Jika kita berkunjung menuju sebuah negara, dan ingin melihat seluruh
tempat menarik di dalam negara itu, tentu akan membutuhkan banyak waktu
dan menguras banyak dana. Maka beberapa negara menyiasatinya dengan
membuat sebuah tempat wisata yang merangkum seluruh tempat menarik dalam
negara tersebut. Tentu saja tujuannya adalah mengenalkan budaya dan
tempat-tempat menarik yang ada dalam negara tersebut. Jika di Indonesia
kita mengenal Taman Mini Indonesia Indah, di Belanda kita mengenal
Madurodam, maka di Mesir ada satu tempat yang menarik yaitu Qaryah
Fir’aun atau Pharaonic Village alias Kampung Fir’aun.
Pada
hari Senin, 17 Januari 2011 saya berkesempatan mengunjungi Kampung
Fir’aun ini. Lokasi perkampungan ini berada di sebuah pulau kecil di
tengah aliran sungai Nil, dan banyak ditumbuhi berbagai macam pepohanan
dan tumbuhan langka lainnya. Jarak antara pusat kota Kairo ke lokasi ini
sekitar 5 km. Saya mendatangi tempat ini setelah mendatangi piramida
Giza yang berada tak jauh dari kampung Fir’aun. Jadi saya tiba di lokasi
ini jelang siang hari, dan cuaca saat itu sangat cerah, secerah kondisi
hati saya.
Kampung Fir’aun ini dibangun oleh seorang
arsitek Mesir DR. Ahmad Ragab pada tahun 1977 dan mulai dibuka untuk
umum sejak tahun 1984 dengan mempekerjakan sekitar 150 orang yang
memakai pakaian tradisional ala zaman fir’aun. Sang arsitek juga tidak
lupa menanam sebanyak kurang lebih 5000 pohon sebagai bagian penting
dalam pembangunan kampung buatan itu.
Tiket yang
ditawarkan untuk memasuki kampung fir’aun ada tiga kategori. Kategori
pertama adalah istimewa dengan harga 203 pound (sekitar 400 ribuan)
dengan fasilitas makan minum di restoran dan mengunjungi seluruh kampung
fir’aun beserta museum. Paket kedua seharga 178 pound dengan meniadakan
paket makan di restoran tetapi masih ada paket minumnya. Sedangkan
untuk paket ketiga seharga 156 pound tiap orang (sekitar 300 ribu) yaitu
hanya mengunjungi semua kawasan kampung dan beberapa museum yang ada di
dalamnya, tanpa makan dan minum di restoran.
Saya
memilih paket yang ketiga. Untungnya saat itu saya mendapat discount
20%, walaupun saat saya menunjukkan kamera, ternyata si kamera harus
bayar juga. Jadi total yg saya habiskan untuk mengelilingi seluruh
kawasan ini adalah 267 pounds atau sekitar 500 ribu lebih, karena berdua
dengan teman saya, lumayan mahal tapi tak apalah karena saya tak
mungkin bisa mengunjungi seluruh tempat di Mesir dalam waktu singkat,
maka mengunjungi tempat ini adalah solusi yang tepat. Selama 2 jam, kami
disuguhi beberapa tempat di kampung ini dengan dipandu seorang guide.
Setelah
mendapat tiket, kami digiring menaiki perahu nil untuk mengitari
kampung dan melihat secara langsung aktifitas orang-orang kuno pada masa
fir’aun. Ada beberapa bahasa pilihan yang ditawarkan ketika hendak
memasuki perahu, diantaranya bahasa arab dan bahasa inggris. Kami
memilih bahasa Inggris, karena teman saya lebih menguasai bahasa
Inggris.
Saat perahu berjalan, rekaman suara dari
speaker memperkenalkan dengan singkat para tuhan orang-orang Mesir kuno
mulai dari tuhan Oziris, Isis, Amun, Sobek, Hathor dan beberapa yang
lain. Ramsis II sebagai fir’aun yang sangat terkenal juga disebutkan dan
patungnya berdiri kokoh di tepian sungai nil.
Keunikan
perkampungan ini, karena letaknya berada di tengah-tengah sungai Nil
serta terisolasi dari kehidupan masyarakat Mesir secara umum. Warga yang
tinggal di perkampungan ini, sengaja dibayar untuk (berpura-pura)
menerapkan semua tradisi kehidupan yang dilakukan oleh masyarakat Mesir
kuno, pada era kejayaan Fir’aun ribuan tahun yang lalu. Misalnya kita
dapat menyaksikan dengan detail, bagaimana kehidupan sosial dan ekonomi
di tengah masyarakat Fir’aun. Begitu juga aktifitas seorang seniman
lukis, ahli bangunan, ahli mummi, ahli keramik, ahli kimia dan lain
sebagainya. Kehidupan yang terjadi ribuan tahun lalu dapat kita lihat
dengan jelas di kampung ini. Termasuk bagaimana mereka membuat berhala,
serta ritual menyembah dewa-dewa Mesir kuno.
Hebatnya,
sebagai pengunjung kita tidak perlu repot-repot berjalan kaki mengitari
semua sisi kampung tersebut melalui jalan setapak. Tapi, cukup duduk
manis di atas kursi empuk dalam sebuah boat kecil, yang akan membawa
kita mengitari semua sisi kampung Fir’aun itu.
