SEBELUM DAN SESUDAH MAMAH WAFAT
(DIARY ANAK BUNGSU)
H-9, KAMIS 10 DESEMBER 2020
Semalam saya baru pulang dari pelatihan di hotel Horison Serpong, jadi hari ini saya putuskan istirahat di rumah sekaligus isolasi mandiri. Sambil rebahan, pas lihat hp, ada wa dari mamah jam 05.26 pagi, menanyakan rencana saya pergi ke Kudus, yg awalnya akan dilakukan hari Sabtu tanggal 12 Desember. Karena masih kondisi covid, saya bilang ke mamah masih belum pasti mudik ke Kudus nya ... saya selalu keduluan mamah kalau mau wa atau telpon, seringkali mamah yg duluan ngontak, duuh...
H-8, JUMAT 11 DESEMBER 2020
Saat liat grup keluarga, di hari ini mamah bersama ponakan yang akan menikah tanggal 26 Desember 2020, pergi ke pasar untuk membeli kulkas sebagai hadiah pernikahan. Padahal kondisi mamah sedang tidak fit.
Badan saya masih saja tak bisa diajak kompromi, meriang sampai ga kuat mandi dan tetap nafsu makan tidak ada, semua yang terasa di mulut menjadi terasa pahit. Saya pun hanya rebahan saja hari ini untuk memulihkan kondisi badan. Saya dan suami pun ngobrol terkait rencana mudik, sementara kondisi saya masih belum fit.
Hari ini suami menelpon ke Kudus, meminta pendapat ibunya terkait rencana mudik ke Kudus, ternyata menurut ibunya tidak usah pulang dulu, karena Kudus sedang banjir dan sedang berada dalam zona merah karena kasus covidnya tinggi. Akhirnya saya dan suami, memutuskan untuk tidak jadi ke Kudus dan langsung mengubah rencana, menjadi mudik ke Tasik lebih cepat, jika kondisi saya sudah fit.
H-7, SABTU 12 DESEMBER 2020
Hari ini di grup keluarga diposting, mamah dikerok karena ga enak badan. Sudah kebiasaan mamah, kalau sudah meriang, cukup dikerok, trus istirahat beberapa hari, biasanya langsung enakan.
Badan saya seperti merasakan apa yang mamah rasakan, kalau mamah sakit, seolah-olah seperti saya yang sakit. Beberapa hari ini saya tidak kuat mandi pakai air dingin, selalu pakai air hangat, itu pun sudah kedinginan, padahal Tangerang ini biasanya panas sekali. Masih terasa lemas untuk beraktivitas. Biasanya saya senam setiap pagi, sejak hari Kamis kemarin, belum kuat lagi untuk berolahraga. Akhirnya hanya beristirahat saja di rumah.
H-6, AHAD 13 DESEMBER 2020
Hari ini akhirnya badan saya protes, agak runyam kalo periksa ke rumah sakit, saya putuskan untuk dikerok, biasanya setelah dikerok trus tidur, biasanya badan enakan. Seperti mamah lah resepnya sama, kalau sudah dikerok, trus minum obat, tidur, keringetan, pas bangun biasanya lebih segar. Nafsu makan belum terlalu normal, masih agak mual dan di mulut masih berasa pahit.
Saya dan suami akhirnya memutuskan akan pulang ke Tasik hari Rabu tanggal 15 Desember, padahal bilang ke Mamah akan pulang hari Kamis, tapi sengaja saya tidak beritahukan kepastiannya, supaya mamah tidak repot menyiapkan makanan karena sedang kurang sehat.
Awalnya saya berencana pulang hari kamis karena nungguin teteh yang pengen ikut pulang bareng ke Tasik. Tapi akhirnya setelah melihat kondisi mamah yang masih sakit, teteh menyuruh saya pulang mudik duluan.
Saya berkirim wa ke mamah, menanyakan gimana kondisinya, mamah hanya jawab singkat alhamdulillah. Tapi saya tau mamah sedang tidak baik baik saja.
