memaksakan kehendak.
Hingga akhirnya ibunya menyampaikan berita bahwa dia akan kuliah S1
jurusan Bahasa Inggris di sebuah sekolah tinggi di Yogyakarta, sebuah
cita-cita terpendam, yang sejak dulu diinginkan tapi lebih
memprioritaskan kepentingan anak dan suaminya. Beberapa tahun kemudian,
ibunya lulus dengan hasil gemilang, ibunya lulus dengan IPK 3,8. Hal
inilah yang membuat Hanum bersemangat kembali melanjutkan pendidikannya.
Ibunya yang usianya 50 tahun saja masih bersemangat mengenyam
pendidikan, duduk bersama orang-orang yang berusia jauh di bawahnya,
mengapa dia yang usianya masih muda malah “menyerah” dengan kegagalan.
Sosok
ibunda Amien Rais juga tidak kalah penting peranan nya, saat Amien
dicalonkan presiden pada tahun 1999 (saat itu beliau sudah menjadi ketua
MPR utk periode 1999-2004), beliau berkonsultasi kepada ibundanya dan
pendapat ibunda nya lah yang beliau rujuk. Berikut adalah jawaban
ibundanya, “Mien, tanggung jawabmu di MPR baru saja dimulai. Kamu telah
disumpah menjadi ketua MPR untuk masa bakti 5 tahun. Jangan berbelok di
tikungan. Itu tidak bagus. Aku tidak setuju.” Amien Rais pun menolak
dicalonkan.
Benarlah bahwa di balik sosok besar, ada wanita hebat di belakangnya.
Wah, terlalu banyak cerita indah dalam buku tersebut, yang sangat menginspirasi saya dalam banyak hal.
Sebagai
penutup, ada nasihat bagus yang ditularkan Amien Rais kepada
anak-anaknya yang dikutip dari perkataan Roger federer , seorang petenis
dunia yang mengatakan “Kalau kamu ingin sukses, sukses apa saja, kamu
harus menyisihkan minimal 3 jam sehari untuk menekuni apa yang kamu
sukai”.
Semoga bermanfaat …
Wassalam
Eva Novita
(buku
"Menapak Jejak Amien Rais ini adalah hadiah ulang taun dari Hanum,
putrinya utk sang ayah, yg berusia 66 tahun pada April 2010 lalu)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Postingan Favorit
-
Jika kita membaca al-Qur'an secara teliti, ada beberapa kata yang digunakan untuk menjelaskan suatu makna. Tentang penciptaan misalny...
-
Saya senang sekali bahasa Arab dari dulu, terutama senang mengamati dan mendalami penggunaan bahasa Arab dalam Al-Qur’an. Skripsi dan...
-
Mungkin sebagian diantara kita ada yang bertanya, mengapa Allâh Swt kadang membuka ayat al-Qur’an dengan menggunakan kalimat ( يَا أَيُّهَا...
No comments:
Post a Comment