Di akhir
perjalanan, kita akan disuguhi sebuah pertunjukan mini operet tentang
peristiwa penyelamatan Nabi Musa a.s. yang dihanyutkan oleh Ibundanya ke
sungai Nil dalam sebuah peti, sebagai upaya menghindari kekejaman
Fir’aun yang akan membunuh semua bayi yang terlahir dari keluarga Bani
Israil. Seru sekali menyaksikan adegan peristiwa ini yang saya
dokumentasikan dalam foto 1.
Turun dari perahu, sebuah
istana kuil yang saat ini menjadi museum terbuka terbesar dunia telah
menunggu, kuil Karnak yang menjadi ma’bad khusus untuk para
fir’aun. Kuil karnak ini aslinya berada di Luxor. Beberapa mumi juga
dapat kita saksikan di tempat ini. Seru sekali menyaksikan beberapa
peninggalan sejarah Mesir di satu tempat. Maka jika berkunjung ke Mesir,
jangan lupa mampir ke tempat ini. Sebenarnya, kampung fir’aun yang asli
ada di madinat Thiba (Thebes atau Luxor). Tapi kita dapat
menyaksikannya tiruannya di Kairo yaitu di kampung Fir’aun. Kawasan
Kampung Fir"aun, memang khusus dikemas secara unik dan spesial. Sehingga
menimbulkan daya tarik luar biasa bagi wisatawan manca negara untuk
berkunjung ke tempat itu. Di foto 2, bisa kita saksikan map atau peta
kampung Fir'aun ini.
Kampung Fir’aun dikelola secara
profesional oleh sebuah perusahaan swasta nasional Mesir, di bawah
bendera Dr. Ragab Papyrus Academy. Yaitu sebuah perusahaan yang sangat
intens bergerak dalam mempromosikan obyek wisata negeri piramida itu ke
seluruh penjuru dunia. Sebagai negara yang banyak memiliki peninggalan
sejarah, Mesir mendapatkan pemasukan devisa negara yang sangat besar
dari sektor ini.
Sekilas tentang pendiri tempat ini
yaitu DR Ahmad Ragab yang lahir pada tanggal 14 Mei 1911 di Kairo ini,
lulus sarjana dari Fakultas Teknik Universitas Kairo tahun 1933, dan
pernah mengenyam pendidikan Diploma de l' Ecole Superieure d'
Electricite de Paris pada tahun 1934. Lalu meraih gelar M.Sc. Ilmu
Militer pada tahun 1943 dan puncaknya meraih gelar Ph.D. di Institut
National Polytechnique de Grenoble pada tahun 1979. Foto saya bersama
sang arsitek ini bisa dilihat di foto 3.
Sang arsitek
ini memiliki banyak riwayat karier militer seperti menjadi Kapten dalam
Corps of Engineers - Tentara Mesir, Direktur Departemen Survei Angkatan
Darat, Kolonel Militer Atase - Kedutaan Besar Mesir di Washington,
Direktur Jenderal dan Pendiri Departemen Penelitian & Pengembangan
Angkatan Bersenjata Mesir dll. Pada tahun 1965, sang arsitek untuk
pertama kalinya menemukan kembali rahasia papirus pembuatan dan
mendirikan Papyrus Institute pada tahun 1966. Beliau juga menulis lebih
dari 30 karya penelitian dan buku-buku ilmiah, serta dianugerahi banyak
penghargaan.
Mengakhiri perjalanan di kampung Fir’aun
ini, saya dan teman, sempat berkenalan dengan beberapa turis yang
sepertinya berasal dari Pakistan. Lumayan ganteng-ganteng hehe, fotonya
bisa dilihat di foto 4. Sempat mengobrol cas cis cus dengan bahasa
Inggris, campur dikit dengan bahasa Arab, cukup memberi warna indah
dalam perjalanan singkat ke kampung Fir’aun ini. Semoga suatu saat saya
dapat mengunjungi Mesir lagi, terutama ke Luxor nya, bersama keluarga
saya. Amiin.
Semoga bermanfaat.
Wassalam
Eva Novita Ungu
Rabu, 23 Oktober 2013 (yang seharusnya untuk hari Rabu, 9 Oktober 2013)
Mengenang kembali saat-saat ke Mesir di tahun 2011, mengalami saat2 mencekam jelang tumbangnya Mubarak …
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Postingan Favorit
-
Nama Allah al-'Afuww,al-Ghafur dan al-Ghaffar jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya sama yaitu Maha Pengampun. Tapi se...
-
Al-Qur’an adalah kitab suci yang memiliki banyak fungsi. Selain sebagai petunjuk, obat, ia juga adalah sumber ilmu, terutama terkait ...
-
Untuk memahami makna La’allakum Tattaqun, kita harus mengamati penggunaan kata tersebut dalam Al-Qur’an. Kata la’alla dipergunakan da...
Salah satu negara impian untuk kami kunjungi, Va. Moga2 ada rizki-nya nanti. In shaa Allah. ira
ReplyDelete