Friday, January 8, 2016

Resensi Buku : Bukan Emak Biasa


Judul Buku           : Bukan Emak Biasa : Refleksi Psikologis Pengasuhan 
Penulis                 : Fitri Ariyanti Abidin
Penerbit                 : PT Kaba Media Internusa
Tahun Terbit          : 2015
Jumlah Halaman   : 228

Menjadi ibu bukanlah pertanda episode belajar telah selesai dan fokus untuk ke rumah tangga, justru episode seru barulah dimulai, yaitu episode mengasuh dan membesarkan anak. Banyak ilmu yang harus kita pelajari agar anak kita bisa berkembang optimal dan sesuai dengan tuntunan Al-Quran. Karena kita tak pernah secara khusus diajari untuk mengasuh anak, maka ilmu ini tetaplah harus dipelajari secara serius, dan pastinya otodidak. Maka membaca buku salah satu sarananya. Kita tak perlu membaca seluruh teori perkembangan anak, cukup dengan membaca pengalaman para ibu lain yang sudah melakukannya lebih dulu. Salah satunya buku ini.

Buku ini merupakan kumpulan tulisan penulis di blog www.fitriariyanti.com. Niat awal menulisnya adalah untuk sharing pengalaman dan cerita di balik pengasuhan anak-anaknya. Tapi karena animo pembacanya tinggi, akhirnya tulisan di blog tersebut pun dibukukan.

Thursday, January 7, 2016

Mengapa Harus Berenang?


Liburan di akhir tahun 2015 ini menyimpan cerita suka dan duka. Cerita suka karena seminggu pertama liburan, saya berhasil mengajak Eza berenang dua kali, pertama di WP Ciawi Tasikmalaya dan yang kedua di Waterboom Sukahaji Ciamis. Cerita duka, karena di minggu kedua liburan ternyata Eza harus disunat dan itu sungguh membuat hati berdebar debar, tegang dan rasanya ga tega membiarkan dia disunat dalam usianya yang belum genap dua tahun.

Kali ini saya akan cerita tentang episode Eza berlibur dengan berenang. Banyak pendapat para ahli mutakhir yang mengungkapkan bahwa sebaiknya bayi diajarkan berenang sedini mungkin, ada yang mengatakan bisa dimulai sejak usia 4 bulan, ada yang mengatakan sejak usia 6 bulan. Eza sendiri, sudah dibelikan kolam indoor sejak usianya 6 bulan. Beberapa kali diajak nyebur, walau kadang menolak karena kedinginan.

Tradisional vs Gadget


Pada zaman dahulu kala, saat kita kecil dulu, rasanya indah sekali mengenang masa-masa bermain dengan teman-teman. Kita seringkali “nyamper” temen untuk main bareng dengan manggil namanya sambal dilaguin gitu. Beberapa jenis permainan yang kita mainkan dulu, seperti main lompat tali, congklak, monopoli, main bekel, galaksin, pecle, dll sulit sekali kita temui di zaman modern ini. Padahal permainan tradisional tersebut sesungguhnya secara tak sadar mengajarkan banyak keterampilan sosial yang dibutuhkan di masa depan. Keterampilan sosial yang secara tak langsung kita pelajari dari permainan yang kita mainkan dulu misalnya belajar bekerja sama, bermain sportif, manajemen konflik, mengatur strategi dan banyak keterampilan lainnya.

Banyak komentar di sosmed yang merindukan saat-saat indah bermain aneka permainan tradisional di masa kecil kita dulu. Bahkan beberapa permainan tradisional, kembali dihidupkan di beberapa tempat oleh beberapa kalangan, diantaranya oleh Komunitas Anak Bawang di kota Surakarta, Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan (BKBPP) yang pernah menyelenggarakan jambore anak tingkat kota Banjar dan memperkenalkan aneka permainan tradisonal.  Masih banyak lagi komunitas dan tempat layanan publik yang berusaha menghidupkan kembali aneka permainan tradisonal. 

Postingan Favorit