Tulisan
ini mencoba menghubungkan antara travelling dan proses menuju pernikahan,
adalah karena jadwal minggu kedua dari sesi menulis mingguan saya adalah
tentang travelling dan karena tepat 10 hari lagi (insya Allah) saya akan
menjalani proses pernikahan. Jadi berusaha menyambung-nyambungkan lah. Alasan
lain adalah karena banyak yang bertanya tentang proses perkenalan saya dengan
si dia, sang calon suami saya. Jadi daripada saya jelaskan satu persatu, lebih
baik saya tulis saja. Semoga bermanfaat.
Travel
ling
atau jalan-jalan adalah salah satu hobi saya yang biasanya saya rencanakan
jauh-jauh hari. Dalam 2 tahun terakhir ini, ada 2 sesi trip yang sudah
direncanakan dan ternyata keduanya beririsan langsung dengan proses taaruf
menuju pernikahan.
Pertama,
di awal tahun 2012, saya merencanakan untuk trip ke 4 negara di Eropa bersama
dengan 2 teman sekantor. Segala persiapan sudah direncanakan dengan matang,
mulai dari pengajuan visa, pembelian tiket, pencarian data tentang tempat
tujuan dan tentu saja menabung. Saat itu pembelian tiket harus sudah dilakukan
di bulan Januari-Februari, untuk keberangkatan di bulan Juni 2012. Nah di
sela-sela persiapan pemesanan tiket itulah, tawaran ta’aruf datang di bulan
Januari 2012. Hanya 2 minggu berkenalan, dia pun memutuskan menemui ortu di
rumah. Singkat cerita, saya harus memutuskan antara 2 hal ini, memilih
travelling atau menikah. Dan saya pun memilih menikah. Saya lantas menghubungi
kedua teman saya untuk meng cancel rencana perjalanan, dan mereka memutuskan membeli
tiket tanpa saya. Tetapi 3 hari setelah dia datang ke rumah, tiba-tiba bapak
saya memberi keputusan bahwa dia tidak merestui saya menikah dengan laki-laki ini.
Gubrag deh, saya pun terpuruk dan langsung menghubungi kedua teman saya yang
akan pergi liburan ke Eropa, bahwa saya jadi ikut bergabung dengan mereka. Dan
mereka pun mengucapkan hamdalah (karena tak jadi menikah? dan jadi liburan
bersama mereka).
Kedua,
di awal tahun 2013 ini, saya merencanakan trip ke Bromo (sekaligus aksi sosial
bagi buku kepada anak-anak sekitar Bromo) di bulan Maret dan sudah menyerahkan
DP sejak akhir Januari. Tiba-tiba, di akhir Februari, temanku yang sekarang
menjadi calon suamiku, melamarku. Ini membuatku terkaget-kaget. Jelang
keberangkatan ke Bromo, saya berkonsultasi ke guru ngaji, beliau menganjurkan
untuk mengcancel pergi ke Bromo, tapi saat saya tanya calon suamiku, ternyata
dia tidak mempermasalahkannya, jadilah saya berangkat ke Bromo di pertengahan
bulan Maret 2013. Selama di Bromo, saya sibuk berkomunikasi dengannya dan
keluarga saya, untuk mempersiapkan acara lamaran dan hari H. Sepulang dari
Bromo di hari Selasa tanggal 12 Maret 2013, saya langsung dijemput ibu dan
kakak, dan langsung pergi ke Jatinegara untuk hunting souvenir, lalu sore
harinya pergi ke Depok untuk survey busana pengantin. Bahkan malamnya langsung
mengerjakan tugas kuliah karena esok harinya adalah deadline tugas kampus.
Nyaris tak ada jeda untuk beristirahat.
Jadi,
travelling 2 tahun terakhir ini ternyata berkaitan langsung dengan proses
pernikahan saya. Proyek pencarian jodoh saya, sesungguhnya dimulai tahun 2003
dan berakhir tahun 2013 ini. Berarti tepat 10 tahun saya berjuang dan berusaha
mencari pasangan, dan menjalani proses taaruf sebanyak 28 kali. Berikut adalah
rinciannya : tahun 2003 sebanyak 1 x, tahun 2004 sebanyak 2 x, tahun 2005
sebanyak 1 x, tahun 2006 sebanyak 4 x, tahun 2007 sebanyak 1 x, tahun 2008
sebanyak 8 x, tahun 2009 sebanyak 1 x, tahun 2010 sebanyak 2 x, tahun 2011
sebanyak 6 x dan tahun 2012 sebanyak 2 x (haha lengkap banget datanya, karena
semua tersimpan rapi dalam diary saya).