H-5, SENIN 14 DESEMBER 2020
Alhamdulillah badan saya mulai bisa diaajak kompromi, nafsu makan sudah mulai muncul kembali, walopun belum terlalu fit juga. Tapi mendengar mamah sakit, saya sudah tidak tenang. Biasanya kalau mamah sakit itu, karena kecapean masak dan bebikinan, entah itu reginang atau yang lainnya, apalagi ini ada hajat besar ponakan mau nikah tanggal 26 Desember. Saya pun berkirim wa sama mamah, begini wa nya
Mamah ngaku nya tidak bikin apa apa, padahal pas saya pulang dua hari kemudian, saya cek di kulkas ada bolu pisang, kata abah itu hanya sisanya, sebenernya bikinnya jauh lebih banyak dan pastinya dibagi bagikan. Berikut tampilan bolu pisang yang sempat saya keluarkan dari kulkas.
H-4, SELASA 15 DESEMBER 2020
Saya pun siap siap packing untuk mudik ke Tasik... Saya sudah tidak lagi fokus dengan kondisi diri sendiri, lebih khawatir dengan kondisi mamah.
Mamah, anak bungsumu dan menantu serta cucu gantengmu pulang ....
H-3, RABU 16 DESEMBER 2020
Setelah subuh, berangkat dari Serpong menuju Tasik,
alhamdulillah perjalanan lancar, sampai rumah mamah jam 9.30. Saat tiba, mamah
sama abah sedang tidur, pada kaget pas tau anak bungsunya pulang, trus mamah
biasa deh nanya, “ko ga bilang bilang mau pulang?”, cukup dengan menjawab,
“supaya ga ngerepotin nyiapin makan, kan mamah lagi sakit." Mamah pun keluar dari kamar, dan ngumpul bareng di ruang tamu.
Ini foto yang sempat saya abadikan saat mamah menyambut
anak, menantu dan cucunya pulang. Kami berkumpul di ruang tamu untuk ngobrol.
Setelah itu mamah ijin mau tidur lagi, masih lemes katanya, sementara saya
ngobrol sama abah. Suami juga istirahat.
Saat tiba waktu shalat dhuhur, saya pun ke kamar mamah untuk memberitahu mamah waktunya untuk sholat dhuhur. Ternyata mamah sudah tak kuat berdiri, untuk berwudhu pun seperti sulit bergerak, akhirnya saya minta mamah untuk shalat di kamar aja dengan bertayamum. Untungnya mamah mau, mungkin saking lemesnya. Setelah shalat, sempet makan singkong, trus minum obat. Setelah itu mamah tidur lagi. Shalat ashar juga begitu, masih lemes dan kembali shalat di atas kasur.
Melihat kondisi mamah, akhirnya suami ngobrol dengan teteh sulung dan suaminya, gimana kalau bawa mamah ke rumah sakit untuk dirawat, karena makanan yang masuk sedikit, dan badan mamah terlihat sangat lemah. Semoga kalau sambil diinfus, kondisi mamah semakin membaik. Akhirnya sore itu, mamah dibawa ke klinik terdekat dulu, siapa tau bisa dirawat inap. Mamah pun dibopong oleh dua menantu siaganya, suami dan kakak ipar yang sulung.
Saat dibawa ke klinik dekat rumah, ternyata semua klinik dan rumah sakit di Ciawi ini tidak menerima pasien rawat inap, karena kasus covid sedang tinggi. Setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya mamah dibawa ke sebuah klinik di Jamanis Tasik yang mau menerima pasien rawat inap. Yang penting diinfus dulu deh, saat itu yang terfikir hanya mamah mendapat perawatan secepat mungkin. Saat tiba diklinik dan cek darah, ternyata positif typus dan memang harus dirawat inap.
