Friday, September 15, 2017

Membeli Celengan



Tantangan level 8 dengan materi cerdas finansial ini, sebenarnya sudah lama saya lakukan bertahap pada Eza. Jika hanya membiasakan menabung, itu mudah sebenarnya. Tantangannya adalah saat suami membebaskan Eza untuk jajan, dan menahan rasa tega saat anak minta jajan dan mainan seperti teman-temannya.

Usia Eza yang baru menginjak 3,5 tahun, adalah usia senang bersosialisasi, pengen punya barang seperti temannya. Saat teman-temannya beli mobil-mobilan, ia pengen. Saat diajak ke indomaret, pengen beli es krim karena es krim adalah makanan favoritnya.

Kemarin, saat saya mengajak Eza jalan, saya tawarkan untuk membeli celengan karena celengan lama sudah penuh dengan uang receh, maka materi 8 ini adalah momen yang tepat untuk membeli celengan baru. Saya ajak Eza ke toko celengan, membiarkan dia memilih sendiri, ternyata dia antusias sekali. Dia memilih tokoh favoritnya yaitu Robocar Poli. Ga papa lah supaya dia semangat menabung.

Setibanya di rumah, Eza langsung meminta uang, dan semangat sekali memasukkannya ke dalam celengan. Saat temannya datang, ia langsung “pamer” celengan barunya. Euh dasar anak-anak. Semoga ga membuat temannya lapor untuk membeli celengan juga. Tapi jika semangat menabung nya menular, semoga menjadi hal positif.

Syemangaat...

Semoga Bermanfaat

Jumat, 150917.06.00
#Tantangan10HariLevel8
#day1
#KuliahBunSayIIP
#RejekiItuPastiKemuliaanHarusDicari
#CerdasFinansial

#odopfor99days#semester2#day6

Anak sebagai (Alasan) Ujian Kegagalan Shalat Berjamaah



Hari Kamis lalu, saya dan keluarga mempersiapkan pernikahan keponakan di Tasik. Papanya Eza masih di Tangerang, saya dan Eza pulang duluan ke Tasik. Mamah dan Abah senang sekali saat kami datang, walaupun tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Ternyata anak dan cucu itu bisa menjadi obat terbaik bagi kesepian orangtua.

Pagi-pagi, kami ke pasar, ke tukang jahit dan jalan-jalan seputar kota Ciawi. Tiba jam 11 siang di rumah, Eza kecapean, ia pun tertidur dan pengen ditemani, tak terasa saya pun nyenyak tertidur, hingga waktu dhuhur tiba, saya belum shalat. Biasanya saya shalat berjamaah dengan mamah, tapi ternyata mamah sudah shalat dhuhur duluan karena beliau terbiasa shalat di awal waktu setelah adzan beres.

Saya pun segera terbangun, menyesal sekali terlewat shalat berjamaah shalat dhuhur. Ternyata tak mudah juga menjaga shalat berjamaah 40 hari itu, terutama saat lelah dan malas melanda, mencari pembenaran dan alasan untuk tidak shalat berjamaah. Saya lupa memberitahu mamah untuk menunggu saya shalat berjamaah.

Hari ini, di hari kelima, saya menjadikan anak sebagai alasan atas kemalasan dan ketakberdayaan saya untuk menjaga konsistensi shalat berjamaah. Sebenarnya jika memaksakan diri dan saya lebih meniatkan diri, seharusnya saya bisa mengalahkan rasa kantuk saya, tapi apalah daya, saya memilih menemani anak tidur. Semoga Allah mengampuni kekhilafan saya.

Semoga Bermanfaat

Jumat, 150917.06.00
#ProgramHamil40HariEpisode3#Hari5
#odopfor99days#sesi3#day5


Monday, September 11, 2017

Kemacetan dan Tahajud




Hari Rabu malam, saya mudik ke Tasik bareng keluarga kakak laki-laki saya, sementara suami, nanti menyusul usai mengajar di hari Jumat. Kami berangkat dari Tangerang pukul 10 malam, dan ternyata macet sodara-sodara. Saya fikir jika berangkat di hari Rabu malam, tidak akan padat dan macet seperti malam Sabtu yang kabarnya menjadi malam langganan macet bagi para pemudik. Tapi ternyata tetap padat dan macet karena ada perbaikan jalan di beberapa titik ruas jalan, diantarnya jalur Karawang dan Bekasi.

Karena saya ngantuk berat, jadi saat macet pun, saya bisa tidur, walaupun kurang nyenyak. Sesekali bangun, lalu tidur lagi, trus bangun lagi. Kami sempat berhenti di rest area, pukul 1 malam. Tak terfikir untuk tahajud, karena dengan estimasi waktu, saya prediksikan nyampe rumah di Tasik pukul 3 pagi.

Ternyata kakak saya yang menyetir, pengennya sampe Tasik pas adzan subuh karena dia takut kelewat subuhnya jika datang sebelum subuh. Akhirnya saat menjelang kota Ciawi, rumah orang tua saya, ia melambat-lambatkan dalam menyetir, pelan sekali sampai akhirnya saya terbangun dan ingat belum tahajud.

Saat saya dulu menjalani program hamil 40 hari edisi pertama dan kedua, rasanya tahajud itu ringan sekali, saya merasa itulah saat-saat indah berduaan dan curhat dengan Sang Pencipta. Tapi setelah itu, saya putuskan untuk istirahat sejenak dari program hamil 40 hari, dan ibadah saya pun kacau dan hancur berantakan. Nyaris tak terkontrol. Akhirnya saya mulai lagi di hari Rabu kemarin, jadi memang seperti dikejar-kejar saat sadar belum shalat dhuha, belum tahajud, dan ada rasa penyesalan yang mendalam saat saya tak bisa memenuhi target ibadah.

Postingan Favorit