Melelahkan
sekali menjalani proses sebanyak 28 kali selama 10 tahun, lelah fisik dan jiwa,
karena berkali-kali mengalami kegagalan ternyata tak kunjung membuatku tegar.
Selama 10 tahun itulah, saya jatuh bangun menata harapan, tertatih-tatih membangun
ketegaran dan kepercayaan diri, berharap dari satu proses ke proses berikutnya.
Karena saat saya berproses taaruf, tentu saya berharap bahwa itulah proses yang
terakhir. Saya pernah berproses dengan orang Pekanbaru, Lampung, Mesir, Maluku,
Tangerang dan lain-lain. Saya pernah nge track menuju bandara, pernah juga sendirian
naik motor ke Depok, hanya untuk menemui para lelaki yang akan berproses dengan
saya. Tapi semuanya berakhir dengan kegagalan. Tak jarang saya terpuruk, jatuh
dan mencoba bangkit berjuang memulihkan luka. Hingga di bulan Juni 2012, saya
menyerah, saya lelah dan memutuskan berhenti berusaha, bahkan saya menghentikan
semua doa meminta jodoh dan lebih fokus untuk memberi ruang kepada diri
sendiri. Kebetulan di bulan November 2012, ada seleksi kuliah PPG dan saya
lulus, jadi ada pelampiasan kesibukan lah dari semua kepenatan dan kelelahan
hati. Tahun 2012 adalah puncak kelelahan saya.
Tetapi
tiba-tiba di bulan Desember 2012, tawaran proses ke-28 itu datang (Proses
taaruf di bulan Januari 2012 adalah proses saya yang ke-27), saat hati sudah
lelah berjuang, saat diri tak siap membuka hati. Anehnya, setiap kali saya
istikharah, 3 kali sehari, maka 3 kali itu saya menangis, dalam setiap doa-doa
istikharah saya. Takut menolak tapi juga memang belum siap menerima yang baru.
Maka saya pun memutuskan mundur dari
proses ini, jadi proses ke-28 ini adalah proses yang numpang lewat saja.
Bulan
Januari 2013, saya larut dalam kesibukan kuliah PPG (Pendidikan Profesi
Guru).
Orangtua saya berangkat umrah di bulan ini (sepertinya inilah faktor
penyumbang terbesar jodoh saya datang). Hingga tak terasa waktu sudah
menunjukkan bulan Februari. Di bulan Februari inilah, ada 2 kejadian
penting
yang saling berkaitan yaitu RAT (Rapat Anggota Tahunan Koperasi) dan
lamaran
dari dia, sang calon suami. Di RAT tanggal 16 Februari 2013, saya
terpilih
menjadi sekretaris Koperasi, tapi karena volume kesibukan kuliah dan
alasan
lain, saya memutuskan mundur dari kepengurusan ini. Saya pun mengajukan
surat
pengunduran ini, dengan 2 alasan yaitu kesibukan kuliah dan adanya
agenda pribadi
yang sedang direncanakan yang dikhawatirkan akan mengganggu kinerja
kepengurusan. Ternyata point ke-2 inilah yang membuat dia bergerak dan
melancarkan “serangan”nya. Saking pusingnya dengan masalah ini (koperasi
dan
kuliah), saya pun meminta kepada sahabat laki-laki saya di asrama, untuk
mencarikan saya laki-laki yang bisa mengajak saya keluar dari sekolah
ini.
Ternyata dia pun mendengar ini dan makin memacu keberaniannya untuk
mengungkapkan niatnya menikahi saya.
Awalnya
2 hari setelah RAT, yaitu di hari Senin 16 Februari 2013, dia menelpon ingin
menawarkan temannya dan memastikan saya belum punya calon suami. Lalu, hari Selasa
hingga Jumat sore dia tetap bersikukuh mengaku bahwa dia akan menawarkan
temannya (bukan dirinya sendiri) kepada saya, tetapi dengan ciri-ciri persis
seperti dia yaitu orang Kudus, lulusan LIPIA, berprofesi sebagai guru. Setelah memastikan
tidak akan ditolak, barulah tepat seminggu setelah RAT, yaitu di hari Jumat
tanggal 22 Februari 2013 malam, dia pun menyampaikan niatnya untuk menikah
denganku. Saat mendengarnya, sungguh tak terkira kekagetan saya, tak menyangka
sama sekali, dan merasa aneh, bagaimana mungkin teman yang selama ini
berinteraksi sehari-sehari, menjadi partner kerja karena mengajar satu bidang
studi yang sama, terbiasa saling meledek dan berinteraksi tanpa beban,
tiba-tiba menyampaikan berita mengagetkan, bahwa dia sudah istikharah dan
mantap menikah dengan saya.