Akhirnya mamah pun dirawat. Setelah agak stabil, abah, suami dan teteh serta kaka ipar pulang. Sementara saya, berkencan dengan mamah untuk menemani saat-saat indah ini. Mamah terhitung jarang sakit, tidak pernah sepanjang hidupnya, mamah dirawat di rumah sakit. Baru kali ini, saya menemani mamah dirawat di rumah sakit. Mamah selalu bilang sama anak cucunya, seringkali berdoa semoga di akhir hidupnya mamah tidak banyak merepotkan anak cucunya. Ya Allah... ternyata doanya terkabul...
H-2, KAMIS 17 DESEMBER 2020
Semalam tidur mamah tidak nyenyak, terus terbangun karena batuk dan kesakitan. Ada obat yang diberikan jam satu malam, tak tega juga tapi harus saya bangunkan. Alhamdulillah mamah masih tidak mengeluh dengan kondisinya. Saya sempat memotret kondisi tangannya. Ternyata tangannya sudah renta karena banyak digunakan untuk berjuang membahagiakan anak dan cucunya, tak kenal lelah tangan itu terus saja bekerja di siang hari untuk memikirkan anak dan cucunya, tangan itu juga yang sering digunakan untuk memasak dan bersedekah rutin kepada banyak sodara dan guru-gurunya. Selalu saja tangan itu digunakan untuk membahagiakan orang lain, tanpa peduli dengan kondisinya sendiri.
Tangan itu juga yang setelah lelah bekerja di siang hari, lalu di sepertiga malam, tangan itu digunakan untuk bersujud dan berkencan dengan Sang Maha Kuasa. Setiap hari mamah rutin bangun malam, tidak pernah terlewat sedikit pun kecuali saat sakit. Usai shalat malam, lalu tangan itu pula yang diangkat untuk mendoakan satu persatu anak cucunya, saudara-saudaranya, teman temannya dan masih banyak lagi. setelah itu mamah tadarus sambil menunggu waktu subuh. Abah juga cerita, seringkali mamah membangunkan abah jam setengah 4 pagi secara rutin, untuk bersiap siap shalat subuh berjamaah di masjid.
Ya Allah, muliakanlah mamah disisi-Mu... Semoga kami bisa meniru kebaikan-kebaikannya...
Pagi hari kurang lebih jam 8, saya pulang dulu ke rumah, dan si teteh sulung yang gantian menjaga mamah. Berdasarkan saran dokter yang mengkhawatirkan saya membawa virus dari luar kota, saya pun melakukan rapid test, alhamdulillah hasilnya negatif.
Sekitar jam 9 pagi, ada kabar di grup keluarga kalau mamah harus dibantu oksigen untuk membantunya bernafas, . Siangnya dicek suhu, ternyata panas, sampai 39. Setelah minum obat, sore harinya panasnya turun, badan berkeringat walaupun masih pusing dan lemas. Dilihat dari gejalanya, mamah sudah ketakutan terpapar covid. Saya dan keluarga pun meminta dokter untuk melakukan tes rapid untuk Mamah.
Sore hari, saya kembali ke klinik untuk berkencan kembali dengan mamah. Malam harinya, saya melaporkan di grup keluarga, tensi mamah masih rendah, di angka 85/55, pantas saja mamah keliatan lemes. Si teteh yang di Tangerang minta video call dengan mamah, dan ternyata setelah itu si teteh ga bisa tidur, kepikiran mamah dan memutuskan untuk mengubah rencana. Awalnya akan ke Tasik hari Sabtu karena harus bagi raport dulu, akhirnya ijin ke kepala sekolahnya untuk pulang lebih cepat, sendiri besok pagi bersama si budiman, bis yang baik hati dan sudah banyak jasanya mengantarkan penduduk Tasik yang mengembara, kembali ke kampungnya.
H-1, JUMAT 18 DESEMBER 2020
Usai shalat shubuh, mamah minta dianter ke kamar mandi. Mamah ingin buang hajat dan minta gosok gigi. Mamah lama sekali di kamar mandi, sikat gigi lama sekali, giginya dibersihkan satu persatu, ada gigi palsunya dicopot, disikat lagi berkali kali sampai bersih. Lalu mamah membersihkan badannya, tanpa mandi, tapi juga lama sekali sampai benar-benar bersih. Saat itu saya belum sadar, mungkin Mamah ingin menghadap Penciptanya dalam kondisi sangat bersih dan suci.
