Judul Buku : Berdoa ataukah Menyuruh Tuhan?
Penulis : Agus Mustofa
Penerbit : PADMA Press, Surabaya
TahunTerbit : 2009
Jumlah Halaman : 263
Yang
menjadi latar belakang penulisan buku ini adalah adanya fenomena salah
kaprah dalam praktek berdoa di kalangan umat Islam. Menurut sang
penulis, banyak umat Islam yang tidak lagi berdoa kepada Allah –
Tuhannya, melainkan sekedar membaca mantera-mantera: kalimat-kalimat doa
yang tidak dimengertinya. Banyak orang berdoa salah kaprah. Menjadikan
doa sebagai ladang bisnis, meskipun mereka menyebutnya sebagai bisnis
akhirat. Buku ini berusaha mendudukkan kembali fungsi doa yang sudah
mengalami distorsi demikian jauh.
Buku ini terdiri dari
3 bab yaitu Bab 1 mengupas tuntas tentang Salah Kaprah Berdoa; Bab 2
mengulas tentang inti buku ini, Berdoa ataukah Menyuruh Tuhan? dan bab
terakhir tentang Lima Tingkatan Doa.
Bab 1 menjelaskan
tentang fenomena salah kaprah dalam berdoa di kalangan masyarakat kita,
seperti berdoa panjang seperti membaca mantera tapi tak faham artinya,
berhutang untuk membayar “perantara” dalam berdoa, mendoakan lewat media
air, berpuasa agar lulus ujian atau doa yang membosankan. Tentang doa
yang membosankan ini, sang penulis mengulas pertanyaan dari seorang
kawannya yang ingin tahu tentang alasan mengapa kadang kita sering bosan
dalam berdoa. Sang penulis menjawab bahwa ada 4 kemungkinan mengapa
kita sering bosan dalam berdoa, pertama, seringkali doa kita hanya hafalan semata, tanpa mengerti isi doa itu; kedua, kebosanan dalam berdoa juga disebabkan oleh perasaan
yang “tidak , membutuhkan” ketika berdoa. Misalnya membaca doa karena
sekedar ikut-ikutan saat doa berjamaah, bisa juga karena isi doa tidak
sesuai dengan apa yang diminta; ketiga, redaksi kalimat yang sama, isi doa yang sama, suasana hati yang sama, juga bisa menyulut kebosanan; dan keempat, doa juga bisa terasa membosankan ketika seseorang merasa doanya tidak segera terkabul.
Bab
2 membahas tentang inti dari isi buku ini yaitu tentang perbedaan
meminta (berdoa) dengan menyuruh. Bagaimana penjelasan ayat-ayat
al-Qur’an yang membahas tentang adab berdoa juga dijelaskan dalam bab
ini. Berbagai contoh dari kisah Nabi dan Rasul terkait dengan doa ini,
juga disajikan secara menarik dalam bab ini. Silakan baca buku ini jika
masih penasaran …
Bab 3 mengulas tentang 5 tingkatan
doa yaitu berdoa yang seolah-olah berdagang dengan Allah, doa yang
mengiba atau menuhankan Allah, doa meminta yang terbaik, doa dengan cara
bersyukur atas segala karunia Allah Swt dan terakhir berbuat seperti
Allah atau menjadi “karyawan”-Nya. Adapun dalil dan penjelasan dari
setiap 5 tingkatan doa ini, bisa dibaca secara lebih lengkap pada bab 3.
Sang
Penulis bernama lengkap Agus Mustofa, lahir di Malang, 16 Agustus 1963.
Ayahnya adalah seorang guru tarekat yang intens dan pernah duduk dalam
Dewan Pembina Partai Tarekat Islam Indonesia, pada zaman Bung Karno.
Agus adalah Sarjana Teknik Nuklir UGM Jogjakarta. Selama kuliah, ia
banyak bersinggungan dengan ilmuwan-ilmuwan Islam yang berpemikiran
modern seperti Prof. Ahmad Baiquni dan Ir. Sahirul Alim, M. Sc yang
menjadi dosennya. Perpaduan antara ilmu tasawuf dan sains itulah yang
menghasilkan tipikal pemikiran yang unik pada dirinya, yang disebutnya
sebagai “Tasawuf Modern”: Pendekatan Tasawuf dalam kekinian. Pernah
menjadi wartawan di Jawa Pos sejak tahun 1990, dan pernah menjadi
General Manager di media televise lokal milik Jawa Pos, untuk kemudian
mengundurkan diri dan sekarang memfokuskan diri untuk menulis buku
serial Tasawuf Modern setiap 3 bulan sekali. Karya-karyanya yang sudah
terbit, diantaranya, Indonesia Butuh Nukir?; Ternyata Akhirat Tidak
Kekal; Terpesona di Sidratul Muntaha, Pusaran Energi Ka’bah, Mengubah
Takdir, Ternyata Adam Dilahirkan, dll.
Buku ini menarik
karena menjelaskan filosofi berdoa dan menggambarkan fenomena di
masyarakat kita terkait dengan berdoa yang salah kaprah. Menurut sang
penulis, kesuksesan kita di masa depan sangat terkait dengan doa-doa
kita sekarang. Doa yang salah kaprah akan menjadikan kita menjadi
seperti isi doa itu, dan hidup kita di masa depan menjadi salah kaprah
juga. Diri kita di masa depan adalah doa-doa kita di masa sekarang. Jadi
kita harus memastikan bahwa kita berdoa dengan cara yang benar dan
isinya tepat serta kita fahami betul apa yang kita minta.
Selamat Berdoa.
Semoga bermanfaat.
Wassalam
Eva Novita Ungu
Jum’at, 25 Oktober 2013 (yang seharusnya untuk hari Rabu, 16 Oktober 2013)
Merekonstruksi kembali pemahaman diri tentang berdoa …
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Postingan Favorit
-
Nama Allah al-'Afuww,al-Ghafur dan al-Ghaffar jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya sama yaitu Maha Pengampun. Tapi se...
-
Al-Qur’an adalah kitab suci yang memiliki banyak fungsi. Selain sebagai petunjuk, obat, ia juga adalah sumber ilmu, terutama terkait ...
-
Untuk memahami makna La’allakum Tattaqun, kita harus mengamati penggunaan kata tersebut dalam Al-Qur’an. Kata la’alla dipergunakan da...
No comments:
Post a Comment