Pada hari Sabtu tanggal 11 Maret
2017, saya sekeluarga pergi ke resepsi pernikahan adiknya teman di Bogor. Kami
berangkat dari Serpong pukul 06.00 pagi, lalu lintas ramai lancar, kami tiba di
tempat resepsi yang bertempat di gedung wanita Bogor. Selalu menakjubkan jika
menyaksikan akad nikah, perjanjian dua orang d hadapan Allah. Hanya dalam
hitungan detik, dua orang yang awalnya tidak saling mengenal dan tidak boleh
bersentuhan, tiba-tiba dengan akad nikah sederhana, menjadi halal dan sah
sebagai suami istri.
Adiknya teman saya ini baru
menemukan jodohnya pada usia 40 tahun, begitu pula usia suaminya. Suaminya
adalah seorang tentara yang berasal dari Maluku tapi sudah lama bekerja di
Jakarta. Keduanya dipertemukan dalam sebuah perkenalan yang digagas teman sang
istri. Saya selalu penasaran dan sering dibuat terkagum kagum oleh sebuah kata
yang namanya JODOH.
Saat belum menikah, saya beberapa
kali taaruf dengan berbagai jenis laki-laki. Rasanya melelahkan dan nyaris
putus asa. Tak kuat rasanya melabuhkan harapan dari satu laki-laki ke laki-lain
yang bertaaruf dengan saya. Berbagai tekanan sosial yang mengganggu melalui
pertanyaan “Kapan?”, nyaris membuat saya malas untuk menghadiri pertemuan
keluarga, pernikahan teman, reuni dan pertemuan-pertemuan lainnya.
Setelah menikah, saya berusaha
berempati pada teman-teman yang belum menikah. Bagaimanapun, saya pernah berada
pada posisi itu. Maka berusaha tak menanyakan “Kapan?”, adalah salah satu usaha
saya dalam rangka berempati pada mereka. Maka saat mendengar adik nya temannya
ini akan menikah pada usia matang, saya dan suami antusias untuk menghadirinya.