Setelah beres membersihkan badan, mamah dicek suhu dan tensi. Suhunya normal 35,4 tapi tensinya tinggi 140/81. Usai diperiksa, saya suapi mamah dengan makanan dari rumah sakit, menunya saat itu bubur, alhamdulillah habis, padahal kemarin mamah tidak berselera untuk makan. Mamah pun kembali beristirahat. Saya juga akhirnya tertidur karena semalam sering bangun untuk melihat kondisi mamah. Saat bangun, sudah ada si teteh sulung untuk gantian shift, saya pun pulang ke rumah.
Siang hari, si teteh datang dari Tangerang dan langsung bersiap siap ke klinik untuk menemani mamah. Sore hari, saya minta suami untuk ajak Abah ke klinik untuk menengok mamah. Sebenarnya abah pengen merawat dan menemani mamah, tapi atas saran dokter sebaiknya Abah istirahat saja di rumah. Tapi saya tau abah mengkhawatirkan kondisi Mamah, maka sorenya Abah pun diantar suami ke klinik. Si teteh mengabarkan kondisi mamah, suhu 35,6 dan tensi 133/78. Abah sempat mendoakan dan bercengkerama dengan mamah, yang ternyata sore ini adalah pertemuan terakhir sepasang kekasih ini di dunia. Saya bersyukur sempat meminta suami untuk mengajak Abah menengok Mamah, kalau tidak, Abah akan semakin sedih dan menyesal. Si teteh sempat mengabadikan momen terakhir saat abah menjenguk mamah.
Malam hari, si teteh berkabar di grup keluarga, Mamah ingin mendengar suara semua cucunya sambil mengucapkan "semoga cepet sembuh". Kami pun merekam satu persatu suara cucu mamah, lalu dikirim dan ditonton Mamah. Alhamdulillah mamah senang dan mengucapkan terimakasih. Rupanya itulah keingiinan mamah yang terakhir kali, mendengar suara cucu cucunya.
SABTU, 19 DESEMBER 2020
HARI H, HARI BERDUKA
Usai shalat shubuh, si teteh yang menjaga mamah, berkabar bahwa kondisi mamah tidak mengalami perubahan berarti, sepanjang malam mamah tidak bisa tidur, dadanya sesak dan seperti kesulitan bernafas. Sempat ada kekhawatiran kalau Mamah terpapar corona, tapi hasil tes rapid sudah keluar dan alhamdulillah negatif. Mamah agak tenang setelah diberitahu hasilnya. Melihat kondisi mamah yang tak kunjung membaik, akhirnya keluarga sepakat untuk membawa mamah ke Rumah Sakit yang lebih lengkap peralatannya.
Pukul 8 saat saya tiba di tempat mamah dirawat untuk ganti shift dengan si teteh, kondisi mamah sempat drop, sampai dokternya tanya, pernah ada keluhan di jantung atau tidak. Saya jawab, sebelumnya tidak pernah ada keluhan jantung. Kondisi saya semakin tidak karuan saat saturasi oksigen mamah di angka 79, gula darahnya sempat ada di angka 400 an, dokter pun semakin intensif memantau perkembangan kesehatan mamah. Walaupun kami sepakat untuk membawa ke Rumah Sakit, dengan kondisi seperti ini memang tidak mudah juga mencari rumah sakit, harus dipastikan dulu ada kamar kosong, baru kami bisa membawa mamah kesana.
Setelah keluarga berkoordinasi dengan berbagai pihak di beberapa rumah sakit, pukul 10 pagi, saya menemani mamah di ambulans menuju sebuah rumah sakit di tasikmalaya, sementara di mobil lain, suami, ponakan dan kakak ipar mengikuti ambulans menuju rumah sakit. Di perjalanan, sang supir menyetir dengan kecepatan tinggi. Kondisi mamah semakin mengkhawatirkan. Saya ajak mamah berdzikir. Guncangan di jalan membuat mamah semakin drop.
