Butuh waktu
agak lama bagi saya untuk memahami kalimat “kamaa kutiba ‘alalladziina min
wablikum” (كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ) ini dari segi struktur bahasanya, karena
ternyata pembahasan menjadi melebar pada kajian balaghah terutama tentang tasybih
dalam ilmu Bayan, salah satu bidang kajian ilmu Balaghah. Mata kuliah yang
sudah lama tersimpan rapi di lemari, tampaknya minta disegarkan kembali saat
saya mencoba memahami kalimat ini.
Dan sejak
saya menulis untuk proyek ini, menjadi berkah tersendiri karena saya akhirnya
menemukan beberapa artikel dan tulisan berisi analisis bahasa dari ayat tentang
puasa, yang sebelumnya luput dari pemahaman. Setelah membacanya pun, saya harus
berfikir memutar otak berkali-kali untuk memahami struktur kalimat ini. Betapa
susunan kalimat Al-Qur’an itu hebat dan mempesona sekali. Satu ayat saja bisa
menjadi ribuan buku dan jurnal. Tak butuh banyak referensi luar, Al-Qur’an saja
kita kupas, tak akan habis umur kita untuk memahami seluruh ayat-ayatnya. Mari kita
bahas penggalan kalimat dalam ayat tentang puasa ini.
Kalimat ini
“kamaa kutiba ‘alalladziina min wablikum” (كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ) sesungguhnya adalah bagian yang paling banyak ditafsirkan para
mufassir, karena ternyata harus mencari sumber referensi tentang sejarah puasa
sejak zaman dahulu kala, yang tercakup dari kata min qablikum. Terbukti bahwa Al Qur’an ini bukan
karangan Nabi Muhammad karena bisa mengungkapkan isyarat wajibnya puasa pada
umat terdahulu, tentu jauh sebelum Nabi Muhammad lahir.
Penggalan
kalimat dalam ayat ini layak kita pertanyakan, mengapa Allah harus mencantumkan
kalimat ini dalam ayat 183 tentang perintah puasa. Tanpa kalimat itupun,
perintah puasa sudah cukup, dengan kalimat “Wahai Orang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa, agar kamu bertakwa” itu saja, sudah cukup sebagai
indikator wajibnya puasa. Tapi Allah selipkan kalimat “kamaa kutiba
‘alalladziina min wablikum” (كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ
قَبْلِكُمْ) tersebut, tentu bukan sebagai penghias atau faktor kebetulan
semata. Tampaknya ada tujuan, maksud dan hikmah yang besar, penting dan hebat
dibalik kalimat ini.