Saturday, May 14, 2016

Saat Upacara Hardiknas Harus Berkebaya





Pada hari Senin tanggal 2 Mei 2016, seperti tahun tahun sebelumnya, tanggal ini diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Setiap tahun pula kami harus mengikuti upacara bendera untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional ini. Tapi ada yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kami diharuskan mengenakan pakaian adat/tradisional saat mengikuti upacara bendera ini. Entah apa alasannya pemerintah menganjurkan hal ini, tapi tentu bukan tanpa alasan. Adanya berbagai budaya asing yang perlahan-lahan mengikis budaya lokal Indonesia mungkin menjadi salah satu alasan agar kami rakyat Indonesia selalu bangga dengan pakaian adat/tradisional khas daerah masing-masing di seluruh Indonesia.

Setelah mengetahui adanya anjuran untuk mengenakan pakaian tradisional, saya langsung bongkar bongkar lemari, mencari pakaian yang layak dikenakan untuk mengenang jasa para pahlawan pendidikan sekaligus melestarikan budaya local khas Indonesia. Alhamdulillah akhirnya ketemu juga kebaya yang agak bagusan, yang sudah tidak dipakai lama, mungkin terakhir memakainya 6 tahun yang lalu. Tapi senangnya, ternyata masih bisa muat saat dipakai, menunjukkan bahwa saya tidak bertambah gemuk, horee hehe

Setelah baju ada, masalah berikutnya adalah sepatu. Ternyata setelah dicek, saya tak punya sepatu bagus yang layak digunakan untuk mengimbangi kebaya yang indah. Akhirnya mulailah hunting untuk mencari pinjaman sepatu, ternyata banyak yang berbaik hati mau meminjamkan. Ada rekan kerja yang meminjamkan sepatu handmade karya temannya, dan ada siswi yang rela meminjamkan sepatu wisudanya untuk saya “perawanin” yang ternyata tingginya 10cm. Saya yang tak terbiasa memakai high heel, ternyata menderita juga memakainya. Rasanya upacara yang berlangsung hanya setengah jam, terasa menjadi berpuluh puluh jam, saking pegalnya menggunakan sepatu hak tinggi. Saya baru sadar, saya memang lebih nyaman menggunakan pakaian dan juga sepatu, yang casual, yang santai, tak terlalu formal.

Seluk Beluk Tes Potensi Belajar





Saat mengikuti rapat koordinasi koordinasi persiapan tes seleksi siswa baru di hotel Atria BSD, ada sesi bersama narasumber Prof Yahya Umar yang membahas tentang seluk beluk Tes Potensi Belajar. Saat seleksi siswa untuk diterima di MAN Insan Cendekia, ada dua jenis tes yang harus mereka lewati yaitu Tes Potensi Belajar (TPB) dan Tes Akademik yang meliputi mata pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab, serta mata pelajaran jurusan, baik IPA maupun IPS.

TPB sendiri sudah beberapa tahun terakhir ini menggunakan alat tes dari lembaga dibawah naungan Prof Yahya Umar. Menurut beliau, TPB sangat penting dilakukan karena bertujuan untuk mengukur potensi atau kemampuan belajar seseorang, yaitu potensi yang mendasari kemungkinan seseorang berhasil bila mendapatkan kesempatan untuk belajar lebih lanjut.

Terkait standar nasional lulusan SMA, beliau membandingkan dengan pendidikan di Amerika dengan menceritakan tentang 50 gubernur di Amerika membuat kesepakatan bersama tentang standar nasional (common core) lulusan SMA yang mencakup 2 bidang studi saja yaitu bahasa dan matematika. Tak terlalu banyak seperti di Indonesia. Karena Indonesia juga terdiri dari penduduk yang sangat beragam, maka harus bisa mengakomodir semua kebutuhan, salah satunya kesiapan untuk masuk perguruan tinggi. Insan cendekia menetapkan target untuk menyiapkan lulusan yg collage ready, siap untuk melanjutkan studi.

Ada tujuh 7 kriteria alat tes yang baik

     1.      Prediktif validity, valid untuk memprediksi, tinggi rendahnya skor harus berkorelasi tinggi dengan performance setelah diterima.
     2.      Learning potential, siapa yang memiliki potensi belajar setinggi tingginya. Dengan tes akademis, tak   terdeteksi.
    3.      Readyness, kesiapan untuk belajar
    4.      Efisien dari sisi waktu, tenaga dan biaya
    5.      Fairness and equal opportunity, layak untuk semua golongan
Bedanya orang cerdas dan berpotensi dengan yang biasa saja itu adalah masalah waktu. Orang cerdas bisa melakukan hal atau menjawab soal lebih cepat dari orang biasa.
    6.      Tidak memiliki back wash effect.
    7.      Not for profit, untuk bidang pendidikan, tidak mencari untung 

Resensi Buku : Etape; Surat Untuk Gadis Bermata Indah




 

Judul                : Surat Untuk Gadis Bermata Indah

Penulis             : Tim Eisthera Gritanefic

Penerbit           : Eisthera Gritanefic

Terbit              : 2015

Tebal               : 298 halaman

 

Buku ini merupakan karya siswa kelas XII tahun pelajaran 2015/2016 yang memiliki nama angkatan Eisthera Gritanefic. Buku Etape ini terdiri atas 5 jilid yang diklasifikasikan berdasarkan tema besar. Judul buku ini diambil dari salah satu judul tulisan dalam buku ini, satu dari 22 yang ditulis oleh 22 penulis berbakat dari siswa kelas XII.

 

Buku ini terdiri dari 22 judul yaitu Awan Kabut, Waktu itu “Nyata”, mungkin?, Aku (?), Kembali, Kenyang, Disayat Ribuan Pisau, Pikiran yang Menghanyutkan, Aku Tak Suka Hal Ini, Surat untuk Gadis Bermata Indah, Yang Tadi itu Tidaklah Nyata, Bisikan Mereka, Membunuh Waktu, Legenda Sayap dari Kereta, Sakura Tak Berwarna, Pocong Man, Oh Ternyata, Kata Maaf yang Tak Termaafkan, Paradox, Tragedi 17 Tahun, Layanan Pesan Antar, Ternyata mereka Ada, dan Sepasang Sendal di Depan Kamar.

 

Saat saya membaca buku ini, saya terpesona dengan talenta dan imajinasi para siswa ini. Imajinasi mereka kadang berlebihan, bingung membedakan antara dunia imaji dan dunia nyata, tapi tak terlepas dari pesan moral yang ingin disampaikan. Hampir sebagian besar, ending ceritanya tak bisa ditebak. Saya sempat mengira endingnya A, ternyata malah jadi B. Luar biasa karya siswa siswa kelas XII ini.

 

Postingan Favorit