Kami tiba di rumah sakit pukul 10. Mamah langsung dibawa ke IGD. Birokrasi rumah sakit membuat mamah tidak langsung ditangani, harus menyelesaikan administrasi, prosedur kepastian tidak covid, dan lain lain membuat saya semakin merana. Kakak ipar yang negosiasi dengan pihak rumah sakit, akhirnya berhasil membuat mamah ditangani, lalu dirontgen dan segala macamnya. Badan saya lemas, saya yang belum sempat makan sejak pagi, melihat kondisi mamah seperti itu, boro-boro teringat makan. Saya mencari kursi untuk mencari sandaran, sambil terus membimbing mamah untuk dzikir.
Melihat kondisi mamah yang semakin memburuk, dokter menyarankan untuk membawa mamah ke rumah sakit lain yang lebih lengkap peralatannya. Dengan alasan disitu tidak ada ICU dan ventilator, sang dokter terus saja seperti mengusir mamah agar segera beralih ke rumah sakit lain, mungkin tidak mau disalahkan jika terjadi sesuatu. Saya memohon agar mamah sejenak ditangani dulu di rumah sakit tersebut hingga kondisi kritis terlewati, sambil keluarga berkoordinasi mencari kepastian rumah sakit yang ada. Setelah itu saya tidak tahu lagi apa yang terjadi diluar IGD, saya hanya fokus menemani mamah, khwatir jika ini adalah saat terakhir saya bersamanya. Saya terus ajak mamah berdzikir, walaupun mamah entah sadar atau tidak.
Tak lama kemudian, saya dipanggil. Mamah siap dibawa ke rumah sakit lain, sementara saya harus menyelesaikan administrasi di rumah sakit ini. Saat saya menyelesaikan administrasi, ternyata mamah sudah dibawa dengan mobil ambulans, dan yang mendampingi mamah di ambulans adalah menantunya alias suami saya sendiri bersama dokter dari klinik tempat mamah dirawat. Sementara saya bersama ponakan dan ayahnya, naik mobil lain dan menyusul ambulans, setelah beres menyelesaikan administrasi. Saya terus berkomunikasi terus dengan dokter yang berada di ambulans, untuk memantau keadaan mamah. Kami membawa mamah pukul 11.56, dan sebelum mamah tiba di rumah sakit, mamah sudah menghembuskan nafas terakhirnya pukul 12.20. Yang mendampingi saat mamah sakaratul maut, justru bukan saya, tapi suami.
Saat saya ditelpon dokter bahwa mamah sudah tidak bernafas, rasanya hancur lebur. Saya, ponakan dan ayahnya yang menyetir, langsung menangis histeris bersamaan, rasanya tak percaya semua ini terjadi secepat ini. Saya tau semua takkan lagi sama. Hingga saat ini, airmata terus saja bercucuran saat mengingat saat-saat terakhir bersama mamah. Tentu takdir Allah takkan dapat diubah, tertangani ataupun tidak, dirawat di rumah sakit sekeren apapun, jika ajal sudah datang, tak ada seorang pun yang bisa menghentikannya.
Setelah berkoordinasi dengan dokter di ambulans, jenasah mamah dibawa kembali ke klinik untuk dibersihkan. Saat tiba di klink, saya ditawarkan untuk langsung pulang, tapi saya tolak. Saya ingin berada di dekat mamah, walaupun sudah tidak bernafas lagi. Sambil menguatkan diri, saya berpindah tempat dengan suami. Dalam perjalanan mengantarkan jasad mamah ke rumah di Ciawi, di dalam mobil ambulans, saya tak berhenti menangis, saya peluk tubuhnya untuk yang terakhir kali, saya cium pipinya berkali kali. Karena saya tau, itu tidak akan pernah bisa saya lakukan lagi setelah ini.
