Ada fenomena menarik dalam Al-Qur’an saat menceritakan
tentang Malaikat, terutama dari segi penggunaan fi’il atau kata
kerjanya. Dari sisi bentuk kata, Malaikat adalah termasuk kata benda muannats
atau berjenis kelamin perempuan, karena ada tanda ta marbuthah di akhir sebagai ciri kata benda muannats. Kata
malaikat adalah bentuk jama’ dari kata malak (ملك).
Ternyata,
Allah menggunakan fi’il yang bervariasi saat berbicara tentang malaikat,
kadang di satu ayat tertentu menggunakan kata kerja dengan bentuk mudzakkar atau
berjenis laki-laki, tapi di ayat lain ada juga yang menggunakan kata kerja
dengan bentuk muannats atau berjenis perempuan. Mari kita lihat
contohnya
Menggunakan
fiil madhi mudzakkar
فَسَجَدَ الْمَلائِكَةُ كُلُّهُمْ أَجْمَعُونَ
Lalu seluruh malaikat itu bersujud
semuanya. (Surat Shad ayat 73)
Pada ayat
tersebut, kata kerja yang digunakan adalah fiil madhi (past tense) yang
berjenis laki laki yaitu kata sajada. Jika berjenis perempuan,
seharusnya menggunakan kata sajadat ((سجدت.
Lalu,
dalam ayat berikut, menggunakan fiil berjenis perempuan (muannats) yaitu
:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا
تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا
وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan
mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih;
dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah
kepadamu". (Surat Fushilat ayat 30).
Pada ayat
tersebut, kata kerja yang digunakan adalah fiil mudhari (present tense)
berjenis muannats yaitu kata tatanazzalu (تَتَنَزَّلُ).
Tentu ini
menjadi pertanyaan besar, mengapa Allah menggunakan kata kerja yang seolah-olah
tidak konsisten saat berbicara tentang Malaikat? Kenapa kadang menggunakan
bentuk mudzakkar atau maskulin, dan di tempat lain bentuk muannats atau
feminin yang digunakan. Ini menjadi perhatian banyak ulama bahasa dan bahkan
para mufassir tekait hikmah dan rahasia dibalik fenomena menarik ini. Begitulah
bahasa Al-Qur’an, tak pernah berhenti menuntaskan rasa penasaran para ahli
bahasa saat itu, bahkan hingga saat ini masih banyak fenomena bahasa Al-Qur’an
yang belum terungkap.