Pada hari Jumat kemarin tanggal 1 Desember 2023, diadakan kajian Jumat pagi bertema moderasi beragama yang diadakan di Masjid Ulil Albab MAN Insan Cendekia Serpong. Yang menjadi narasumber kali ini adalah Ustadz Kemal Aditya, lulusan dari Al Azhar Mesir.
Menarik sekali kajian yang disampaikan narasumber kali ini.
Di awal kajian, beliau menguti ayat Al Quran surat Yunus ayat 99 yang berbunyi sebagai berikut
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا
مُؤْمِنِينَ
Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?
Dari ayat tersebut, jelaslah bahwa perbedaan itu sebuah keniscayaan. Allah menghendaki adanya keragaman, tingkatan kualitas manusia, dan tidak menjadikan semua manusia ini beriman. Allah tentu sangat berkuasa untuk menjadikan semua manusia di muka bumi ini menjadi beriman seluruhnya, tetapi ternyata bukan itu yang diinginkan Allah. Allah memberikan akal kepada manusia untuk berfikir, sehingga tentu penggunaan akal ini akan menjadikan manusia menjadi berbeda tingkatan dan level dalam memahami sebuah fenomena, pemikiran bahkan agama.
Maka jika ada perbedaan pendapat, perbedaan madzhab dalam Islam, perbedaan penafsiran terhadap ayat-ayat Al Quran, tentu itu adalah hal yang tak bisa dihindari.
Sang ustadz juga memberikan contoh pada saat masa Nabi Muhammad Saw masih hidup terkait keragaman ini, yaitu pada peristiwa Bani Quraidhah. Saat itu, setelah penakulkan Bani Quraidhah, Rasulullah Saw dan para sahabat berada disana. Saat waktu ashar tiba, Rasulullah Saw dan para sahabatnya memiliki pendapat yang berbeda. Ada yang berpendapat bahwa mereka shalat ashar di Bani Quraidhah, ada juga yang berpendapat bahwa mereka seharusnya melakukan shalat ashar di Madinah.
Para sahabat pun menanyakan terkait hal ini kepada Rasulullah Saw, dan jawaban Rasulullah Saw adalah membenarkan kedua pendapat tersebut, sehingga mereka pun menjadi tenang. Kisah ini mencerminkan bahwa Rasulullah Saw mengakomodir perbedaan pendapat dan memutuskan secara adil dan bijaksana.
Lalu berikutnya sang ustadz mengutip surat Al Baqarah ayat 143 yang berbunyi sebagai berikut
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu
dari ayat tersebut, Fakhrudin Al Razi menafsirkan kata "wasathan" dengan 4 hal yaitu Adil, posisi di tengah, boleh memilih dan tidak berlebihan pada satu hal (tidak ekstrim). Maka dalam berbagai hal, umat Islam dianjurkan untuk taat sesuai kemampuan. Misalnya tidak berpuasa terus menerus, tidak beribadah terus sehari semalam, tapi harus sesuai porsinya.
Maka kesimpulannya bahwa adalah sunnatullah adanya keragaman dan perbedaan pendapat dalam Islam, karena Allah Swt pun menjamin adanya perbedaan tersebut dalam beberapa ayat Al Quran. Dan posisi umat Islam seharusnya menjadi umat "moderat" yang bisa mendamaikan seluruh pihak, dari berbagai agama dan komunitas, sehingga bisa tampil menjadi pemimpin yang mengakomodir kepentingan banyak pihak.
Semoga bermanfaat
Serpong, 01.12.23.14.13
Wassalam
Eva Novita Ungu
No comments:
Post a Comment