Saat tiba di rumah, sudah banyak orang yang melayat. Abah dan keluarga besar, tak henti-hentinya menangisi kepergian mamah. Saya masih tidak percaya bahwa mamah sudah berwujud seperti ini
Saat dimandikan, saya lihat wajah mamah putih bersih, kaka lelaki saya yang ikut memandikan kakinya, tak kuasa juga menahan tangis, karena tak sempat bertemu mamah terakhir kali. Ia seringkali berdoa agar mamah diangkat penyakitnya, ternyata bentuk pengabulan doanya, mamah betul betul dibebaskan dari rasa sakitnya.
Setelah dimandikan, jasad mamah pun dishalatkan. Alhamdulillah banyak yang ikut menyolatkan dan mendoakan mamah. Rumah tidak pernah sepi dari tamu, saudara dan tetangga terus berdatangan, bahkan banyak rombongan dari keluarga Tangerang yang baru tiba di rumah saat tengah malam, betul-betul menyempatkan diri untuk melayat mamah.
Awalnya mamah akan dimakamkan setelah kakak kedua datang dari Tangerang, tapi karena waktu terus berjalan, setelah berkomunikasi, akhirnya diputuskan bahwa pemakaman mamah akan tetap dilakukan walaupun kaka belum datang. Suasana pemakaman yang dilakukan di tanah yang dibeli Mamah di daerah Jati Cibangkong Tasikmalaya, sangat syahdu dan tenang. Mamah memang sempet memberi amanat, jika wafat ingin dimakamkan di tempat yang sudah dibeli, sengaja disiapkan khusus untuk pemakaman.
Saat pemakaman usai, kaka kedua pun tiba. Alhamdulillah masih bisa mengunjungi lokasi pemakaman, walaupun tak melihat prosesinya. Kami pun kembali ke rumah dengan hati hampa. Tak ada lagi sosok mamah yang ceria dan pintar memasak. Takkan lagi bertemu sosok sehebat mamah, wanita segala bisa yang tak kenal lelah membahagiakan suami, anak dan cucunya serta keluarga besarnya.
Malam harinya, mata saya sudah tidak bisa diajak kompromi. Saya berusaha memejamkan mata, dan berharap saat bangun, itu semua hanya mimpi dan esoknya bisa bertemu mamah lagi.
AHAD, 20 DESEMBER 2020
Saat bangun tidur, ternyata harapan saya sia-sia. Ternyata semuanya bukan mimpi dan saya takkan lagi bisa memeluk tubuh mamah. Mata saya sembab, hati saya tak karuan, berusaha terus untuk ikhlas menerima takdir ini, walaunpun terasa berat.
Hari ini, tamu dari pihak keluarga, teman dan berbagai kalangan, tak henti hentinya berdatangan untuk mengucapkan bela sungkawa. Bahkan yang membuat terharu, ada seorang ibu penjual kacang tanah, yang tidak tiap hari bertemu mamah, saat mendengar kabar duka ini, langsung datang ke rumah, meraung raung sambil menangis terus tiada henti, saking merasa sangat kehilangan dengan sosok mamah. Terharu dan sungguh tak menyangka, betapa mamah sangat dirindukan keberadaannya oleh banyak kalangan. Semoga banyak kebaikan mamah menjadikan mamah bahagia di surga.
Sore harinya, kami mengaji untuk mendoakan mamah. Keluarga Kudus pun mengadakan pengajian untuk mendoakan mamah. Insya Allah banyak yang sayang dan mendoakan mamah. Mamah yang tenang ya disana...
Wilujeng tepang taun, Mah
21 Januari 1953-21 Januari 2021
Serpong, 00.07 dalam kondisi hati yang tak menentu... hari ke-33 setelah mamah tiada...
Anak anak mamah yang selalu sayang Mamah
Endang Wahyudi
Epik Pauzi
Elin Maelani
Eva Novita
No comments:
Post a Comment