Sebenarnya,
2 tahun yang lalu, pada saat dia pertama kali bergabung ke sekolah ini, saya
pernah dijodohkan dengan dia oleh sahabat saya, sang wakamad keasramaan. Tapi
saat itu kecenderungan jawabannya adalah tidak, ibunya dia pengen dapet menantu
orang Jawa, sementara saya berusaha mencari sosok yang kalau bisa, mengajakku
untuk mengabdi di daerah. Saya fikir, semuanya sudah selesai saat itu, lalu
saya pun memutuskan untuk serius berteman dengannya. Berinteraksi tanpa beban,
tampil apa adanya tanpa ekspektasi apapun dan bahkan, masing-masing dari kita, berproses
dengan yang lain, mencoba menghindari takdir.
Tapi
ternyata seiring berjalannya waktu, semakin dia mengenalku katanya semakin
meyakinkannya untuk serius menikah denganku. Bahkan saat dia menghadap ortuku,
dia nyebut-nyebut istilah “witing tresno jalaran suko kulino” yang kira-kira
bermakna cinta itu tumbuh karena seringnya ketemu (prikitiw). Saat dia
menyampaikan niatnya, saya tak langsung memberi jawaban karena masih kaget dan
tak menyangka. Esoknya, saya baru bisa berfikir. Saya menyuruhnya langsung menghadap
ke orangtua, karena berkaca dari pengalaman-pengalaman saya sebelumnya,
biasanya faktor penentu keputusan adalah orangtua. Saya takkan menikah dengan
orang yang tak direstui orangtua, walaupun saya menyukai sang lelaki. Maka saya
serahkan pada orang tua untuk mengambil keputusan besar ini.
Akhirnya
di hari Sabtu tanggal 2 Maret 2013 (seminggu setelah dia mengungkapkan
niatnya), dia langsung menghadap orangtua di Cimone Tangerang (kebetulan
orangtua sedang ada di rumah kakak), sendirian lagi, dan ajaib, bapakku
langsung menerimanya tanpa harus istikharah katanya. Tambah kaget lah saya.
Kenapa secepat dan selancar ini, saya sudah curiga, jangan-jangan inilah jodoh
saya. Karena dulu sekali, saya pernah berdoa dalam setiap istikharah saya (dari
proses-proses yang dulu), jika memang jodoh saya, indikatornya adalah tolong
permudah dan percepat prosesnya. Ternyata doa tersebut dikabulkan saat ini,
bertahun-tahun setelah saya beberapa kali proses taaruf. Takdir ini sudah tak
bisa dihindari lagi. Takdir jugalah yang akhirnya mempertemukan kami kembali,
setelah 2 tahun lalu kami gagal dijodohkan oleh mak comblang. Dia kembali datang,
kali ini sendiri di bulan Februari 2013.
Jadi,
di bulan Februari ini saya mengalami peristiwa yang berkaitan dengan 2 hal
yaitu takdir yang dapat dihindari dan takdir yang tak dapat dihindari. Takdir
yang dapat dihindari adalah menjadi pengurus koperasi (sekretaris) dan takdir
yang tak dapat dihindari adalah masalah jodoh ini. Calon suamiku ini adalah
orang ke-22 dari sekian proses taaruf saya, yang datang kembali dalam kondisi
yang berbeda. Dulu dia ditawarkan melalui mak comblang, sekarang datang sendiri
dengan penuh keyakinan dan keberanian. Dan ternyata angka 2 ini adalah angka
yang bersejarah. Pada tanggal 22 februari, dia mengungkapkan niatnya, tanggal 2
Maret dia menghadap orang tuaku, tanggal 29 Maret (plus 1, maksudnya tanggal 30
Maret, hehe maksa) dia melamarku ke Tasik dan tanggal 20 April (insya Allah),
kami akan menikah. Jadi, total hanya 2 bulan lah proses saya menuju pernikahan
dengannya sejak 22 Februari hingga 20 April 2013. Rasanya seluruh lelah saya
dengan 28 proses sebelumnya, hilang dan luruh seketika. Alhamdulillah.
Begitulah cerita tentang
travelling dan proses menuju pernikahan saya. Dua kali rencana travelling saya
di tahun ini dan tahun kemarin, ternyata beririsan langsung dengan proses
menuju pernikahan. Semoga tulisan ini bermanfaat. Teriring doa dan salam cinta
untuk para sahabat saya yang diuji dengan kesendirian, saya tahu dan bisa
merasakan sekali apa yang kalian rasakan, beribu nasehat tentang kesabaran,
beribu tuduhan tentang minimnya usaha yang dilakukan dan selalu “pilih-pilih”
(bagaimana mungkin tidak pilih-pilih, membeli sepatu saja kita milih apalagi
untuk teman seumur hidup), rasanya tak
cukup mengobati lara hati dan rasanya ingin berteriak pada dunia bahwa episode
kesendirian sesungguhnya bukanlah episode yang kita inginkan. Tapi yakinlah
Allah tak pernah tidur, Dia Maha Mengetahui kesedihan dan kerapuhan kita, dan
akan tiba masanya saat wanita tak bisa lagi menolak laki-laki yang datang
karena ternyata yang terakhir lah yang terbaik dari semuanya.
Hayoh pada nangis ya? Udah cup
cup cup, hehe. Saat saya ceritakan pada orang terdekat yang tau persis
perjuangan saya mencari jodoh, dan murid-murid, beberapa diantara mereka pada
nangis. Padahal saya tidak menangis untuk proses terakhir ini, karena mungkin
stok air mata saya sudah habis, haha.
Dan berita ini cukup
menghebohkan di tempat kerja saya, karena saya hanya menceritakan ini pada 2
sahabat wanita saya di asrama, sementara dia hanya menceritakan ini pada senior
kami guru Bahasa Arab, itupun hanya seminggu jelang lamaran. Jadi semuanya baru
tahu saat saya menyebar undangan tepat 2 hari setelah lamaran yaitu di hari
Senin tanggal 1 April 2013. Heboh dan sukses lah membuat surprise hehe. Sampai ada
yang meng sms saya, beritanya cetaar membahana. Karena sebelumnya tak terdengar
berita tentang kami, tiba-tiba ada undangan.
Wassalam
Eva Novita Ungu
Rabu, 10 April 2013
Yang
masih terkaget-kaget dan ga percaya bahwa episode pertemanan 2 tahun diakhiri
dengan 2 bulan proses (“penembakan” menuju) pernikahan … tapi dia menjanjikan
bahwa episode pernikahan akan lebih indah dari sekedar relasi pertemanan,
semoga. Mohon doanya ya semuanya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Postingan Favorit
-
Nama Allah al-'Afuww,al-Ghafur dan al-Ghaffar jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya sama yaitu Maha Pengampun. Tapi se...
-
Saya senang sekali bahasa Arab dari dulu, terutama senang mengamati dan mendalami penggunaan bahasa Arab dalam Al-Qur’an. Skripsi dan...
-
Untuk memahami arti dan makna kata Kutiba ( كُتِبَ ) dan Kataba ( كَتَبَ ) , kita harus melihat secara utuh penggunaan kata-kata t...
Sungguh indah rencana Sang Pengatur Jagat Raya, sebuah epilog tentang kesendirian yang smoga membawa kebahagiaan n keberkahan sepanjang helaan nafas. Aq berbahagia untukmu ukh, semoga Allah melancarkan niat suci ini. Amiiiiiiin
ReplyDeleteMudah-mudahan jatuh bangunnya mencari pasangan hidup selama 10 tahun dengan 28 proses ta`aruf tidak menjadi sia-sia... mudah-mudahan pernikahan ini awal pintu keberkahan buat bu. Eva dan sang suami, Amin... *Do`a dari sang senior dan Temanmu yang jahil he....*
ReplyDeletemakasih ya b erna dan pa irwan ... doan2 na mudah2n dikabulkan Allah ...aminnnn
ReplyDeletesubhanalloh. saya ingin seperti mbak. semoga bisa melewati semua ini dengan baik. amiin
ReplyDeleteSelamat Mbak Eva...heheheSuka Bacanya,,doakan aku juga nyusul yah... Mbak jadi guru di mana?
ReplyDeleteSaya baru baca kisahya Mba Eva ^_^
ReplyDeleteSubhanallah, proses yang panjang dan menginspirasi...
*Kisah setelah menikahnya mana ini ?